Berangkat kerja kita terburu-buru, pulang kerja juga kita terburu-buru, makan siang kita juga demikian terburu-buru, dilampu merah juga kita terburu-buru, dalam berdoa pun kita terburu-buru, bahkan yang paling parah dalam hal sholat pun kita terburu-buru. Sifat-sifat tersebut merupakan bukti dari Al-Qur'an surah Al-Isra' (17) ayat 11:
وَكَانَ الْإِنْسَانُ عَجُولًا
Artinya: "Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa."
Hanya mati yang tidak seorangpun di dunia ini ingin terburu-buru. Saking takutnya akan kurangnya harta untuk kebutuhan kita dan keluarga, sampai-sampai kita hitung-hitungan dalam bersedekah, sementara اَللّهُ dzat yang memberikan kita rezeki tidak pernah hitung-hitungan dalam memberi rezeki kepada kita. Hal ini merupakan bukti dari firman Allah Subhanaahu Wata’ala:
الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاءِ
"Setan menakut-nakuti kamu dengan kemiskinan dan menyuruh berbuat kikir." (Q.S. Al-Baqoroh (2) ayat 268).
Berlomba-lomba secara sehat dalam mencari rezeki atau harta bukan merupakan sikap tercela dihadapan Allah SWT, tetapi dengan menempuh cara yang benar dan usaha yang halal. Terlebih lagi beribadah sambil berusaha pun dibolehkan. Allah Subhaanahu Wata’ala berfirman:
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya: “Dan apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (Q.S. Al Jum’ah ayat 10).
Tentang makna firman Allah “maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah” salah seorang ahli tafsir yaitu Imam Al-Qurthubi rahimahullah menjelaskan, “apabila kalian (umat Muslim) telah menunaikan shalat Jumat, maka bertebaranlah kalian di muka bumi untuk berdagang, berusaha, dan memenuhi berbagai kebutuhan hidup kalian (mencari harta).”
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam juga pernah berkata kepada Sa’ad bin Abi Waqqash Radhiyallahu ‘Anhu, “Sesungguhnya bila kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan berkecukupan, hal (itu) lebih baik daripada kamu meninggalkan mereka dalam keadaan kekurangan dan menjadi beban orang lain.” (Muttafaq Alaihi). Islam sebagai suatu agama tidak mengizinkan semua bentuk ketergantungan hidup kepada orang lain. Karena orang yang malas dalam bekerja akan menelantarkan keluarga dan meninggalkan kewajibannya dengan dalih tawakkal, sehingga hidupnya menjadi benalu yang selalu bergantung bagi orang lain dan keluarganya dalam kondisi kesusahan akibat perbuatannya tersebut. Orang yang beretika tidak akan rela kehilangan harga dirinya hanya karena kemalasan dengan perisai kata-kata tawakkal yang dibaliknya dipenuhi dengan perilaku kemalas-malasan sehingga menjadi gelandangan atau pengemis.