Mohon tunggu...
Abdul Hakim
Abdul Hakim Mohon Tunggu... -

Mahasiswa IAIN Jember Jurusan Ekonomi Syariah | Jangan Pernah Menyerah dan Selalu Jalani Hidup dengan Semangat dan Penuh Keikhlasan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Makna Toleransi dalam Islam Terhadap Bangsa Indonesia yang Majemuk

17 Januari 2017   16:40 Diperbarui: 17 Januari 2017   19:02 17960
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Artinya: “Umar  pernah melihat pakaian yang dibeli seseorang lalu ia pun berkata pada Nabi SAW, ‘Belilah pakaian seperti ini, kenakanlah ia pada hari Jumat dan ketika ada tamu yang mendatangimu.’ Nabi SAW berkata, ‘Sesungguhnya yang mengenakan pakaian semacam ini tidak akan mendapatkan bagian sedikit pun di akhirat.’ Kemudian Rasulullah SAW didatangkan beberapa pakaian dan beliau pun memberikan sebagiannya pada Umar. Umar pun berkata, ‘Mengapa aku diperbolehkan memakainya sedangkan engkau tadi mengatakan bahwa mengenakan pakaian seperti ini tidak akan dapat bagian di akhirat?’ Nabi SAW menjawab, ‘Aku tidak mau mengenakan pakaian ini agar engkau bisa mengenakannya. Jika engkau tidak mau, maka engkau jual saja atau tetap mengenakannya.’ Kemudian Umar menyerahkan pakaian tersebut kepada saudaranya di Mekkah sebelum saudaranya tersebut masuk Islam. (H.R. Bukhari ke 2619).

Lihatlah contoh dari sahabat mulia Umar bin Khattab yang masih berbuat baik dengan memberi pakaian pada saudaranya yang non Muslim di kota Mekkah sebagai rangka dalam mengenalkan tentang Islam terhadap saudaranya tersebut sehingga dengan tujuan dapat tertarik dan mau mempelajari tentang agama Islam.

Toleransi yang ada dan berkembang di masyarakat saat ini sebenarnya ditawarkan dari orang-orang non Muslim. Mereka sengaja memberi selamat kepada kita di saat hari raya atau Idul Fitri, dengan tujuan nantinya kita juga mengucapkan selamat kepada mereka. Jika kita menelusuri dari sejarahnya prinsip toleransi yang demikian sudah ditawarkan oleh kafir Quraisy pada Nabi Muhammad SAW di masa silam. Ketika Al-Walid bin Mughirah, Al-‘Ash bin Wail, Al-Aswad Ibnul Muthallib, dan Umayyah bin Khalaf menemui Nabi Muhammad, mereka menawarkan pada beliau:

يا محمد ، هلم فلنعبد ما تعبد ، وتعبد ما نعبد ، ونشترك نحن وأنت في أمرنا كله ، فإن كان الذي جئت به خيرا مما بأيدينا ، كنا قد شاركناك فيه ، وأخذنا بحظنا منه . وإن كان الذي بأيدينا خيرا مما بيدك ، كنت قد شركتنا في أمرنا ، وأخذت بحظك منه

Artinya: “Wahai Muhammad, bagaimana kalau kami beribadah kepada Tuhanmu dan kalian (Muslim) juga beribadah kepada Tuhan kami. Kita bertoleransi dalam segala permasalahan agama kita. Apabila ada sebagaian dari ajaran agamamu yang lebih baik (menurut kami) dari tuntunan agama kami, kami akan amalkan hal itu. Sebaliknya, apabila ada dari ajaran kami yang lebih baik dari tuntunan agamamu, engkau juga harus mengamalkannya.” (Tafsir Al-Qurthubi, 14: 425).

Seperti itulah prinsip toleransi yang digelontorkan oleh kafir Quraisy di masa silam yang telah ada bahkan sejak zaman Nabi Muhammad SAW, sehingga Allah SWT pun menurunkan ayat:

قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ. لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ. وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ. وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَّا عَبَدتُّمْ. وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ. لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ

Artinya:”Katakanlah (wahai Muhammad) kepada orang-orang kafir, hai orang-orang yang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku.” (Q.S. Al-Kafirun ayat 1-6).

Jadi jika kita korelasikan antara prinsip kafir Quraisy tersebut di atas jangan heran, jika non Muslim sengaja memberi ucapan selamat pada perayaan Idul Fitri yang kita rayakan. Itu semua bertujuan supaya kita bisa membalas ucapan selamat di perayaan Natal mereka.

Jadi pada intinya makna toleransi secara Islam adalah dengan cara membiarkan orang-orang non Islam menjalankan ibadah dan merayakan hari-hari besar mereka, tanpa kita umat Islam mengganggu atau mengusiknya. Kita diperbolehkan untuk saling membantu dan bergaul dengan baik terhadap orang-orang non Muslim, namun bukan dalam hal ibadah melainkan dalam hubungan muamalah secara sosial humanis.

Kita seharusnya bersyukur dapat hidup di negara Indonesia ini, negara ini diliputi kedamaian di dalamnya, walaupun terdapat beberapa masalah terkait dengan berbagai sektor dalam kehidupan, seperti halnya sektor ekonomi, budaya, politik, dan bahkan agama. Namun semua masalah tersebut dapat diatasi dengan adanya hukum yang berlaku tegas di negara ini, oleh karena itu hukum yang tegas harus ditegakkan kepada siapa saja tanpa terkecuali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun