Mohon tunggu...
Abdurrazzaq Zanky
Abdurrazzaq Zanky Mohon Tunggu... Petani - petani.

Senang membaca segala jenis buku, nulis diary, mengamati lingkungan alam dan sosial, menertawakan diri sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ziarah

3 Desember 2024   13:35 Diperbarui: 3 Desember 2024   13:41 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ziarah

            di almamater

(buat Mas Agung MSG)

Mungkinkah kita bisa menggugat masa lalu?

kau tiba pada reruntuk bangunan yang tidak karuan:

tembok setengah roboh, atap sirap yang digerayangi lumut

dan dekat kebun, beberapa batu nisan

terngiang ucapan gurumu pada suatu siang;

"ketika dingin aku berselimutkan buku

bilaman panas berpayung buku aku."

Dan buku-buku yang dirujuk gurumu itu

telah melayarkan impianmu sekian ribu tahun cahaya

dari dunia, dari realita fana

dalam bingkai luasan cakrawala

dengannya kau berupaya menjaring pelangi, mengendam angin

membidik matahari yang sejak kecil sangat ingin kau miliki

belajar menyimak jerit bunga yang rebah tiba-tiba

bersiasat menyadap desah ombak yang melandai ke pantai

menafsir siut angin yang bergelut dengan daun-daun,

"orang bijak bisa saja sesat, tapi tidak mampu menyerah,"

demikian kutipan dari gurumu yang lain

yang membuatmua tiba-tiba jadi agak laen,

kau jadi suka menyendiri

hobi berbantahan dengan sepi

tak bisa akur dengan dirimu yang dulu

Mungkinkah orang lolos dari kenangan?

Mengapa setelah berlalu, segalanya jadi dalam?

padahal kau tak henti bertengkar dengan kenyataan

mengusut kejadian-kaejadian ngilu

hingga ke hulu,

ya, dulu kau memang akrab dengan motif dan akar

kau menolak kebenaran kawanan yang keblinger

kau bertahan dalam gencetan keadaan hingga setengah modar,

"jangan terlalu banyak kompromi, nanti kamu jadi supermi,"

pesan pak guru

hingga kau begitu heran melihat

segala hal yang mengapung dan instan

bersikukuh pada yang cepat padam dan serba badan

mengingatkanmu pada bangkai kucing

yang suka tersangkut di tiang jembatan sehabis hujan

Apakah kenangan sebuah kehidupan?

hari ini kau mengenang masa-masa muda

mencoba menghirup oksigen dari sana

kau berjalan di tengah serakan daun kering

hingga suara sekecil apapun akan mengusik hening

kau berdiri pada seutas tambang

yang terbentang di antara dua tebing

hingga angin sehalus apapun

bisa membuatmu terguling,

kesadaran akan waktu itu akhirnya datang menyerbu

otot-ototmu tak lagi seliat kawat

penglihatanmu tak lagi seterang kilat:

bukan kemenangan-kemenangan atas kehidupan

yang harus kau kumpulkan

tapi kemenangan atas kemenangan-kemenangan

itu yang mesti kau temukan

segala pertarungan yang kau langsungkan itu akhirnya

adalah untuk merebut total kekalahan, kepasrahan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun