Mohon tunggu...
Abdul Hakim
Abdul Hakim Mohon Tunggu... -

Mahasiswa IAIN Jember Jurusan Ekonomi Syariah | Jangan Pernah Menyerah dan Selalu Jalani Hidup dengan Semangat dan Penuh Keikhlasan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Makna Toleransi dalam Islam Terhadap Bangsa Indonesia yang Majemuk

17 Januari 2017   16:40 Diperbarui: 17 Januari 2017   19:02 17960
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh    : Abdul Hakim

Tema   : Keislaman dan Kebangsaan

Seperti yang kita semua ketahui bahwasannya bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk, yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa, bahasa, budaya, dan agama. Dalam keadaan yang demikian ini diperlukan rasa persatuan dan kesatuan yang kuat antar sesama bangsa Indonesia, khususnya dalam hal agama diperlukan apa yang disebut dengan toleransi.Makna toleransi mempunyai peran yang sangat besar terhadap rasa nasionalisme dan kebangsaan dalam diri bangsa Indonesia. Namun, dikarenakan kita sebagai umat Muslim, maka makna toleransi dalam agama kita, yaitu agama Islam yang harus kita junjung tinggi dalam menjalankan apa yang kita sebut toleransi dalam makna Islam di kehidupan sehari-hari.

Agama kita, yaitu Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi keadilan. Keadilan bagi siapa saja, yaitu menempatkan sesuatu sesuai tempatnya dan memberikan hak sesuai dengan haknya. Begitu juga dengan toleransi dalam hal beragama. Menghadapi bangsa Indonesia yang majemuk, khususnya dalam hal agama, agama Islam melarang keras berbuat dhalim dengan agama selain Islam dengan merampas hak-hak mereka, hal ini sesuai dengan firman Allah SWT, yaitu:

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

Artinya: “Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (Q.S. Al-Mumtahah ayat 8).

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy rahimahullah menafsirkan dari ayat di atas bahwasannya Allah tidak melarang kita (umat Islam) dalam berbuat baik, menyambung silaturrahmi, membalas kebaikan, berbuat adil kepada orang-orang di luar Islam, baik dari keluarga kita maupun orang lain. Selama mereka (umat beragama selain Islam) tidak memerangi kita karena agama dan selama mereka tidak mengusir kita dari negeri kita, yaitu Indonesia, maka tidak mengapa kita menjalin hubungan yang baik dengan mereka, karena menjalin hubungan dengan mereka dalam keadaan seperti ini tidak ada larangan dan tidak ada kerusakan di dalamnya. Hal ini jika kita korelasikan dengan keadaan bangsa Indonesia saat ini, bahwasannya bangsa Indonesia walaupun masyarakatnya majemuk, tidak ada yang serta merta memerangi kita umat Islam secara terang-terangan dan tidak ada pula pengusiran secara jelas terhadap kita umat Muslim Indonesia dari orang-orang non Muslim.

Akan tetapi toleransi yang dimaksud oleh Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy rahimahullahdi atas adalah dalam hal berhubungan dengan sesama manusia atau hubungan sosial (hablu min nas) dan bukan dalam hal agama. Toleransi dalam makna agama Islam ada batasnya dan tidak boleh kebablasan terhadap orang-orang non Muslim atau orang-orang yang beragama lain selain Islam. Kita sebagai umat Islam tidak boleh semisal mengucapkan “selamat natal” dan menghadiri acara ibadah atau ritual agama lainnya. Karena jika sudah urusan agama, kita harus lebih mengenal batasan-batasan dalam toleransi itu sendiri.

Jika kita melihat fenomena dari bangsa kita, yaitu bangsa Indonesia, maka kita akan menemukan banyak fenomena-fenomena dalam hal toleransi di bidang agama yang kebablasan atau keterlaluan. Seperti halnya ketika hari raya Natal sebagian besar dari masyarakat Indonesia merayakan hari besar umat Nasrani tersebut, sampai pada memakai atribut-atribut umat Kristiani, seperti halnya topi natal, pohon natal, baju Santa, hingga jenggot Santa. Namun anehnya, banyak yang kita jumpai masyarakat Indonesia yang memakai atribut-atribut kaum Nasrani tersebut bukan hanya masyarakat yang berasal dari agama Nasrani saja, namun juga orang-orang yang berasal dari agama Islam.   

Kita tidak tahu, apakah ini makna tolerasi yang diajarkan di dunia pendidikan di tempat kita atau karena keberhasilan konspirasi non Muslim terhadap umat Islam. Kondisi semacam ini menandakan betapa kaum Muslimin telah berubah menjadi umat yang tanpa jati diri. Sampai atribut-atribut agama lainpun dibanggakan.

Barangkali inilah kejadian yang telah diingatkan oleh Rasulullah SAW tentang  kondisi umat Islam di akhir zaman. Kita sebagai umat Islam menjadi manusia yang labil dan mudah meniru umat lain. Dari Abu Said al-Khudri RA, Rasulullah SAW bersabda:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun