Dalam akhir bulan pertama Presiden Indonesia mulai melihat gelagat mencurigakan dari Malaysia. Beberapa armada Inggris diam-diam tiba di Malaysia di Kota Kinabalu dan Kota Baharu. Indonesia memandang bahwa pengerahan armada Royal Navy tersebut berkaitan dengan isu konflik yang memanas antara Singapura-Indonesia. Dalam 2x24 jam, TNI merespon dengan menyiapkan sejumlah Batalyon dari Jawa ke sejumlah lokasi vital di Kalimantan dan Sumatra. Setidaknya TNI mengirim 8.000 pasukan reguler ke lokasi-lokasi tersebut, terutama di wilayah Kalimantan Utara.Â
Indonesia mengancam Inggris jika Armada AL mereka tidak pergi dari Malaysia serta adanya suatu penambahan pasukan dari Inggris, Indonesia tidak segan-segan akan mengusir Inggris dari Malaysia. Ultimatum Indonesia itu dianggap sebagai omong kosong, Inggris tidak pernah takut terhadap Indonesia. Inggris juga mengatakan bahwa penempatan Armada AL mereka tidak berkaitan dengan konflik Singapura-Indonesia. Namun Indonesia tidak percaya begitu saja dan mencoba mengungkit-ungkit kembali konflik antara Kopassus dan SAS yang pernah terjadi di belantara Malaysia-Indonesia dalam Operasi Ganyang Malaysia di era Soekarno. Inggris pun geram, dengan mengatakan bahwa Pasukan khusus SAS mereka lebih baik dari Kopassus, Inggris malah berkoar-koar di media bahwa Kopassus adalah mesin pembunuh warga sipil nomor satu didunia dan banyak dari pasukan khusus itu merupakan orang-orang yang senang sekali melanggar HAM, Inggris juga tidak lupa untuk mengungkit-ungkit masalah Papua, dengan harapan agar bola panas di media ini menjadi kontroversi Internasional dan merupakan usaha Inggris untuk mencoreng citra Kopassus di mata dunia.Â
Di kawasan yang lebih jauh, Cina masih bungkam dan tidak terburu-buru memihak Indonesia. Berhubung Cina hanya memandang Indonesia sebagai mitra kerja dalam bidang ekonomi dan investasi, hanya sekedar mitra kerja dan bukan sekutu militer terdekat Cina. Sedangkan Rusia mendukung Indonesia dan mengatakan bahwa Indonesia berhak menembak pesawat apapun (terutama pesawat militer) yang terbang di atas wilayah udara Indonesia. Sedangkan Iran bersimpati terhadap Indonesia dan mengatakan bahwa muslim Indonesia harus bersatu melawan kapitalis dan negara-negara Barat.
Korea Utara mendukung Indonesia dengan asumsi bahwa Singapura dianggap Korea Utara sebagai anak kesayangan Amerika dan merupakan negara kecil dimana orang-orang Barat yang kaya raya berfoya-foya disana. Korea Utara lebih bersimpati dengan Indonesia bukan dikarenakan kedekatan dengan Indonesia, tetapi Korut lebih memandang bahwa Indonesia sebagai kekuatan yang kuat di kawasan Asia Tenggara yang menguntungkan Korea Utara jika Korut mendukung Indonesia. Dengan asumsi bahwa Perang Korut-Korsel meletus, dan karena Korut pernah membantu Indonesia, maka dipastikan Indonesia akan membantu Korut.Â
Namun kaum nasionalis di Indonesia serta orang-orang anti-komunis melihat bahwa dukungan Korea Utara bisa membuat Indonesia kembali dirangkul oleh komunis. Suatu saat kaum nasionalis dan anti-komunis melihat bahwa nantinya paham komunis akan kembali bangkit. Sebagian masyarakat Indonesia tidak menginginkan dukungan negara komunis seperti Korea Utara, yang nantinya dikhawatirkan akan menjadi perpecahan kembali di masa silam antara nasionalis dan komunis (terlepas dari siapa yang benar dan siapa yang salah).Â
Di Australia, di kota-kota besar seperti Darwin, Cairns, Brisbane, Perth, Melbourne, Canberra, serta di Sydney sendiri semuanya waspada. Pergerakan militer mulai terlihat di kota-kota besar Australia. Hal tersebut menarik kecurigaan Indonesia mengingat ada pergerakan alutsista serta pengalokasian nya ke kota-kota besar tersebut. Ditambah lagi dengan basis-basis militer Amerika di Australia yang semakin intens pesawat-pesawat AS dan Australia melaksanakan operasi simulasi perang di atas wilayah udara Australia. Indonesia mulai melihat bahwa Australia ingin masuk ke kancah perang dengan Indonesia, dengan terlebih dahulu memandang bahwa Papua menjadi lokasi permainan perang terbatas dan propaganda yang strategis bagi Australia.
Australia melihat Papua sebagai pintu masuk atau gerbang utama Australia dalam usaha memainkan propaganda serta membangkitkan gerakan pemberontakan milisi Papua sebagai bagian usaha melepaskan diri dari NKRI. Sekitar 10.000 Pasukan baik dari tentara reguler maupun marinir dari Jawa segera dikirim ke Papua dan Papua Barat dalam rangka mengantisipasi adanya pemberontakan makar di Papua. Indonesia juga mengalokasikan banyak prajuritnya di pos-pos perbatasan Papua-PNG, serta menjaga ketat PT. Freeport dengan menempatkan sekitar 200 tentara.Â
Memasuki bulan kedua konflik, tampaknya bola panas beralih ke kawasan Selatan Indonesia dan Australia. Indonesia-Australia berlomba-lomba menerapkan suatu strategi terbatas dimana kedua belah pihak masih menerka-nerka apa yang sebenarnya dilakukan kedua negara. Beberapa hari kemudian Australia dan Amerika mengirimkan pasukan mereka ke Dili, Timor Timur, sebagai basis pertahanan mereka. Sebanyak 3000 tentara Aussi dan 600 Tentara Paman Sam tentu saja menjadikan Timtim sebagai basis utama pasukan mereka yang nantinya akan digunakan untuk menyeberang ke Indonesia. Timtim dipandang Barat sebagai tempat strategis yang menghemat waktu dan lokasi tersebut dapat dipakai sewaktu-waktu jika perang berkecamuk.
Namun diam-diam, CIA sudah bergerak duluan. Mereka melatih milisi lokal Papua New Guinea (PNG) dan sayagnya Indonesia tidak menyadari bahwa minggu-minggu awal perseteruan Indonesia dengan Singapura, CIA diam-diam sudah menyusup ke PNG dan melatih milisi lokal disana. Tentu saja apa yang Amerika lakukan di PNG tidak diketahui pemerintah PNG, begitu pemerintah menyadari bahwa ada yang tidak beres di negaranya, semua itu sudah terlambat, Presiden PNG dibunuh oleh orang yang tak dikenal. Dan CIA terus melatih ratusan milisi lokal dan mempersenjatai mereka untuk menyeberang ke perbatasan Papua (Indonesia). Dalam waktu dua bulan yang singkat, CIA sudah berhasil mengumpulkan 3000 milisi lokal PNG, yang nantinya disusupkan ke wilayah Papua dan digunakan untuk menarik perhatian media Internasional bahwa tentang gejolak isu kemerdekaan Papua. Namun ribuan tentara Indonesia sudah disebar ke perbatasan untuk mengantisipasi pergerakan dari perbatasan, namun sayangnya berhubung wilayah perbatasan Papua yang luas, TNI tidak dapat mengcover wilayah tersebut dan akhirnya ada celah-celah perbatasan yang terbuka.
Kesempatan ini dimanfaatkan milisi lokal PNG untuk bergerak masuk. Walaupun dideteksi segera oleh militer Indonesia, tentu saja 200 tentara yang menjaga PT. Freeport tidak sebanding dengan 670 milisi bersenjata PNG. Dari 200 Tentara Indonesia yang menjaga tambang Freeport, 167 diantara mereka tewas, sisanya berhasil melarikan diri ke hutan-hutan lebat. Banyak yang melarikan diri kemudian tertangkap, dibunuh, disiksa, bahkan kepala mereka dipenggal. Kopassus segera direspon untuk segera menanggulangi mereka, di sisi lain Indonesia sudah menyiapkan sekitar 5000 tentara yang dikirim ke wilayah tambang dan pegunungan tengah Papua yang merupakan alokasi gelombang pertama. Dimana rencananya Indonesia akan mengirimkan kembali sekitar 10.000 tentara dalam gelombang kedua.Â
Kopassus segera bergerak. Misi utama mereka adalah mengambil alih Freeport dan melakukan taktik gerilya dalam menumpas milisi PNG. Kopassus bergerak bersama pasukan raider menyisir lokasi hutan-hutan belantara Papua dan menemukan kepala-kepala teman mereka yang terpenggal.