Mohon tunggu...
abdur hakim
abdur hakim Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa S1 Reguler K3 2020

Seorang mahasiswa UI dengan jurusan S1 Reguler K3 2020. Menempuh pendidikan dari tahun 2020. Aktif di berbagai kegiatan kampus

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Hubungan Pencahayaan dengan Keluhan Computer Vision Syndrome (CVS) pada Pekerja serta Pengendaliannya

21 Juni 2022   13:36 Diperbarui: 21 Juni 2022   13:43 680
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hubungan Pencahayaan Dengan Keluhan Computer Vision Syndrome (CVS) Pada Pekerja Serta Pengendaliannya

Disusun oleh: Achmad Abdillah Pasha, Andrizqa, Haikal M. Ariq  Andrianto, M. Abdurrahman Al Hakim, dan M. Raihan Anugrah Pekerti

PENDAHULUAN 

Penggunaan teknologi untuk kehidupan sehari-hari sudah menjadi sebuah kebutuhan dasar bagi pekerja untuk dapat memudahkan aktivitas kerjanya. Peralatan teknologi yang sering digunakan adalah komputer, laptop, smartphone, dan berbagai jenis alat elektronik lainnya yang dapat memancarkan cahaya pada mata. Namun, kemudahan yang diberikan oleh teknologi tersebut tidak menutup kemungkinan dari dampak buruk yang mungkin terjadi dari timbulnya keluhan kesehatan pada mata seperti kelelahan mata akibat pencahayaan tersebut. Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 2014 angka kejadian astenopia (kelelahan mata) berkisar 40% sampai 90% (Irma et al. 2019). Berdasarkan survei terhadap orang dewasa di Amerika oleh Vision Council pada tahun 2018, dilaporkan lebih dari 80% menggunakan perangkat digital selama lebih dari 2 jam/hari, tercatat gejala CVS dengan adanya penggunaan perangkat digital tersebut yaitu nyeri leher/bahu (35%), sakit kepala (27,7%), ketegangan mata (32,4%), penglihatan kabur (27,9%), dan mata kering (27,2%) (Alexandria, 2019). Secara global, hampir 60 juta orang mengalami CVS dan angka ini diperkirakan akan bertambah jutaan kasus tiap tahunnya (Ranasinghe et al., 2016).

Berdasarkan data BPS tahun 2019 mengenai Statistik Telekomunikasi Indonesia, perkembangan kepemilikan komputer mengalami peningkatan sekitar 0,56 % per tahun (BPS, 2019). Lokasi penggunaan komputer oleh masyarakat Indonesia yaitu di rumah (61,92%), kantor (42,08%), dan sekolah (12,12%). Meningkatnya penggunaan komputer akibat perkembangan zaman digitalisasi, maka semakin tinggi juga jumlah penderita dengan keluhan mata dan penglihatan kompleks yang yang didefinisikan oleh Occupational Safety and Health Administration (OSHA) sebagai computer vision sydrome (CVS). Gejala CVS dikelompokkan menjadi empat kelompok mayor, yaitu Astenopi (mata tegang, lelah, dan perih), berhubungan dengan permukaan bola mata (mata kering, berair, iritasi, masalah penggunaan kontak lens), penglihatan (penglihatan kabur, lambat dalam perubahan fokus, penglihatan ganda, presbiopi), dan ekstraokular (nyeri leher, nyeri punggung, dan nyeri bahu). Gejala tersebut merupakan kombinasi dari masalah penglihatan, buruknya kondisi kerja, dan kebiasaan yang salah. Faktor lain yang dapat mempengaruhi kelelahan mata adalah perangkat kerja (ukuran objek, posisi dan tampilan layar), lingkungan kerja (pencahayaan ruangan), desain kerja (jarak monitor, durasi kerja), karakteristik individu (kelainan mata atau refraksi), ataupun kombinasi dari seluruh faktor.

Keluhan mata adalah kejadian paling umum di antara pengguna komputer yang bekerja selama lebih dari 6 jam sehari dari hasil penelitian yang terdapat pada "Evaluation of the Factors which Contribute to the Ocular Complaints in Computer Users". Beberapa penelitian di Indonesia mengenai CVS, seperti dari penelitian Azkadina, menyatakan prevalensi penderita CVS sebesar 66,8% pada responden Bank Jateng, RSI Sultan Agung dan RSUP dr. Kariadi. Anggraini, menyatakan 88,5% responden mengalami keluhan CVS pada operator komputer PT. Bank Kalbar yang terbanyak dialami adalah astenopia, nyeri pada leher/bahu dan punggung serta mata kering sebesar 23,2%. Penelitian yang dilakukan Kusumawaty, et al, di PT. Bank Negara Indonesia - Makassar, menyatakan bahwa astenopia menjadi lebih berat dengan semakin banyaknya keluhan subjektif yang dialami seperti penurunan visus, dan terjadi peningkatan risiko mata kering. Untuk menghindari dari ketegangan dan kelelahan mata yang berpotensi menyebabkan CVS maka dapat diantisipasi dengan menjaga jarak ideal dari layar, memperhatikan durasi dalam menatap layar, melakukan istirahat rutin secara berkala, menggunakan layar anti silau dan menyesuaikan tingkat kecerahan sesuai dengan tempat kerja, dan berbagai rekomendasi lain mengenai tingkat pencahayaan dalam mengurangi keluhan ini di tingkat yang signifikan.

Hasil dari penelitian yang telah dilakukan, didapatkan bahwa gangguan kelelahan mata sering terjadi pada pekerja yang menggunakan komputer dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari. Penggunaan komputer dalam waktu lama akan berisiko mengakibatkan terjadinya CVS. National Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH) melaporkan bahwa 88% orang yang berinteraksi dengan komputer lebih dari 3 jam perhari akan mengalami gangguan kelelahan mata yang dapat berisiko terhadap terjadinya CVS. Berdasarkan teori dan data yang didapat mengenai CVS maka karya tulis ini ditujukan untuk dapat membantu dalam mengetahui dan mengantisipasi mengenai hubungan antara pencahayaan dengan kejadian CVS.

KONSEP PENCAHAYAAN

Menurut Illuminating Engineering Society of North America (2018), cahaya merupakan energi pancaran yang mampu memberi rangsangan pada retina manusia dan menciptakan sensasi visual. Sebagai kuantitas fisik, cahaya didefinisikan sebagai bagian dari spektrum elektromagnetik yang dirasakan oleh mata dengan rentang panjang gelombang antara 380 -- 780 nm (Zumtobel Lighting, 2018). Mata normal manusia dapat menerima spektrum cahaya dengan panjang gelombang antara 400 -- 700 nm. Spektrum tersebut mencakup beberapa warna, yaitu:

  1. Ungu (380 -- 450 nm)
  2. Biru (450 -- 495 nm)
  3. Hijau (495 -- 570 nm)
  4. Kuning (570 -- 590 nm)
  5. Jingga (590 -- 620 nm)
  6. Merah (620 -- 750 nm)

Terdapat 4 karakteristik dari cahaya saat sampai atau melewati suatu media, yaitu:

  1. Refleksi Cahaya akan dipantulkan saat cahaya yang merambat menyentuh suatu permukaan. Refleksi cahaya terdiri dari beberapa tipe, diantaranya specular, spread, diffuse, dan mixed.
  2. Refraksi Cahaya akan berbelok jika melewati atau menembus medium yang mempunyai kerapatan yang berbeda.
  3. Transmisi Cahaya dapat menembus beberapa jenis benda, seperti kaca dan plastik.
  4. Absorbsi Cahaya dapat menjadi tidak terlihat karena cahaya dapat diserap oleh beberapa material.

Pencahayaan merupakan media interaksi antara manusia dengan lingkungan yang membantu proses melihat keadaan lingkungan sekitar sehingga hal ini merupakan aspek yang harus diperhatikan oleh desainer pencahayaan. Cahaya sendiri dapat diukur menggunakan suatu alat yang dinamakan lux meter. Terdapat 4 parameter dasar yang digunakan dalam pencahayaan, yaitu:

  1. Luminous Flux, menggambarkan jumlah cahaya yang dipancarkan oleh sumber cahaya.
  2. Luminous Intensity, menggambarkan jumlah cahaya yang dipancarkan ke arah tertentu serta diukur dalam satu.
  3. Illuminance, menggambarkan jumlah atau kuantitas yang jatuh pada sebuah permukaan.
  4. Luminance, menggambarkan intensitas cahaya dari setiap permukaan dalam arah tertentu.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun