Akad ijarah merupakan salah satu akad yang banyak digunakan dalam Perbankan Syariah untuk mendukung berbagai transaksi yang berorientasi pada sewa-menyewa atau jasa. Dalam terminologi fiqh Islam, ijarah berarti memberikan manfaat tertentu kepada pihak lain dengan imbalan pembayaran atau kompensasi. Konsep ini memiliki akar yang kuat dalam hukum Islam dan diaplikasikan dengan adaptasi tertentu dalam sistem perbankan syariah modern.Â
Pengertian Akad Ijarah dan Prinsip Syariah
Secara harfiah, ijarah berarti "upah" atau "sewa," sementara dalam konteks hukum Islam, akad ijarah adalah perjanjian antara dua pihak, di mana pihak pertama menyewakan barang atau jasanya kepada pihak kedua untuk jangka waktu tertentu dengan biaya yang telah disepakati. Dalam perbankan syariah, akad ini dapat digunakan untuk pembiayaan aset atau jasa yang tidak memungkinkan adanya kepemilikan langsung dalam transaksi, misalnya pembiayaan alat berat, kendaraan, properti, atau bahkan pendidikan.
Prinsip dasar akad ijarah meliputi:
1.Objek akad
 Objek ijarah harus halal, jelas manfaatnya, dan dapat diserahkan kepada penyewa (musta'jir).
2.Kesepakatan harga
Besaran pembayaran harus disepakati oleh kedua belah pihak tanpa adanya unsur gharar (ketidakpastian).
3.Jangka waktu
Durasi akad ijarah harus jelas dan tercantum dalam kontrak.
4.Kondisi barang
Barang yang disewakan harus dalam kondisi baik sehingga dapat digunakan sebagaimana mestinya.
Akad ijarah berlandaskan pada ayat Al-Qur'an dan hadis Nabi Muhammad SAW. Salah satu rujukan yang sering digunakan adalah Surah Al-Qashash ayat 26 yang artinya : "Sesungguhnya sebaik-baik orang yang engkau ambil sebagai pekerja adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya." Ayat ini menunjukkan pentingnya kepercayaan dan profesionalisme dalam hubungan kerja atau sewa.
Jenis-Jenis Akad Ijarah dalam Perbankan Syariah
Dalam implementasinya, akad ijarah dalam perbankan syariah memiliki beberapa varian, tergantung pada kebutuhan dan konteks transaksi:
1.Ijarah Murni (Pure Leasing)
Ijarah murni adalah akad sewa biasa, di mana bank sebagai pihak pemberi sewa menyediakan barang atau jasa kepada nasabah dengan kompensasi tertentu. Setelah masa sewa berakhir, barang tetap menjadi milik bank. Contoh aplikasi ijarah murni yaitu seperti pembiayaan penyewaan alat berat dalam proyek infrastruktur.
2.Ijarah Muntahiya Bi Tamlik (IMBT)
Jenis akad ini mengkombinasikan sewa dengan opsi kepemilikan di akhir masa sewa. Dalam IMBT, nasabah memiliki hak untuk membeli barang yang disewakan setelah masa sewa selesai dengan harga yang telah disepakati sebelumnya. Contoh penerapan IMBT seperti pembiayaan kendaraan atau rumah.
3.Ijarah untuk Jasa (Service Ijarah)
Selain barang, akad ijarah juga digunakan untuk membiayai jasa, seperti pembiayaan pendidikan, pelatihan, atau layanan kesehatan. Dalam hal ini, bank membayar penyedia jasa, dan nasabah mencicil pembayaran kepada bank dalam jangka waktu tertentu.
Implementasi Akad Ijarah di Perbankan Syariah
Perbankan syariah mengadaptasi akad ijarah dengan mematuhi aturan-aturan syariah. Dalam prosesnya, bank bertindak sebagai lessor (pemilik barang) yang membeli atau menyediakan barang untuk disewakan kepada nasabah sebagai lessee. Bank memastikan bahwa barang yang disewakan memiliki manfaat yang halal dan sesuai dengan kebutuhan nasabah.
Pada tahap implementasi, terdapat beberapa langkah penting dalam akad ijarah, yaitu:
1.Identifikasi kebutuhan nasabah
Bank mengevaluasi kebutuhan nasabah, apakah untuk barang tertentu atau jasa.
2.Pengadaan barang
Bank membeli barang atau aset yang diminta oleh nasabah.
3.Perjanjian sewa
Kedua belah pihak menandatangani akad ijarah yang mencantumkan durasi/waktu sewa, biaya sewa, dan tanggung jawab masing-masing pihak.
4.Penyerahan manfaat
Bank menyerahkan barang kepada nasabah untuk digunakan sesuai dengan tujuan yang disepakati bersama.
5.Pembayaran sewa
Nasabah membayar biaya sewa secara berkala sesuai kesepakatan bersama.
Dalam akad ijarah, risiko kerusakan barang yang tidak disebabkan oleh kelalaian nasabah tetap menjadi tanggung jawab bank. Hal ini membedakan ijarah dengan konsep leasing dalam sistem konvensional, di mana risiko biasanya dialihkan kepada penyewa.
Contoh Kasus Ijarah Muntahiya Bi Tamlik pada Pembiayaan Rumah
Seorang nasabah bernama Ihsan ingin memiliki rumah, tetapi tidak mampu membayar secara tunai. Kemudian Ihsan mendatangi Bank Syariah untuk mencari solusi pembiayaan sesuai syariah. Kemudian Bank menawarkan skema IMBT, di mana Ihsan dapat menyewa rumah tersebut terlebih dahulu dengan opsi untuk membeli di akhir masa sewa. Dalam proses Transaksi Bank membeli rumah yang diinginkan Ihsan dari pengembang dengan harga Rp500 juta. Rumah ini kemudian disewakan kepada Ihsan dengan akad IMBT. Kemudian Ihsan menyepakati pembayaran sewa bulanan sebesar Rp5 juta selama 10 tahun. Di akhir masa sewa, Ihsan memiliki opsi untuk membeli rumah dengan harga residual sebesar Rp50 juta. Setelah akad disepakati, Ihsan dapat langsung menempati rumah tersebut. Selama masa sewa, Ihsan bertanggung jawab untuk menjaga rumah, sementara risiko kerusakan karena force majeure tetap ditanggung bank.
Setelah 10 tahun, Ihsan memutuskan untuk menggunakan opsi membeli rumah. Dengan membayar harga residual yang telah disepakati, kepemilikan rumah sepenuhnya berpindah kepada Ihsan. Dalam hal ini, akad IMBT berhasil memberikan solusi pembiayaan yang adil dan sesuai dengan prinsip syariah.
Keunggulan dan Tantangan Akad Ijarah
Akad ijarah memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan dengan akad lainnya, terutama dalam fleksibilitasnya untuk berbagai jenis pembiayaan. Salah satu keunggulannya adalah tidak adanya kewajiban kepemilikan bagi nasabah selama masa sewa, sehingga risiko keuangan dapat diminimalkan. Selain itu, ijarah memberikan alternatif yang kompetitif terhadap leasing konvensional, dengan tetap menjaga prinsip-prinsip syariah.
Namun, tantangan dalam implementasi akad ijarah meliputi:
1.Risiko aset
Bank harus menanggung risiko kerusakan atau penurunan nilai barang selama masa sewa.
2.Biaya pengelolaan
Bank perlu mengelola aset dengan cermat, termasuk perawatan dan asuransi.
3.Kompleksitas hukum
Dalam beberapa kasus, implementasi akad ijarah memerlukan penyesuaian dengan peraturan hukum yang berlaku, sehingga dapat memperlambat proses transaksi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H