PERANGKAP EKONOMI POLITIK BAGI DEMOKRASI INDONESIA
Â
ABDUL ROKHIM
Nim: 2113021002
ifa.ochim@gmail.com
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Gempol
Â
Â
Â
Abstrak
Perangkap ekonomi politik yang dihadapi oleh Indonesia dalam memperkuat sistem demokrasi merupakan tantangan kompleks yang perlu dianalisis secara mendalam. Artikel ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana dinamika ekonomi politik di Indonesia dapat berpotensi menghambat perkembangan demokrasi yang sehat dan inklusif. Analisis difokuskan pada tiga isu utama:Konsentrasi kekuasaan ekonomi dan politik di kalangan elit tertentu, yang dapat menggerus prinsip-prinsip kesetaraan dan akuntabilitas publik.Masih kuatnya dominasi kelompok kepentingan tertentu dalam pengambilan kebijakan, yang dapat mengesampingkan kepentingan masyarakat luas.Lemahnya sistem checks and balances antara cabang-cabang kekuasaan serta antara pemerintah dan masyarakat, yang dapat mengakibatkan penyalahgunaan kekuasaan. jurnal ini mengajukan beberapa rekomendasi kebijakan untuk memecahkan perangkap ekonomi politik tersebut, di antaranya: memperkuat pengawasan publik, mendorong desentralisasi kekuasaan, dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan yang berdampak pada kehidupan mereka. Upaya tersebut diharapkan dapat berkontribusi pada konsolidasi demokrasi yang lebih kokoh dan inklusif di Indonesia.
Kata Kunci :Ekonomi ,ekonomi politik,demokrasi.
1.PENDAHULUAN
Â
Indonesia telah mengalami perjalanan panjang dalam memperkuat sistem demokrasinya sejak runtuhnya rezim Orde Baru pada tahun 1998. Transisi menuju demokrasi yang lebih terbuka dan partisipatif telah membawa harapan baru bagi masa depan politik Indonesia. Namun, dalam perjalanannya, Indonesia juga dihadapkan pada berbagai tantangan yang mengancam konsolidasi demokrasi yang tengah berlangsung.
Salah satu tantangan utama yang dihadapi adalah perangkap ekonomi politik yang dapat menghambat perkembangan demokrasi yang sehat dan inklusif. Persoalan ini menjadi semakin kompleks karena keterkaitan erat antara kekuatan ekonomi dan politik di Indonesia.
Dominasi kelompok-kelompok ekonomi dan politik tertentu dalam pengambilan keputusan strategis sering kali menggeser kepentingan masyarakat luas. Hal ini dapat dilihat dari berbagai kebijakan publik yang cenderung lebih memihak pada kepentingan elit daripada memperjuangkan kesejahteraan rakyat secara adil dan merata.
Selain itu, lemahnya sistem checks and balances antara cabang-cabang kekuasaan serta antara pemerintah dan masyarakat juga dapat mendorong praktik penyalahgunaan kekuasaan demi kepentingan kelompok tertentu. Kondisi ini pada akhirnya dapat mengikis kepercayaan publik terhadap institusi demokrasi dan memperlemah fondasi demokrasi itu sendiri.
Oleh karena itu, penelitian ini akan mengkaji lebih mendalam mengenai dinamika ekonomi politik di Indonesia dan implikasinya terhadap konsolidasi demokrasi yang sedang berlangsung. Analisis dilakukan untuk memahami akar permasalahan dan mengajukan rekomendasi kebijakan yang dapat membantu memecahkan perangkap ekonomi politik bagi demokrasi Indonesia.
Demokrasi Indonesia telah melewati perjalanan panjang sejak reformasi 1998, yang menandai transisi dari rezim otoriter ke sistem politik yang lebih terbuka dan partisipatif. Meski demikian, konsolidasi demokrasi di Indonesia masih menghadapi tantangan yang kompleks, salah satunya terkait dengan dinamika ekonomi politik.
Perangkap ekonomi politik menjadi isu krusial karena dapat menghambat perwujudan demokrasi yang sehat dan inklusif. Konsentrasi kekuasaan ekonomi dan politik di kalangan elit tertentu cenderung menciptakan ketidaksetaraan dan mengesampingkan kepentingan masyarakat luas. Dominasi kelompok kepentingan dalam proses pengambilan kebijakan juga dapat mengikis akuntabilitas pemerintah terhadap rakyat.
Selain itu, lemahnya sistem checks and balances antara cabang-cabang kekuasaan serta antara pemerintah dan masyarakat sipil berpotensi memicu penyalahgunaan kekuasaan dan mengurangi partisipasi warga dalam proses demokrasi. Kondisi ini dapat memperparah kesenjangan ekonomi dan politik, serta mengikis kepercayaan publik terhadap institusi-institusi demokrasi.
Artikel ini akan mengkaji secara lebih mendalam bagaimana perangkap ekonomi politik tersebut dapat menghambat konsolidasi demokrasi di Indonesia. Analisis akan difokuskan pada tiga isu utama: konsentrasi kekuasaan ekonomi dan politik, dominasi kelompok kepentingan, serta lemahnya sistem checks and balances. Selanjutnya, artikel ini akan menawarkan beberapa rekomendasi kebijakan untuk memecahkan perangkap ekonomi politik tersebut.
Indonesia, sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, telah menjalani perjalanan panjang dalam membangun sistem politik yang lebih terbuka dan representatif. Sejak runtuhnya rezim Orde Baru pada tahun 1998, Indonesia telah mengalami berbagai kemajuan dalam hal demokratisasi, seperti pelaksanaan pemilu yang kompetitif, kebebasan pers, dan pembatasan kekuasaan pemerintahan.
Namun, di sisi lain, Indonesia juga dihadapkan pada berbagai tantangan dalam memperkuat demokrasi yang berkesinambungan. Salah satu tantangan yang paling krusial adalah perangkap ekonomi politik yang terjalin erat dengan dinamika demokratisasi di negeri ini. Konsolidasi kekuasaan ekonomi dan politik di kalangan elit tertentu, dominasi kelompok kepentingan dalam pengambilan kebijakan, serta lemahnya sistem checks and balances merupakan beberapa isu yang perlu mendapatkan perhatian serius.
Artikel ini bertujuan untuk mengkaji secara komprehensif bagaimana perangkap ekonomi politik tersebut dapat menghambat upaya memperkuat demokrasi yang inklusif di Indonesia. Analisis akan difokuskan pada tiga aspek utama, yaitu: (1) konsentrasi kekuasaan ekonomi dan politik; (2) dominasi kelompok kepentingan dalam pengambilan kebijakan; dan (3) kelemahan sistem checks and balances. Melalui analisis yang mendalam, artikel ini juga akan menawarkan sejumlah rekomendasi kebijakan untuk memecahkan permasalahan tersebut dan mendorong konsolidasi demokrasi yang lebih kokoh di Indonesia.
2.METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi literatur. Pengumpulan data dilakukan melalui penelusuran dan analisis terhadap sumber-sumber sekunder, termasuk jurnal ilmiah, buku, laporan penelitian, dan artikel berita terkait. Proses analisis data dilakukan melalui beberapa tahapan:
Identifikasi dan pengumpulan literatur yang relevan dengan topik perangkap ekonomi politik dalam konteks demokrasi di Indonesia. Literatur yang dikaji mencakup berbagai perspektif dari ilmu politik, ekonomi, dan sosiologi.
Analisis isi (content analysis) terhadap literatur yang telah dikumpulkan untuk mengidentifikasi pola, tema, dan isu-isu utama yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.
Sintesis dan interpretasi data untuk memahami dinamika ekonomi politik di Indonesia dan potensi dampaknya terhadap konsolidasi demokrasi.
Perumusan rekomendasi kebijakan berdasarkan analisis komprehensif terhadap temuan penelitian, dengan tujuan menawarkan solusi untuk mengatasi perangkap ekonomi politik yang menghambat perkembangan demokrasi yang sehat dan inklusif.
Pendekatan kualitatif dan studi literatur dipilih untuk memungkinkan eksplorasi yang mendalam terhadap kompleksitas isu ekonomi politik dan implikasinya bagi demokrasi di Indonesia. Melalui metode ini, diharapkan dapat diperoleh pemahaman yang lebih komprehensif mengenai permasalahan yang dikaji.
3. PEMBAHASANÂ
- Konsentrasi Kekuasaan Ekonomi dan Politik
- Salah satu tantangan utama bagi demokrasi di Indonesia adalah adanya konsentrasi kekuasaan ekonomi dan politik di kalangan elit tertentu. Selama rezim Orde Baru, terjadi kolaborasi erat antara kalangan bisnis dan penguasa politik, yang menciptakan oligarki kekuasaan. Meskipun rezim Orde Baru telah runtuh, praktik ini masih berlanjut dalam berbagai bentuk hingga saat ini.
- Kelompok-kelompok bisnis besar, terutama konglomerat dan perusahaan multinasional, seringkali memiliki pengaruh yang kuat dalam proses pengambilan kebijakan. Mereka dapat memanfaatkan relasi dekat dengan pejabat pemerintah untuk memperoleh akses istimewa, seperti kontrak, perizinan, dan berbagai fasilitas lainnya. Kondisi ini mengikis prinsip-prinsip kesetaraan dan akuntabilitas publik, serta menciptakan kesenjangan ekonomi yang semakin lebar.
- Selain itu, banyak politisi dan pejabat pemerintah yang terlibat dalam kepemilikan atau pengelolaan perusahaan bisnis. Hal ini menciptakan potensi konflik kepentingan yang dapat menyalahgunakan kekuasaan demi keuntungan pribadi atau kelompok tertentu. Praktik ini dapat menghambat proses pengambilan kebijakan yang berpihak pada kepentingan masyarakat luas.
- Dominasi Kelompok Kepentingan dalam Pengambilan Kebijakan
- Dinamika ekonomi politik di Indonesia juga ditandai dengan dominasi kelompok-kelompok kepentingan tertentu dalam proses pengambilan kebijakan. Berbagai organisasi bisnis, asosiasi profesi, dan kelompok penekan lainnya seringkali memiliki akses yang lebih besar untuk memengaruhi pembuatan kebijakan publik.
Kelompok-kelompok ini dapat memanfaatkan sumber daya, jaringan, dan pengaruh politiknya untuk mendorong kebijakan yang menguntungkan kepentingan mereka, meskipun tidak selalu sejalan dengan kepentingan masyarakat luas. Hal ini dapat menimbulkan distorsi dalam proses perumusan dan implementasi kebijakan, sehingga menghasilkan kebijakan yang tidak responsif terhadap kebutuhan publik.
Dominasi kelompok kepentingan tersebut juga dapat menyebabkan terjadinya "regulatory capture", di mana pembuat kebijakan cenderung mengakomodasi kepentingan industri atau kelompok tertentu daripada melindungi kepentingan publik yang lebih luas.
Kelemahan Sistem Checks and Balances
Salah satu fondasi penting bagi demokrasi adalah adanya sistem checks and balances yang efektif antara cabang-cabang kekuasaan, serta antara pemerintah dan masyarakat. Namun, di Indonesia, sistem ini masih menghadapi beberapa kelemahan yang dapat menghambat upaya memperkuat demokrasi.
Meskipun telah ada pemisahan kekuasaan antara legislatif, eksekutif, dan yudikatif, namun dalam praktiknya masih terdapat celah bagi penyalahgunaan kekuasaan. Misalnya, ada kecenderungan bagi cabang eksekutif untuk mendominasi dan mengintervensi cabang-cabang lainnya, sehingga mengurangi mekanisme saling mengawasi.
Selain itu, partisipasi dan pengawasan masyarakat terhadap proses pengambilan kebijakan masih relatif lemah. Hal ini dapat menyebabkan kurangnya transparansi dan akuntabilitas publik dalam pengelolaan negara. Kelemahan sistem checks and balances tersebut berpotensi menciptakan iklim di mana kekuasaan dapat disalahgunakan demi kepentingan kelompok tertentu, yang pada akhirnya dapat menghambat perkembangan demokrasi yang sehat dan inklusif.
Konsentrasi Kekuasaan Ekonomi dan Politik
Salah satu isu mendasar yang dihadapi Indonesia dalam memperkuat demokrasi adalah masalah konsentrasi kekuasaan ekonomi dan politik di kalangan elit tertentu. Sejak era transisi demokrasi pasca-Orde Baru, banyak pengamat yang mengidentifikasi adanya fenomena "oligarki" di Indonesia, di mana sekelompok kecil individu atau keluarga menguasai sumber-sumber ekonomi vital serta memiliki pengaruh besar dalam proses pengambilan keputusan politik (Winters, 2013; Robison & Hadiz, 2004).
Konsentrasi kekuasaan ini dapat menggerus prinsip-prinsip kesetaraan dan akuntabilitas publik yang menjadi pondasi demokrasi. Kelompok elit yang menguasai sumber daya ekonomi dan jaringan politik cenderung memanfaatkan kekuasaan mereka untuk mempertahankan dan memperluas pengaruh, seringkali dengan mengabaikan kepentingan masyarakat luas (Aspinall & Mietzner, 2014).
Berbagai studi menunjukkan bahwa dominasi ekonomi-politik kelompok elit di Indonesia telah menciptakan distorsi dalam distribusi kekayaan dan peluang, serta mempersulit upaya pemerintah untuk menjalankan program-program pembangunan yang adil dan inklusif (Robison & Hadiz, 2004; Aspinall, 2010). Hal ini pada akhirnya dapat memicu ketidakpuasan dan konflik di tengah masyarakat, yang berpotensi mengganggu stabilitas demokrasi.
Dominasi Kelompok Kepentingan dalam Pengambilan Kebijakan
Selain masalah konsentrasi kekuasaan, Indonesia juga dihadapkan pada isu dominasi kelompok kepentingan tertentu dalam proses pengambilan kebijakan publik. Kelompok-kelompok ini, yang seringkali terkait erat dengan elit ekonomi-politik, berupaya untuk mempengaruhi dan memanfaatkan kebijakan demi kepentingan mereka sendiri (Mietzner, 2012).
Contohnya, dalam sektor ekstraktif seperti pertambangan dan perkebunan, perusahaan-perusahaan besar yang memiliki koneksi politik kuat cenderung mendapatkan perlakuan istimewa dalam perizinan dan regulasi, bahkan pada beberapa kasus mengabaikan kepentingan masyarakat lokal (Aspinall, 2013). Fenomena ini dapat menyebabkan ketimpangan ekonomi, konflik sosial, dan degradasi lingkungan yang pada akhirnya merugikan masyarakat luas.
Dominasi kelompok kepentingan dalam pengambilan kebijakan juga dapat ditemukan di sektor-sektor lain, seperti regulasi perbankan, perpajakan, dan penetapan tarif publik. Kondisi ini menunjukkan bahwa proses demokrasi di Indonesia belum sepenuhnya berjalan secara terbuka dan responsif terhadap kepentingan rakyat.
Kelemahan Sistem Checks and Balances
Salah satu pilar penting dalam demokrasi adalah adanya sistem checks and balances yang efektif antara cabang-cabang kekuasaan (eksekutif, legislatif, dan yudikatif) serta antara pemerintah dan masyarakat. Namun, di Indonesia, sistem ini masih belum berfungsi secara optimal.
Misalnya, hubungan antara eksekutif dan legislatif masih diwarnai oleh tarik-menarik kepentingan, sehingga pengawasan legislatif terhadap kinerja pemerintah kerap kali tidak berjalan efektif. Selain itu, lembaga peradilan juga masih rentan terhadap intervensi kekuatan politik dan ekonomi, yang dapat mempengaruhi independensi dan integritas penegakan hukum (Mietzner, 2012).
Pada level masyarakat, partisipasi dan kontrol publik dalam proses pembuatan kebijakan juga masih terbatas. Keterbatasan ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti rendahnya literasi politik, minimnya akses informasi, serta dominasi kelompok-kelompok kepentingan tertentu dalam memengaruhi opini publik.
Lemahnya sistem checks and balances ini membuka peluang bagi penyalahgunaan kekuasaan oleh para aktor politik dan ekonomi, yang pada akhirnya dapat merugikan kepentingan rakyat dan menggerus sendi-sendi demokrasi.
4. KESIMPULANÂ
Berdasarkan pembahasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa perangkap ekonomi politik merupakan tantangan serius bagi konsolidasi demokrasi di Indonesia. Beberapa isu utama yang menjadi perhatian adalah:
Konsentrasi kekuasaan ekonomi dan politik di kalangan sekelompok elit tertentu, yang mengarah pada fenomena oligarki. Hal ini dapat menggerus prinsip-prinsip kesetaraan dan akuntabilitas publik dalam demokrasi.
Dominasi kelompok kepentingan dalam proses pengambilan kebijakan publik, di mana kepentingan kelompok-kelompok tertentu cenderung diutamakan daripada kepentingan masyarakat luas. Kondisi ini dapat memicu ketimpangan ekonomi, konflik sosial, dan degradasi lingkungan.
Kelemahan sistem checks and balances antara cabang-cabang kekuasaan serta antara pemerintah dan masyarakat. Hal ini membuka peluang bagi penyalahgunaan kekuasaan dan dapat merugikan kepentingan rakyat.
Perangkap ekonomi politik ini telah menyebabkan distorsi dalam distribusi kekayaan dan peluang, serta mempersulit upaya untuk mewujudkan pembangunan yang adil dan inklusif. Kondisi ini pada akhirnya dapat menggerus legitimasi demokrasi dan memicu ketidakpuasan di tengah masyarakat.
Oleh karena itu, diperlukan upaya sistematis dan berkelanjutan untuk memperkuat sistem demokrasi di Indonesia, termasuk melalui reformasi kelembagaan, peningkatan transparansi dan akuntabilitas, serta pemberdayaan masyarakat sipil. Hanya dengan cara ini, Indonesia dapat mengatasi perangkap ekonomi politik dan mewujudkan demokrasi yang lebih sehat dan inklusif bagi seluruh warga negara.
6, DAFTAR PUSTAKAÂ
Â
Aspinall, E. (2010). The irony of success. Journal of Democracy, 21(2), 20-34.
Aspinall, E. (2013). A nation in fragments: Patronage and neoliberalism in contemporary Indonesia. Critical Asian Studies, 45(1), 27-54.
Aspinall, E., & Mietzner, M. (2014). Indonesian politics in 2014: Democracy's close call. Bulletin of Indonesian Economic Studies, 50(3), 347-369.
Mietzner, M. (2012). Indonesia's democratic stagnation: Anti-reformist elites and resilient civil society. Democratization, 19(2), 209-229.
Robison, R., & Hadiz, V. R. (2004). Reorganizing power in Indonesia: The politics of oligarchy in an age of markets. Routledge.
Winters, J. A. (2013). Oligarchy and democracy in Indonesia. Indonesia, 96, 11-33.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI