Sudah dua tahun tante Santi menjanda. Dia punya segalanya.
Body dan harta. Namun tak kunjung dapat jodoh.
Teman-temannya mulai meledek; "Ah, paling nanti juga
jadi bini kedua atau simpanan."
"Siapa bilang? Lihat saja nanti. Kalian akan iri. Aku akan kawin
sama brondong!"
"Huuu..."
Tante Santi cabut dari arisan. Ia bertekad untuk mewujudkan
impiannya. Bikin iri klub sosialita karbitan itu.
Di komplek sebelah ia punya teman akrab tempat biasa ia curhat.
Tante Santi menceritakan segala kemalangan yang menimpa.
Intinya ia merasa harus kawin secepatnya untuk menebus segala
kemalangan itu. Tante Gofran, si teman setia, merasa sangat
bersimpati. Ia tahu rasanya menjadi janda. Bukan hanya suka
diganggu lelaki iseng, tapi terutama sangat dibenci ibu-ibu pencemburu.
"Nampaknya kita akan ada jalan keluar," tante Gofran berujar perlahan
"Maksud kamu?"
"Datang aja senin depan ke sini."
"Memangnya kenapa?"
"Ah sudah. Pokoknya datang aja nanti."
"Ah, jangan bikin penasaran dong..."
Tante Gofran tidak mau mengatakan apa-apa lagi. Tante Santi pulang
dengan hati tidak enak. Penasaran juga rada dongkol sedikit. Â
Tapi tiga hari kemudian dia datang juga menemui sahabat karibnya.
Tuan rumah menyambut sumringah.
"Beres lah."
"Apanya?"
"Masalah kamu."
"Apaan sih?" Tante Santi benar-benar penasaran.
Tante Gofran menceritakan bahwa satu hari sebelumnya keponakannya
dari kampung baru datang untuk mencari pekerjaan. Dia anak tunggal
dan tinggal sebatang kara. Belum duapuluh tahun. Polos dan dijamin
tidak pernah pacaran. Singkat kata anak ini mau dikawinkan, karena
bibinya bilang bahwa kawin itu adalah sejenis pekerjaan juga intinya.
Tante Santi menjerit antusias ketika sahabatnya memperlihatkan
beberapa foto anak itu. Orangnya putih tinggi dengan kumis tipis
yang mulai tumbuh. Mereka dikawinkan secara agama.
Terjadilah malam pertama.
Anak itu benar-benar polos. Dia tidak bicara kalau tidak ditanya.
Yang membuat Tante Santi agak risih adalah anak itu selalu agak
membungkuk ketika lewat di depannya. Jangan-jangan anak ini
menganggapnya sebagai majikan. Sialan juga tuh si Gofran.
Kenapa dia bilang kawin itu adalah pekerjaan. Namun jiwa
jandanya justru makin tertantang. Setelah mereka saling diam
selama setengah jam, Tante Santi tidak bisa tahan. Anak ini
memang harus diajari, batinnya. Ia mengambil tangan si brondong
dan menaruhnya di atas dada. Anak itu menarik tangannya cepat.
Seperti terkejut. Ia melirik. "Kenapa?" Bisik Tante Santi lembut.
Si brondong tidak menjawab. Matanya lurus menatap plafon kamar.
Tante Santi paham. Ia bangun. Mematikan lampu atas dan
menggantinya dengan lampu kecil di atas meja rias.
Keadaan kamar kini remang.Tapi suasana tetap kaku.
Hampir tengah malam. Belum ada terjadi sesuatu.
Tante Santi akhirnya nekat. Ia mengambil lagi tangan si brondong
dan menyelipkannya ke bagian bawah perut. Anak itu terbelalak.
Ditariknya tangan yang hampir terjerumus dosa itu lalu berbalik
menghadap tembok. Tante Santi menyabar-nyabarkan diri.
Besok ia harus konsultasi dengan si Gofran.
Pagi-pagi ia mandi layaknya pengantin baru, sementara suami
mudanya nampak masih pulas kecapean. Ia berencana
membangunkan suaminya dengan aroma kopi seperti yang
diajarkan iklan-iklan itu. Alangkah kaget ia, ketika kembali
ke kamar, bocah itu sudah lenyap tanpa bekas. Tirai jendela
 terkirai sedikit. Astaga!
Sementara si brondong telah sampai di rumah bibinya dan sedang
menjalani interogasi.
"Ada apa sih tong dengan kamu? Jangan bikin malu bibi dong!"
Anak itu diam saja sambil merengut.
"Ada apa?" Tante Gofran senyum-senyum. "Tante Santi itu
baik banget lo. Cantik, kaya, murah hati lagi. Kamu akan
bahagia sama dia. Percaya deh sama bibi. Kamu itu sangat
beruntung. Jarang lho orang dapat pekerjaan seenak itu."
Si bibi berkedip-kedip.
Tiba-tiba si ponakan mengangkat kepala. Ia sudah menahan
emosinya sejak tadi malam; "bahagia apaan maksud bibi?"
"Ya bahagia. Seneng dong sudah punya bini. Enak toh?"
"Enak apaan bengkak-bengkak gitu?"
"Apanya yang bengkak tong?"
"Itu dada sama bawah perutnya!"
"Astagaaa....!"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H