Mohon tunggu...
Abdu Rozaqi
Abdu Rozaqi Mohon Tunggu... - -

Stay Foolish, Stay Hungry

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Analisis Simulasi Perang Indonesia - Australia (1)

10 Oktober 2015   01:40 Diperbarui: 10 Oktober 2015   02:23 5519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(Tulisan ini hanyalah simulasi perang yang dinamis, tidak dapat dijadikan acuan perang sebenarnya dan tulisan ini tidak untuk kepentingan manapun. Simulasi ini mencoba menganalisis bagaimana perang akan berlanjut dan negara-negara mana saja yang di masa depan ingin menghancurkan Indonesia, baik melalui perang terbuka atau perang terbatas, atau hanya sekedar menebar propaganda terhadap militer Indonesia. Indonesia sebaiknya harus jeli melihat mana kawan dan mana musuh, serta melihat kemungkinan-kemungkinan potensi ancaman yang dapat dimainkan Barat dan sekutunya di arena pertempuran laut dan udara di kawasan Nusantara.

Simulasi ini juga bisa dijadikan rujukan atau setidaknya kajian diskusi yang menarik tentang bagaimana perang yang sebenarnya. Sampai sejauh mana Indonesia mampu menggelar pertempuran berlarut (perang jangka panjang) tanpa adanya pasokan cadangan energi alternatif untuk menopang mesin-mesin perang Indonesia? Apakah Indonesia melihat perang sebagai solusi utama dalam mengalahkan musuh? Ataukah perang hanya dipakai Indonesia untuk membela diri dari sebuah invasi musuh? Ataukah Indonesia (suatu saat) memiliki kemungkinan untuk menyebarkan kampanye Perang mereka untuk merebut kembali Malaysia dan bahkan Singapura? Bisa jadi. Di masa depan pertempuran dan perang informasi semakin dinamis. Selamat membaca.)

Katakanlah bahwa situasi Indonesia dalam dunia simulasi perang ini tidak jauh beda dengan pemerintahan saat ini. Rupiah melemah, rezim yang lebih condong ke Cina, kerjasama dengan Rusia sudah semakin intens, kerjasama gabungan dengan Korea dalam membuat kapal selam, serta kedekatan Indonesia kepada Amerika. Indonesia, katakanlah sudah mampu memuat MBT (Main Battle Tank) yang dianggap Barat sebagai sebuah kekuatan sekaligus ancaman baru, terutama di kawasan Asia Tenggara, serta kawasan Asia secara umum. Rusia mulai mendukung kedaulatan Alutsista Indonesia sedangkan Iran sangat gembira dengan Indonesia dan melihat lebih jauh apakah mereka dapat bekerjasama lebih dalam mengingat Indonesia menjadi negara militer terkuat di kawasan Asia.

Cina pun lebih gencar menggempur pasar Indonesia melalui investasi infrastruktur mereka, di sisi lain, Cina banyak menawarkan kerjasama pembelian senjata dari Cina ke Indonesia, namun sayangnya ditolak Indonesia secara halus karena saat ini Indonesia sudah berdaulat dalam hal kemandirian Alutsista. Kebijakan non-Blok Indonesia membuat negara-negara Dunia Pertama (First World Countries) berlomba-lomba mendekatkan diri mereka ke Indonesia, terlibat dalam investasi baik dalam pembangunan dan infrastruktur, serta kerjasama ekspor-impor lainnya yang terjadi antara Indonesia dan negara-negara baik Blok Barat dan Timur.

Katakanlah bahwa kekuatan militer Indonesia dalam dunia simulasi perang ini sudah masuk ke dalam 10 besar kekuatan militer dunia, yakni di urutan 9 dunia mengalahkan Jepang yang berada di urutan 10, Turki di urutan 11 dan Israel di urutan 12. Sedangkan berdiri di atas Indonesia adalah Korea Selatan yang berada di urutan 7 dunia sedangkan Jerman tepat di atas Indonesia dengan berdiri di urutan 8 negara militer terkuat dunia. Negara-negara blok Barat mulai ketakutan terhadap Indonesia karena semakin hari kekuatan Indonesia semakin mengkhawatirkan. Sejumlah pengamat militer Barat dan pejabat senior Amerika seringkali mengikuti perkembangan militer Indonesia sejauh ini. Barat juga percaya bahwa ada kerjasama tersembunyi antara Indonesia dan Iran terkait dengan kerjasama pengembangan uranium dan fasilitas nuklir.

Meskipun demikian, semua itu ditampik mentah-mentah oleh Presiden Indonesia dan sejumlah pejabat pemerintahan terkait. Bahkan DPR mulai menuduh bahwa Amerika mulai memancing di air keruh, mulai melakukan propaganda mereka dengan isu bahwa Indonesia diam-diam mengembangkan fasilitas nuklir dengan Iran yang dinilai sebagai suatu ancaman yang membahayakan di kawasan Asia Tenggara. 

Katakanlah bahwa dunia simulasi ini terjadi di tahun 2020.

Situasi di dunia Internasional mendadak heboh karena terjadi penembakan terhadap pesawat F16 Singapura yang dilakukan TNI Angkatan Udara. Militer Indonesia berdalih bahwa Singapura melanggar batas wilayah yang ditentukan mengingat wilayah Singapura yang sangat kecil yang berimbas pada sempitnya wilayah udara yang mereka miliki. Singapura pun geram, mencoba memancing air panas dengan membawa kasus ini ke dalam sidang PBB. Amerika tidak merespon, mencoba menganalisis apa yang sebenarnya terjadi. Amerika tidak gegabah dalam bertindak, serta belum menyatakan secara resmi apakah Indonesia bersalah atau tidak.

Panglima tinggi AU Indonesia berkali-kali mencoba menjelaskan bahwa Singapura melanggar batas wilayah udara Indonesia dengan menerbangkan pesawat F16 mereka, dan media-media di Indonesia mulai mendukung TNI AU dan menyalahkan Singapura atas kejadian pelanggaran batas tersebut. Namun media Barat berkata lain. Media-media Barat memandang bahwa apa yang Indonesia lakukan adalah suatu hal yang memalukan dan penembakan pesawat Singapura merupakan sebuah penghinaan terhadap Singapura. Dunia Internasional lalu dihebohkan dengan berita yang terus-menerus menayangkan headline yang intinya mengecam perilaku buruk AU Indonesia. 

Singapura cepat merespon, Singapura tidak memandang remeh Indonesia, namun lebih melihat Indonesia sebagai musuh di kawasan Asia Tenggara yang membahayakan, bukan memandang Indonesia sebagai teman. Singapura dalam beberapa hari memperingatkan warganya agar segera kembali ke negaranya dan menyiapkan status Darurat dengan memasang sistem pertahanan anti-udara Singapura. Namun Indonesia sudah bisa mencium sikap paranoid tersebut dan memandang bahwa Singapura sudah dalam tahap siap siaga jika sewaktu-waktu perang meletus. Sedangkan media-media di Australia, seperti biasa, hanya memberitakan yang buruk mengenai Indonesia dan penembakan AU Indonesia terhadap pesawat Singapura. Indonesia dalam minggu-minggu pertama kecaman dunia mencoba untuk tenang dan tidak terprovokasi propaganda media-media Barat. Berkali-kali Panglima TNI diundang ke Istana Presiden untuk membahas diskusi mengenai masalah sensitif ini. 

Amerika dengan aset paling berharga mereka, CIA, mulai bersiap-siap masuk menginfiltrasi Indonesia seperti apa yang pernah mereka lakukan dalam menggulingkan Soekarno dan mengadu domba antara paham nasionalis dan komunis di Indonesia. CIA dalam hal ini sangat berpengalaman dan tidak dapat dianggap remeh. Suatu saat CIA dapat mengadu-domba kembali antara nasionalis dan komunis, bahkan mengadu domba gerakan Islam radikal dan gerakan liberal Islam, semua itu mungkin saja bagi CIA mengingat mereka ahli dalam melakukan covert-op seperti itu. Ditambah lagi dengan isu Papua yang ingin lepas dari NKRI, tentu saja Australia dan Amerika harus secara cerdik memainkan "Kartu AS" untuk menjatuhkan martabat Indonesia melalui guncangan isu pemberontakan milisi lokal Papua. 

Dalam akhir bulan pertama Presiden Indonesia mulai melihat gelagat mencurigakan dari Malaysia. Beberapa armada Inggris diam-diam tiba di Malaysia di Kota Kinabalu dan Kota Baharu. Indonesia memandang bahwa pengerahan armada Royal Navy tersebut berkaitan dengan isu konflik yang memanas antara Singapura-Indonesia. Dalam 2x24 jam, TNI merespon dengan menyiapkan sejumlah Batalyon dari Jawa ke sejumlah lokasi vital di Kalimantan dan Sumatra. Setidaknya TNI mengirim 8.000 pasukan reguler ke lokasi-lokasi tersebut, terutama di wilayah Kalimantan Utara. 

Indonesia mengancam Inggris jika Armada AL mereka tidak pergi dari Malaysia serta adanya suatu penambahan pasukan dari Inggris, Indonesia tidak segan-segan akan mengusir Inggris dari Malaysia. Ultimatum Indonesia itu dianggap sebagai omong kosong, Inggris tidak pernah takut terhadap Indonesia. Inggris juga mengatakan bahwa penempatan Armada AL mereka tidak berkaitan dengan konflik Singapura-Indonesia. Namun Indonesia tidak percaya begitu saja dan mencoba mengungkit-ungkit kembali konflik antara Kopassus dan SAS yang pernah terjadi di belantara Malaysia-Indonesia dalam Operasi Ganyang Malaysia di era Soekarno. Inggris pun geram, dengan mengatakan bahwa Pasukan khusus SAS mereka lebih baik dari Kopassus, Inggris malah berkoar-koar di media bahwa Kopassus adalah mesin pembunuh warga sipil nomor satu didunia dan banyak dari pasukan khusus itu merupakan orang-orang yang senang sekali melanggar HAM, Inggris juga tidak lupa untuk mengungkit-ungkit masalah Papua, dengan harapan agar bola panas di media ini menjadi kontroversi Internasional dan merupakan usaha Inggris untuk mencoreng citra Kopassus di mata dunia. 

Di kawasan yang lebih jauh, Cina masih bungkam dan tidak terburu-buru memihak Indonesia. Berhubung Cina hanya memandang Indonesia sebagai mitra kerja dalam bidang ekonomi dan investasi, hanya sekedar mitra kerja dan bukan sekutu militer terdekat Cina. Sedangkan Rusia mendukung Indonesia dan mengatakan bahwa Indonesia berhak menembak pesawat apapun (terutama pesawat militer) yang terbang di atas wilayah udara Indonesia. Sedangkan Iran bersimpati terhadap Indonesia dan mengatakan bahwa muslim Indonesia harus bersatu melawan kapitalis dan negara-negara Barat.

Korea Utara mendukung Indonesia dengan asumsi bahwa Singapura dianggap Korea Utara sebagai anak kesayangan Amerika dan merupakan negara kecil dimana orang-orang Barat yang kaya raya berfoya-foya disana. Korea Utara lebih bersimpati dengan Indonesia bukan dikarenakan kedekatan dengan Indonesia, tetapi Korut lebih memandang bahwa Indonesia sebagai kekuatan yang kuat di kawasan Asia Tenggara yang menguntungkan Korea Utara jika Korut mendukung Indonesia. Dengan asumsi bahwa Perang Korut-Korsel meletus, dan karena Korut pernah membantu Indonesia, maka dipastikan Indonesia akan membantu Korut. 

Namun kaum nasionalis di Indonesia serta orang-orang anti-komunis melihat bahwa dukungan Korea Utara bisa membuat Indonesia kembali dirangkul oleh komunis. Suatu saat kaum nasionalis dan anti-komunis melihat bahwa nantinya paham komunis akan kembali bangkit. Sebagian masyarakat Indonesia tidak menginginkan dukungan negara komunis seperti Korea Utara, yang nantinya dikhawatirkan akan menjadi perpecahan kembali di masa silam antara nasionalis dan komunis (terlepas dari siapa yang benar dan siapa yang salah). 

Di Australia, di kota-kota besar seperti Darwin, Cairns, Brisbane, Perth, Melbourne, Canberra, serta di Sydney sendiri semuanya waspada. Pergerakan militer mulai terlihat di kota-kota besar Australia. Hal tersebut menarik kecurigaan Indonesia mengingat ada pergerakan alutsista serta pengalokasian nya ke kota-kota besar tersebut. Ditambah lagi dengan basis-basis militer Amerika di Australia yang semakin intens pesawat-pesawat AS dan Australia melaksanakan operasi simulasi perang di atas wilayah udara Australia. Indonesia mulai melihat bahwa Australia ingin masuk ke kancah perang dengan Indonesia, dengan terlebih dahulu memandang bahwa Papua menjadi lokasi permainan perang terbatas dan propaganda yang strategis bagi Australia.

Australia melihat Papua sebagai pintu masuk atau gerbang utama Australia dalam usaha memainkan propaganda serta membangkitkan gerakan pemberontakan milisi Papua sebagai bagian usaha melepaskan diri dari NKRI. Sekitar 10.000 Pasukan baik dari tentara reguler maupun marinir dari Jawa segera dikirim ke Papua dan Papua Barat dalam rangka mengantisipasi adanya pemberontakan makar di Papua. Indonesia juga mengalokasikan banyak prajuritnya di pos-pos perbatasan Papua-PNG, serta menjaga ketat PT. Freeport dengan menempatkan sekitar 200 tentara. 

Memasuki bulan kedua konflik, tampaknya bola panas beralih ke kawasan Selatan Indonesia dan Australia. Indonesia-Australia berlomba-lomba menerapkan suatu strategi terbatas dimana kedua belah pihak masih menerka-nerka apa yang sebenarnya dilakukan kedua negara. Beberapa hari kemudian Australia dan Amerika mengirimkan pasukan mereka ke Dili, Timor Timur, sebagai basis pertahanan mereka. Sebanyak 3000 tentara Aussi dan 600 Tentara Paman Sam tentu saja menjadikan Timtim sebagai basis utama pasukan mereka yang nantinya akan digunakan untuk menyeberang ke Indonesia. Timtim dipandang Barat sebagai tempat strategis yang menghemat waktu dan lokasi tersebut dapat dipakai sewaktu-waktu jika perang berkecamuk.

Namun diam-diam, CIA sudah bergerak duluan. Mereka melatih milisi lokal Papua New Guinea (PNG) dan sayagnya Indonesia tidak menyadari bahwa minggu-minggu awal perseteruan Indonesia dengan Singapura, CIA diam-diam sudah menyusup ke PNG dan melatih milisi lokal disana. Tentu saja apa yang Amerika lakukan di PNG tidak diketahui pemerintah PNG, begitu pemerintah menyadari bahwa ada yang tidak beres di negaranya, semua itu sudah terlambat, Presiden PNG dibunuh oleh orang yang tak dikenal. Dan CIA terus melatih ratusan milisi lokal dan mempersenjatai mereka untuk menyeberang ke perbatasan Papua (Indonesia). Dalam waktu dua bulan yang singkat, CIA sudah berhasil mengumpulkan 3000 milisi lokal PNG, yang nantinya disusupkan ke wilayah Papua dan digunakan untuk menarik perhatian media Internasional bahwa tentang gejolak isu kemerdekaan Papua. Namun ribuan tentara Indonesia sudah disebar ke perbatasan untuk mengantisipasi pergerakan dari perbatasan, namun sayangnya berhubung wilayah perbatasan Papua yang luas, TNI tidak dapat mengcover wilayah tersebut dan akhirnya ada celah-celah perbatasan yang terbuka.

Kesempatan ini dimanfaatkan milisi lokal PNG untuk bergerak masuk. Walaupun dideteksi segera oleh militer Indonesia, tentu saja 200 tentara yang menjaga PT. Freeport tidak sebanding dengan 670 milisi bersenjata PNG. Dari 200 Tentara Indonesia yang menjaga tambang Freeport, 167 diantara mereka tewas, sisanya berhasil melarikan diri ke hutan-hutan lebat. Banyak yang melarikan diri kemudian tertangkap, dibunuh, disiksa, bahkan kepala mereka dipenggal. Kopassus segera direspon untuk segera menanggulangi mereka, di sisi lain Indonesia sudah menyiapkan sekitar 5000 tentara yang dikirim ke wilayah tambang dan pegunungan tengah Papua yang merupakan alokasi gelombang pertama. Dimana rencananya Indonesia akan mengirimkan kembali sekitar 10.000 tentara dalam gelombang kedua. 

Kopassus segera bergerak. Misi utama mereka adalah mengambil alih Freeport dan melakukan taktik gerilya dalam menumpas milisi PNG. Kopassus bergerak bersama pasukan raider menyisir lokasi hutan-hutan belantara Papua dan menemukan kepala-kepala teman mereka yang terpenggal.

Media-media Barat kembali menuduh bahwa kopassus lah dalang dibalik semua itu. Tapi bagaimana Kopassus bisa memenggal teman mereka sendiri? Media Barat mulai merekayasa cerita tentang bagaimana teman-teman mereka membelot ke milisi PNG dan Kopassus diharuskan bukan hanya untuk membunuh mereka, tetapi memenggal mereka. Berita ini sontak menjadi santapan media internasional dan lagi-lagi PBB segera menuduh bahwa Indonesia harus segera menarik Kopassus dari Papua dan PBB segera menerapkan sanksi bagi Indonesia. Indonesia merasa PBB tidak objektif dan Indonesia dengan segera menarik diri dari keanggotaan PBB. Atas dasar itulah Amerika kemudian merespon dengan lagi-lagi menerapkan embargo terhadap Indonesia dan menyerukan kepada negara-negara NATO untuk bersiap, bahwa perang akan segera dilancarkan di kawasan Asia Tenggara dan Pasifik. 


(Bersambung...)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun