Al-Qur’an menuturkan:
“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung”, (QS. 3: 104).
Para mufasir berpendapat, makna kebajikan (al-khair) dalam ayat tersebut adalah Islam. Artinya, menyeru mengajak orang untuk mengikuti Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW.
Berdakwah memang tanggung jawab kita sebagai Mukmin, tetapi pelaksanaannya nggak boleh asal-asalan. Ingat, dalam berdakwah, ada kaidah umum yang harus kita patuhi yang telah ditetapkan Allah. Tujuannya adalah agar dakwah itu bisa diterima oleh objek dakwah kita dengan kesadaran dan hati yang lapang.
Coba perhatikan ayat berikut ini:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk”, (QS. 16: 125).
Di dalam ayat tersebut jelas bahwa berdakwah harus dengan hikmah dan pengajaran yang baik, kalaupun harus berdebat, berdebatlah dengan cara yang baik.
Berdebat bukan soal siapa yang menang dan siapa yang kalah, tetapi berdebat adalah tentang bagaimana kita menemukan kebenaran.
Itulah kebijaksanaan dakwah yang diserukan Al-Qur’an yang mesti kita implementasikan dalam berdakwah.
Narasi Al-Qur’an tentang kebijaksanaan dakwah itu menuntun kita agar memahami dan mengimplementasikan nilai-nilai keislaman secara komprehensif dan holistik. Oleh sebab itu, seorang da’i harus memiliki kapasitas pemahaman Islam yang mendalam dan mumpuni.
Di samping itu, seorang da’i juga harus mampu menjadi teladan yang baik bagi umat. Sebab, keteladanan ini lebih penting dari hanya sekadar retorika belaka. Jika seorang da’i hanya pandai beretorika saja, maka hanya menjadi bualan kosong saja tanpa adanya spirit pengamalannya.