Mohon tunggu...
Abdul Hakim
Abdul Hakim Mohon Tunggu... -

Mahasiswa IAIN Jember Jurusan Ekonomi Syariah | Jangan Pernah Menyerah dan Selalu Jalani Hidup dengan Semangat dan Penuh Keikhlasan

Selanjutnya

Tutup

Money

Keberkahan Rezeki

3 Desember 2016   16:29 Diperbarui: 3 Desember 2016   16:57 617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh    : Abdul Hakim

Tema   : Etika Mencari Harta dan Ekonomi

Kita sering kali berdoa untuk mendapatkan keberkahan, baik dalam hal usia, keluarga, usaha, maupun dalam harta benda atau kekayaan, dan lain-lainnya. Akan tetapi, pernahkah kita bertanya dalam diri kita sendiri seperti apakah sebenarnya yang dimaksud dengan keberkahan itu? Dan bagaimana untuk memperoleh keberkahan dalam hidup?

Apakah keberkahan itu hanya berwujud jamuan makanan yang kita bawa pulang saat ada acara-acara tertentu? Atau apakah keberkahan itu hanya milik para kyai, tukang ramal, atau para juru kunci kuburan? Sehingga bila salah seorang memiliki suatu tujuan yang ingin ia capai secara instan, ia datang kepada mereka agar cita-citanya cepat tercapai?

Bila kita mempelajari dengan sebenarnya-benarnya, baik melalui ilmu bahasa Arab maupun melalui dalil-dalil dalam Al-Qur’an dan Sunnah atau Hadits, kita akan mendapatkan bahwa kata al-barakah memiliki kandungan dan pemahaman yang sangat luas maknanya dan agung di dalamnya. Secara ilmu dalam bahasa Arab, karena memang kata berkah berasal dari bahasa Arab, al-barakah berarti berkembang, bertambah, dan kebahagian. Imam An-Nawawi Rahimahullah berkata: “Asal makna keberkahan, adalah kebaikan yang banyak dan abadi.”

Untuk mendapatkan keberkahan dalam hidup ini secara umum  dan dalam mencari rezeki secara khusus, terdapat dua syarat yang mesti dipenuhi oleh kita sebagai umat Muslim, yaitu:

Pertama, beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Inilah syarat pertama dan terpenting agar rezeki kita diberkahi Allah Subhanahu wa Ta’ala, yaitu dengan merealisasikan  atau mewujudkan keimanan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Artinya: “Andaikata penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi. Tetapi, mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Q.S. Al-A’raf ayat 96).

Itulah balasan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala bagi hamba-hamba-Nya yang beriman dan sekaligus menjadi penjelas bahwa orang yang kufurkepada Allah Subhanahu wa Ta’ala niscaya tidak akan pernah merasakan keberkahan dalam kehidupannya. Oleh karena itu kita harus memulai dari diri kita sendiri bahwasannya kita harus senantiasa di setiap waktu beriman kepada Allah SWT dalam setiap keadaan yan kita hadapi. Jangan sampai diri kita terbuai atau tertipu oleh kehidupan dunia yang fana sehingga lupa bersyukur kepada Allah SWT dalam setiap rezeki yang kita peroleh yang datangnya dari Allah SWT.

Di antara perwujudan iman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berkaitan dengan rezeki atau penghasilan, adalah senantiasa yakin dan menyadari bahwa setiap rezeki apapun yang kita peroleh merupakan karunia dan kemurahan Allah SWT untuk kita sebagai umat Muslim, bukan semata-mata jerih payah atau kepandaian kita sehingga kita dapat memperleh rezeki tersebut. Yang demikian itu, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menentukan kadar rezeki bagi setiap manusia semenjak manusia itu masih berada dalam kandungan ibunya. Sehingga kita tidak boleh sombong dan semena-mena terhadap pemberian tersebut, walaupun demikian kita tetap diwajibkan berusaha dalam memperoleh rezeki.

Ketika kita renungi diri dan negeri kita, fakta yang ada dapat menunjukkan buktinya, bahwa setiap kali kita mendapatkan suatu keberkahan, maka kita lupa untuk membumi dan merasa keberhasilan itu karena kehebatan dari dalam diri kita. Dan sebaliknya, setiap terjadi kegagalan atau bencana yang menimpa diri kita, maka kita menuduh alam sebagai penyebabnya dan melupakan Allah Subhanahu wa Ta’ala bahkan menyalahkan-Nya sebagai akibat kegagalan tersebut.

Jika sudah demikian, maka masih mungkinkah Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberkahi kehidupan kita di dunia? Bukankah pola pikir semacam ini yang telah menyebabkan Qarun mendapatkan adzab dengan ditelan oleh bumi? Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَىٰ عِلْمٍ عِنْدِي ۚ أَوَلَمْ يَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ أَهْلَكَ مِنْ قَبْلِهِ مِنَ الْقُرُونِ مَنْ هُوَ أَشَدُّ مِنْهُ قُوَّةً وَأَكْثَرُ جَمْعًا ۚ وَلَا يُسْأَلُ عَنْ ذُنُوبِهِمُ الْمُجْرِمُونَ

Artinya: “Qarun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku." Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka.” (Q.S. Al-Qashas ayat 78).

Perwujudan bentuk yang lain dalam hal keimanan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala berkaitan dengan rezeki, yaitu kita usahakan untuk selalu menyebut nama Allah Subhanahu wa Ta’ala ketika hendak menggunakan salah satu kenikmatan-Nya, misalnya ketika kita makan dari hasil karunia Allah SWT. Hal ini berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW:

عن عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أن النبي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كان يَأْكُلُ طَعَاماً في سِتَّةِ نَفَرٍ من أَصْحَابِهِ فَجَاءَ أعرابي فَأَكَلَهُ بِلُقْمَتَيْنِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَمَا إِنَّهُ لَوْ كَانَ ذَكَرَ اسْمَ اللَّهِ لَكَفَاكُمْ. رواه أحمد والنَّسائي وابن حبان

Artinya: “Dari Sahabat Aisyah Radhiyallah ‘anha, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pada suatu saat sedang makan bersama enam orang sahabatnya, tiba-tiba datang seorang Arab badui, lalu menyantap makanan beliau dalam dua kali suapan (saja). Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Ketahuilah seandainya ia menyebut nama Allah (membaca Bismillah), niscaya makanan itu akan mencukupi kalian.” (H.R. Ahmad, An-Nasa’i, dan Ibnu Hibban).

Pada hadits lain, Nabi SAW bersabda:

يقال للأرض: أنبتي ثمرتك وردي بركتك، فيومئذ تأكل العصابة من الرمانة، ويستظلون بقحفها، ويبارك في الرِّسْلِ، حتى إن اللقحة من الإبل لتكفي الفئام من الناس، واللقحة من البقر لتكفي القبيلة من الناس، واللقحة من الغنم لتكفي الفخذ من الناس. رواه مسلم

Artinya: “Akan diperintahkan (oleh Allah) kepada bumi: tumbuhkanlah buah-buahanmu dan kembalikan keberkahanmu, maka pada masa itu, sekelompok orang akan merasa cukup (menjadi kenyang) dengan memakan satu buah delima dan mereka dapat berteduh di bawah kulitnya. Dan air susu diberkahi, sampai-sampai sekali peras seekor unta dapat mencukupi banyak orang, dan sekali peras susu seekor sapi dapat mencukupi manusia satu kabilah, dan sekali peras, susu seekor domba dapat mencukupi satu cabang kabilah.” (H.R. Imam Muslim).

Dari hadits di atas kita dapat mengetahui bawasannya apabila bumi telah diperintahkan oleh Allah SWT untuk mengembalikan keberkahannya, maka dari bumi itu dalam suatu negeri akan terdapat berbagai macam keberkahan. Segala macam ciptaan Allah SWT yang terdapat di bumi mampu mencukupi segala kebutuhan dalam kehidupan manusia walaupun dengan jumlah yang sedikit. Namun untuk mewujudkan hal tersebut keimanan diri kita masing-masing sangat dibutuhkan, sehingga menjadi pribadi Muslim yang selalu bersyukur atas nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT dalam setiap saat di bumi ini.

Kedua, amal shalih.Yang dimaksud dengan amal shalih, adalah dengan menjalankan perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya sesuai dengan syariat yang diajarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Inilah hakikat ketakwaan yang menjadi syarat datangnya keberkahan sebagaimana ditegaskan pada surat Al-A’raf ayat 96 di atas. Tatkala Allah Subhanahu wa Ta’ala menceritakan tentang Ahlul Kitab yang hidup pada zaman Nabi Muhammad SAW, Allah SWT berfirman:

وَلَوْ أَنَّهُمْ أَقَامُوا التَّوْرَاةَ وَالْإِنْجِيلَ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِمْ مِنْ رَبِّهِمْ لَأَكَلُوا مِنْ فَوْقِهِمْ وَمِنْ تَحْتِ أَرْجُلِهِمْ ۚ مِنْهُمْ أُمَّةٌ مُقْتَصِدَةٌ ۖ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ سَاءَ مَا يَعْمَلُونَ

Arinya: “Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat dan Injil dan (Al-Quran) yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas dan dari bawah kaki mereka. Di antara mereka ada golongan yang pertengahan. Dan alangkah buruknya apa yang dikerjakan oleh kebanyakan mereka.” (Q.S. Al-Ma’idah ayat 66).

Para ulama tafsir menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan “mendapatkan makanan dari atas dan dari bawah kaki”, adalah Allah SWT akan meielimpahkan kepada mereka rezeki yang sangat banyak, baik berasal dari langit dan dari bumi, sehingga manusia akan mendapatkan kecukupan rezeki dan berbagai kebaikan di dunia, tanpa susah payah, capek, dan tanpa adanya tantangan atau berbagai hal yang mengganggu dalam ketentraman hidup mereka.

Di antara contoh nyata dari keberkahan harta orang yang beramal shalih, adalah kisah Nabi Khidir dan Nabi Musa bersama dua orang anak kecil yang yatim piatu. Pada kisah tersebut, Nabi Khidir mendirikan kembali tembok pagar yang hendak roboh agar dapat menjaga harta warisan yang dimiliki dua orang anak kecil yatim piatu tersebut dan terpendam di bawah pagar tersebut, sehingga tidak nampak dan tidak bisa diambil oleh orang lain.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنْزٌ لَهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَنْ يَبْلُغَا أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنْزَهُمَا رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ ۚ وَمَا فَعَلْتُهُ عَنْ أَمْرِي ۚ ذَٰلِكَ تَأْوِيلُ مَا لَمْ تَسْطِعْ عَلَيْهِ صَبْرًا

“Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang shalih, maka Rabbmu menghendaki agar mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Rabbmu dan bukanlah Aku melakukannya itu menurut kemauan-Ku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.” (Q.S. Al-Kahfi ayat 82).

Menurut penjelasan para ulama tafsir, ayah yang dinyatakan dalam ayat di atas sebagai ayah yang shalih itu bukan ayah kandung dari kedua anak kecil tersebut. Akan tetapi, orang tua itu adalah kakeknya yang ketujuh, yang semasa hidupnya berprofesi sebagai tukang tenun. Ibnu Katsir Rahimahullah berkata, “Pada kisah ini terdapat dalil bahwa anak keturunan orang shalih akan dijaga dan keberkahan amal shalihnya akan meliputi mereka di dunia dan di akhirat. Dia (Allah SWT) akan memberi syafaat kepada mereka dan derajatnya akan diangkat ke tingkatan tertinggi, agar orang tua mereka menjadi bangga, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an dan Sunnah.

Sebaliknya, bila seseorang enggan beramal shalih atau bahkan malah berbuat kemaksiatan di dunia ini, maka yang akan dia petik juga kebalikan dari apa yang telah disebutkan di atas, yaitu ia akan tercegah dari rezeki yang seharusnya ia terima, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

(إن الرَّجُلَ لَيُحْرَمُ الرِّزْقَ بِالذَّنْبِ يُصِيبُهُ (رواه أحمد وابن ماجة والحاكم وغيرهم

Artinya: “Sesungguhnya seseorang dapat saja tercegah dari rezekinya akibat dari dosa yang ia kerjakan.” (H.R. Ahmad, Ibnu Majah, Al-Hakim, dan lain-lain).

Membusuknya daging dan basinya suatu makanan, sebenarnya menjadi salah satu akibat buruk yang harus ditanggung manusia. Rasulullah SAW menyebutkan bahwa itu semua terjadi akibat perbuatan dosa umat manusia, yaitu dari Bani Israil. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

(لَوْلَا بَنُو إِسْرَائِيلَ لَمْ يَخْبُثْ الطَّعَامُ وَلَمْ يَخْنَزْ اللَّحْمُ (متفق عليه

“Seandainya kalau bukan karena ulah Bani Israil, niscaya makanan tidak akan pernah basi dan daging tidak akan pernah membusuk.” (Muttafaqun ‘alaih).

Para ulama menjelaskan bahwasannya ketika Bani Israil diberi rezeki oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala berupa burung-burung salwa (semacam burung-burung puyuh) yang datang dan dapat mereka tangkap dengan mudah pada setiap pagi hari, mereka dilarang untuk menyimpan daging-daging burung tersebut oleh Allah SWT. Setiap pagi hari, mereka hanya dibolehkan untuk mengambil daging yang akan mereka makan pada hari tersebut atau sesuai dengan kebutuhan mereka pada hari tersebut. Akan tetapi, mereka (Bani Israil) melanggar perintah Allah tersebut dan mengambil daging burung salwa itu dalam jumlah yang melebihi kebutuhan mereka pada hari itu, untuk mereka simpan. Akibat perbuatan mereka ini, Allah SWT menghukum mereka, sehingga daging-daging yang Bani Israil simpan tersebut menjadi busuk dan tidak dapat mereka makan lagi.

Ketika dua syarat untuk mencapai keberkahan rezeki telah terpenuhi, maka selanjutnya yang kita lakukan adalah melakukan amal shalih yang dapat mendatangkan keberkahan rezeki dalam kehidupan kita, diantaranya yaitu:

1. Mensyukuri segala nikmat: Tidak ada kenikmatan apapun wujudnya yang dirasakan manusia, melainkan datangnya dari Allah SWT. Atas dasar itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala mewajibkan manusia untuk senantiasa bersyukur kepada-Nya. Dengan cara senantiasa mengingat bahwasanya kenikmatan tersebut datang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang kemudian dilanjutkan mengucapkan Hamdalahsebagai manifestasi rasa syukur, dan selanjutnya menafkahkan sebagian kekayaannya di jalan-jalan yang diridhai oleh Allah SWT.

2. Membayar zakat (sedekah): Baik zakat yang sifatnya wajib maupun sunnah (sedekah) merupakan salah satu amalan yang menjadi faktor yang dapat menyebabkan turunnya keberkahan dalam kehidupan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ ۗ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ

Artinya: ”Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa.” (Q.S. Al-Baqarah ayat 276).

Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa Sallam bersabda yang artinya: “Tiada pagi hari melainkan ada dua malaikat yang turun, kemudian salah satunya berkata (berdoa): ”Ya Allah, berilah pengganti bagi orang yang berinfak”, sedangkan yang lain berdoa: ”Ya Allah, limpahkanlah kepada orang-orang yang kikir (tidak berinfak) kehancuran.” (Muttafaqun ’alaih).

3. Bekerja mencari rezeki dengan hati yang qana’ah, tidak dipenuhi ambisi dan serakah: Sifat qana’ah dan lapang dada dengan pembagian dari Allah SWT, merupakan suatu kelebihan dan kekayaan yang tidak ada bandingannya. Dengan jiwa yang dipenuhi dengan qana’ah dan keridhaan dengan segala rezeki yang Allah SWT turunkan untuknya, maka keberkahan akan datang kepadanya.

4. Bertaubat dari segala perbuatan dosa: Sebagaimana perbuatan dosa menjadi salah satu penyebab terhalangnya rezeki dari pelakunya, maka sebaliknya, obatnya adalah taubat dan istighfar yang merupakan salah satu faktor yang dapat mendatangkan rezeki dan keberkahannya.

5. Menyambung tali silaturahmi: Di antara amal shalih yang akan mendatangkan keberkahan dalam hidup, yaitu menyambung tali silaturahmi antar saudara sesama Muslim. Ini merupakan upaya menjalin hubungan baik dengan setiap orang yang terkait hubungan nasab dengan kita.

6. Mencari rezeki dari jalan yang halal:Merupakan syarat mutlak bagi terwujudnya keberkahan harta, adalah memperolehnya dengan jalan yang halal, sehingga diridhai oleh Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda:

لاَ تَسْتَبْطِئُوْا الرِّزْقَ فَإِنَّهُ لَمْ يَكُنْ عَبْدٌ يَمُوْتُ حَتَّى يُبَلِّغُهُ آخِر رِزْقَ هُوَ لَهُ فَاتَّقُوْا اللهَ وَأَجْمِلُوْا فِي الطَّلَبِ مِنَ الْحَلاَلِ وَتَرْكُ الْحَرَامِ

Artinya: ”Janganlah kamu merasa bahwa rezekimu datang terlambat. Karena sesungguhnya, tidaklah seorang hamba akan meninggal, hingga telah datang kepadanya rezeki terakhir (yang telah ditentukan) untuknya. Maka, tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rezeki, yaitu dengan mengambil yang halal dan meninggalkan yang haram.” (H.R. Abdurrazaq, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim).

Perlu kita ketahui bahwasannya setiap rezeki yang berkah adalah merupakan karunia dari Allah SWT, oleh karena itu kita harus senantiasa bersyukur kepada Allah SWT atas setiap rezeki yang kita dapatkan dan kita tidak boleh sombong atau lupa kepada Allah SWT atas setiap keberkahan rezeki yang kita peroleh. Dengan dua syarat yang dijelaskan di atas, yaitu beriman kepada Allah SWT dan beramal shaleh InsyaAllah rezeki ang kita dapatkan adalah rezeki yang diberkahi oleh Allah SWT.

Sebagai manusia kita memang diharuskan berikhtiar terlebih dahulu dengan segala kemampuan yang kita miliki dan menyerahkan hasilnya yang disertai dengan keimanan dan doa kepada Allah SWT. Rezeki yang berkah bukanlah semata-mata berbentuk rezeki atau harta yang jumlahnya banyak, namun rezeki yang berkah adalah dengan harta yang jumlahnya tidak seberapa banyak namun dapat memenuhi segala kebutuhan kita di dunia ini. Akan menjadi percuma jika kta memiliki harta yang banyak namun tidak berkah, sehingga Allah SWT akan senantiasa memberikan cobaan atau musibah yang menghabiskan harta tersebut. Perlu diingat pula bahwa dalam menghitung rezeki yang diberikan oleh Allah tidak ada rumusnya, dikarenakan hal tersebut mengalir begitu saja dalam setiap kehidupan kita.

Semoga apa yang kita lakukan di dunia ini, terutama dalam mencari rezeki senantiasa diberkahi oleh Allah SWT dan kita juga senantiasa berada dalam lindungan-Nya, sehingga dapat membuat kehidupan kita menjadi bahagia baik di dunia dan di akhirat kelak. 

Ditulis oleh: Abdul Hakim

Kelas: ES4

Jurusan: Ekonomi Syariah

Fakultas: Ekonomi dan Bisnis Islam 

IAIN Jember.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun