(Tulisan ini hanyalah simulasi perang yang dinamis, tidak dapat dijadikan acuan perang sebenarnya dan tulisan ini tidak untuk kepentingan manapun. Simulasi ini mencoba menganalisis bagaimana perang akan berlanjut dan negara-negara mana saja yang di masa depan ingin menghancurkan Indonesia, baik melalui perang terbuka atau perang terbatas, atau hanya sekedar menebar propaganda terhadap militer Indonesia. Indonesia sebaiknya harus jeli melihat mana kawan dan mana musuh, serta melihat kemungkinan-kemungkinan potensi ancaman yang dapat dimainkan Barat dan sekutunya di arena pertempuran laut dan udara di kawasan Nusantara.
Simulasi ini juga bisa dijadikan rujukan atau setidaknya kajian diskusi yang menarik tentang bagaimana perang yang sebenarnya. Sampai sejauh mana Indonesia mampu menggelar pertempuran berlarut (perang jangka panjang) tanpa adanya pasokan cadangan energi alternatif untuk menopang mesin-mesin perang Indonesia? Apakah Indonesia melihat perang sebagai solusi utama dalam mengalahkan musuh? Ataukah perang hanya dipakai Indonesia untuk membela diri dari sebuah invasi musuh? Ataukah Indonesia (suatu saat) memiliki kemungkinan untuk menyebarkan kampanye Perang mereka untuk merebut kembali Malaysia dan bahkan Singapura? Bisa jadi. Di masa depan pertempuran dan perang informasi semakin dinamis. Selamat membaca.)
Katakanlah bahwa situasi Indonesia dalam dunia simulasi perang ini tidak jauh beda dengan pemerintahan saat ini. Rupiah melemah, rezim yang lebih condong ke Cina, kerjasama dengan Rusia sudah semakin intens, kerjasama gabungan dengan Korea dalam membuat kapal selam, serta kedekatan Indonesia kepada Amerika. Indonesia, katakanlah sudah mampu memuat MBT (Main Battle Tank) yang dianggap Barat sebagai sebuah kekuatan sekaligus ancaman baru, terutama di kawasan Asia Tenggara, serta kawasan Asia secara umum. Rusia mulai mendukung kedaulatan Alutsista Indonesia sedangkan Iran sangat gembira dengan Indonesia dan melihat lebih jauh apakah mereka dapat bekerjasama lebih dalam mengingat Indonesia menjadi negara militer terkuat di kawasan Asia.
Cina pun lebih gencar menggempur pasar Indonesia melalui investasi infrastruktur mereka, di sisi lain, Cina banyak menawarkan kerjasama pembelian senjata dari Cina ke Indonesia, namun sayangnya ditolak Indonesia secara halus karena saat ini Indonesia sudah berdaulat dalam hal kemandirian Alutsista. Kebijakan non-Blok Indonesia membuat negara-negara Dunia Pertama (First World Countries) berlomba-lomba mendekatkan diri mereka ke Indonesia, terlibat dalam investasi baik dalam pembangunan dan infrastruktur, serta kerjasama ekspor-impor lainnya yang terjadi antara Indonesia dan negara-negara baik Blok Barat dan Timur.
Katakanlah bahwa kekuatan militer Indonesia dalam dunia simulasi perang ini sudah masuk ke dalam 10 besar kekuatan militer dunia, yakni di urutan 9 dunia mengalahkan Jepang yang berada di urutan 10, Turki di urutan 11 dan Israel di urutan 12. Sedangkan berdiri di atas Indonesia adalah Korea Selatan yang berada di urutan 7 dunia sedangkan Jerman tepat di atas Indonesia dengan berdiri di urutan 8 negara militer terkuat dunia. Negara-negara blok Barat mulai ketakutan terhadap Indonesia karena semakin hari kekuatan Indonesia semakin mengkhawatirkan. Sejumlah pengamat militer Barat dan pejabat senior Amerika seringkali mengikuti perkembangan militer Indonesia sejauh ini. Barat juga percaya bahwa ada kerjasama tersembunyi antara Indonesia dan Iran terkait dengan kerjasama pengembangan uranium dan fasilitas nuklir.
Meskipun demikian, semua itu ditampik mentah-mentah oleh Presiden Indonesia dan sejumlah pejabat pemerintahan terkait. Bahkan DPR mulai menuduh bahwa Amerika mulai memancing di air keruh, mulai melakukan propaganda mereka dengan isu bahwa Indonesia diam-diam mengembangkan fasilitas nuklir dengan Iran yang dinilai sebagai suatu ancaman yang membahayakan di kawasan Asia Tenggara.Â
Katakanlah bahwa dunia simulasi ini terjadi di tahun 2020.
Situasi di dunia Internasional mendadak heboh karena terjadi penembakan terhadap pesawat F16 Singapura yang dilakukan TNI Angkatan Udara. Militer Indonesia berdalih bahwa Singapura melanggar batas wilayah yang ditentukan mengingat wilayah Singapura yang sangat kecil yang berimbas pada sempitnya wilayah udara yang mereka miliki. Singapura pun geram, mencoba memancing air panas dengan membawa kasus ini ke dalam sidang PBB. Amerika tidak merespon, mencoba menganalisis apa yang sebenarnya terjadi. Amerika tidak gegabah dalam bertindak, serta belum menyatakan secara resmi apakah Indonesia bersalah atau tidak.
Panglima tinggi AU Indonesia berkali-kali mencoba menjelaskan bahwa Singapura melanggar batas wilayah udara Indonesia dengan menerbangkan pesawat F16 mereka, dan media-media di Indonesia mulai mendukung TNI AU dan menyalahkan Singapura atas kejadian pelanggaran batas tersebut. Namun media Barat berkata lain. Media-media Barat memandang bahwa apa yang Indonesia lakukan adalah suatu hal yang memalukan dan penembakan pesawat Singapura merupakan sebuah penghinaan terhadap Singapura. Dunia Internasional lalu dihebohkan dengan berita yang terus-menerus menayangkan headline yang intinya mengecam perilaku buruk AU Indonesia.Â
Singapura cepat merespon, Singapura tidak memandang remeh Indonesia, namun lebih melihat Indonesia sebagai musuh di kawasan Asia Tenggara yang membahayakan, bukan memandang Indonesia sebagai teman. Singapura dalam beberapa hari memperingatkan warganya agar segera kembali ke negaranya dan menyiapkan status Darurat dengan memasang sistem pertahanan anti-udara Singapura. Namun Indonesia sudah bisa mencium sikap paranoid tersebut dan memandang bahwa Singapura sudah dalam tahap siap siaga jika sewaktu-waktu perang meletus. Sedangkan media-media di Australia, seperti biasa, hanya memberitakan yang buruk mengenai Indonesia dan penembakan AU Indonesia terhadap pesawat Singapura. Indonesia dalam minggu-minggu pertama kecaman dunia mencoba untuk tenang dan tidak terprovokasi propaganda media-media Barat. Berkali-kali Panglima TNI diundang ke Istana Presiden untuk membahas diskusi mengenai masalah sensitif ini.Â
Amerika dengan aset paling berharga mereka, CIA, mulai bersiap-siap masuk menginfiltrasi Indonesia seperti apa yang pernah mereka lakukan dalam menggulingkan Soekarno dan mengadu domba antara paham nasionalis dan komunis di Indonesia. CIA dalam hal ini sangat berpengalaman dan tidak dapat dianggap remeh. Suatu saat CIA dapat mengadu-domba kembali antara nasionalis dan komunis, bahkan mengadu domba gerakan Islam radikal dan gerakan liberal Islam, semua itu mungkin saja bagi CIA mengingat mereka ahli dalam melakukan covert-op seperti itu. Ditambah lagi dengan isu Papua yang ingin lepas dari NKRI, tentu saja Australia dan Amerika harus secara cerdik memainkan "Kartu AS" untuk menjatuhkan martabat Indonesia melalui guncangan isu pemberontakan milisi lokal Papua.Â