Artinya: Dari Jabir bin Abdullah R.A. berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Wahai manusia, bertakwalah kepada Allah dan berbuatlah baik dalam mencari harta karena sesungguhnya jiwa manusia tidak akan puas atau mati hingga terpenuhi rezekinya walaupun ia telah mampu mengendalikannya (mengekangnya), maka bertakwalah kepada Allah SWT dan berbuat baiklah dalam mencari harta, ambillah yang halal dan tinggalkan yang haram.” (H.R. Ibnu Majah).
Dalam hadits lainnya Rasulullah SAW juga bersabda:
إِنَّ التُّجَّارَ هُمُ الْفُجَّارُ
Artinya: “Para pedagang itu kebanyakannya adalah orang-orang fajir.” (H.R. Ahmad, dinyatakan shahih oleh Al-Albani).
Dalam hadits diatas maksud dari pedagang yang fajir adalah pedagang yang tidak mengindahkan rambu-rambu atau adab-adab syariat Islam dalam melakukan muamalah atau dalam rangka mencari harta. Sehingga dapat tersesatkan ke dalam larangan-larangan dalam bermuamalah, seperti halnya berbohong, berkhianat, dan bersumpah palsu untuk melariskan barang dagangannya kepada orang lain. Allah Maha Mengetahui akan sifat-sifat manusia yang tidak akan pernah puas akan harta dunia, oleh karena itu Allah SWT memerintahkan agar para manusia bertakwa, karena hanya dengan bertakwalah sifat-sifat serakah manusia dapat dikekang atau dikurangi. Karena itu pula Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memuji pedagang Muslim yang jujur dan bertakwa dalam mencari harta. Abu Sa’id Al-Khudri Radhiyallahu ‘Anhu meriwayatakan bahwasannya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
التَّاجِرُ الصَّدُوْقُ مَعَ النَّبِيِّيْنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ
Artinya: “Pedagang yang jujur lagi terpercaya akan bersama para nabi, kaum shiddiq, dan para syuhada.” (H.R. At-Tirmidzi, Al-Hakim, dan Ad-Darimi). Jadi dalam hal ini kejujuran dan amanah merupakan hasil dari ketakwaan dalam diri kita. Jika pada dasarnya diri kita sudah tidak beriman maka tentu saja akan mudah bagi kita dalam menipu dan juga berbohong kepada para pembeli atau kepada orang lain seperti halnya orang yang tidak berdosa sama sekali.
Sebagian orang-orang Muslim modern masa kini ada yang berprinsip “mencari harta sebanyak-banyaknya terlebih dahulu meski dengan cara-cara yang bathil dan haram, sepert halnyai korupsi, suap-menyuap, penipuan, dan kecurangan-kecurangan lainnya.” Jika sesudah itu terkumpul harta yang banyak, barulah berbuat baik seperti halnya bersedekah dan sebagainya. Prinsip dan anggapan yang seperti ini sudah jelas salah. Sebab Allah Subhaanahu Wata’ala tidak akan menerima kebaikan-kebaikan yang dilakukan seseorang terlebih lagi dia adalah seorang Muslim melalui cara-cara atau metode-metode yang tidak baik, bahkan kita akan memperoleh dosa karena hal tersebut. Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu meriwayatkan, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
مَنْ جَمَعَ مَالاً حَرَامًا ثُمَّ تَصَدَّقَ بِهِ لمَ ْيَكُنْ لَهُ فِيْهِ أَجْرٌ وَ كَانَ إِصْرُهُ عَلَيْهِ
“Barangsiapa mengumpulkan harta haram kemudian menyedekahkannya, maka ia tidak memperoleh pahala darinya dan dosanya terbebankan pada dirinya.” (Shahih At-Targhib wa At-Tarhib).
Jika sudah dijelaskan demikian, pertanyaan besarnya adalah apa ada yang salah dengan cara orang modern dalam mencari harta pada zaman kini? Orang-orang tua kita terdahulu dapat terus hidup tanpa banyak alat bantu dan tetap tenang menikmati dan menjalani hidupnya. Sementara kita pada masa modern saat ini yang sudah dilengkapi dengan mesin cuci, kompor gas, Hand Phone, laptop, kendaraan, televisi, E-mail, Facebook, Twitter, Ipad, ruangan ber AC dan lain-lain yang seharusnya dapat mempermudah kita dalam menjalani hidup sehari-hari ini, namun ternyata tidak demikian, sampai-sampai tidak sempat diri kita menikmati hidup karena semuanya dilakukan dengan serba terburu-buru.