Franois Valentijn (1666--1727), misionaris, naturalis dan penulis buku terkenal "Oud en Nieuw Oost-Indin" mengatakan bahwa Hoamoal merupakan daerah cengkih terkaya. Daerah ini sering didatangi oleh para saudagar Nusantara untuk mengambil cengkih. Â
Guna mengendalikan produksi dan perdagangan cengkih, Belanda melakukan pemusnahan pohon-pohon cengkih di Seram, lalu serentak menanam cengkih sebanyak mungkin di Leitimor dan pulau-pulau Ulias.
Kalau Hoamoal sudah tidak menghasilkan cengkih, maka saudagar-saudagar Nusantara tidak akan ke sana lagi. Penduduknya perlahan jatuh miskin dan mengungsi ke tempat lain. Itulah tujuan Belanda, kata Keuning (1973).
Pemusnahan cengkih
Produksi cengkih di Jazirah Hoamual mendapat perhatian dari Belanda. Gubernur van Speult menyediakan tentara, amunisi, dan persediaan makanan dalam jumlah besar untuk menaklukkan Hoamoal, memusnahkan semua pohon cengkih, dan mengusir penduduknya. Â
Setiap kampung diwajibkan menyediakan laki-laki dan perahu korakora. Biaya pembuatan dan perawatannya menjadi tanggung jawab penduduk setempat. Ekspedisi ini ditambah dengan ekspedisi penghancuran dan pengawasan berkala, atau biasa dikenal dengan hongitochten. Belanda mempekerjakan orang Alifuru dari Pulau Seram (Sahulau, Someit, Sissiulu, dan Tanunu), orang Ambon Kristen, dan orang Cina, tulis Bartels (2017).
Pada 14 Mei 1625, van Speult dan Jan van Gorcum menggunakan 5 kapal, beberapa sekoci, dan 26 korakora dengan awak 900 prajurit dan kelasi berkulit putih serta 2.000 orang Ambon dari Leitimor dan pulau-pulau Ulias menuju Hoamoal. Di mana ada pohon cengkih, kelapa, dan sagu ditebang atau dikupas kulitnya. Perahu-perahu dirusak agar tidak dapat digunakan. Pelayaran ini selama enam minggu. Hasilnya, tidak kurang 65.000 pohon cengkih dimusnahkan.
Kendati pun demikian, usaha tersebut tidak berhasil menghabiskan seluruh cengkih di Hoamoal. Masih banyak perkebunan di pedalaman yang sulit dijangkau  sehingga lolos dari pemusnahah. Mungkin ini yang kelak disebut "cengkih Hoamual".
Setelah peristiwa tersebut, penduduk Hoamual menanam pohon cengkih kembali. Kapal-kapal yang datang dari Makassar ke sana pun semakin banyak. Mereka membeli cengkih dengan harga lebih tinggi dari Belanda. Mereka bekerja sama dengan saudagar Inggris, Denmark, dan Portugis di Makassar.
Belanda melakukan pemusnahan cengkih di Hoamual. Setiap tahun perahu-perahu hongi dikirm ke Seram untuk memusnahkan pohon cengkih dan buah-buahan, membakar perkampungan, dan merampas sumber pencaharian penduduk setempat.