Mohon tunggu...
Abd halim
Abd halim Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perbandingan Mazhab Tentang Syi'ah

19 Maret 2019   08:25 Diperbarui: 19 Maret 2019   08:36 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Swt. Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah ini yang membahas tentang "Syi'ah.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa artikel ini bukanlah sebuah kesempurnaan. Dengan kerendahan hati,  kami mengharapkan kritik dan saran dari Dosen Pengampu untuk meningkatkan kemampuan pembuatan artikel pada waktu yang  akan datang dan agar kami dapat memperbaikinya guna kemajuan bersama.
         

    Jember, 01 Oktober 2018

Abd. Halim

PENDAHULUAN
Syi'ah dari segi bahasa berarti pengikut, kelompok, atau golongan. Dari segi terminology berarti satu faham dalam Islam yang meyakini bahwa khalifah keempat dari Khulafaur Rasyidin (khalifah yang diberikan petunjuk) khalifah Ali bin Abi Thalib ra dan keturunannya adalah imam-imam (para pemimpin agama) dan umat setelah Nabi Muhammad Saw. Atau peryataan bahwa segala petunjuk agama bersumber dari  ahlu al-bait. Mereka menolak petunjuk-petunjuk keagamaan dari para sahabat dan para pengikutnya.

Jumlah penduduk  muslim di Indonesia terbanyak di dunia mengakibatkan banyaknya aliran-aliran yang menjadi bagian dari salah satu aliran yang sering di perdebatkan kebenarannya  adalah aliran syi'ah. Aliran syi'ah banyak mendapatkan sorotan kebenarannya dibeberapa kalangan dari ulam' Sunni khususnya di Indonesia. Mereka beranggapan bahwa ajaran syi'ah bertentangan  dengan ajaran yang Nabi Saw ajarkan.

Pada perkembangannya, aliran ini semakin disudutkan oleh pertentangan-pertentangan yang datang silih berganti. Kebencian hingga berujung pembubaran dan pembakaran rumah ibadah (masjid) maupun lembaga dalam naungan syi'ah mengakibatkan pertanyaan khusus  bagi benak umat muslim mengenai kebencian tersebut.

Tujuan penulisan
Ingin mengenal dan mamapu memahami seluk-beluk pemikiran teologi syi'ah dan berbagai kaitan serta perkembangannya sampai hari ini.
                                                                 
PEMBAHASAN
Syiah secara bahasa berarti pengikut, pendukung, partai, atau kelompok, sedangkan menurut istilah  dikaitkan dengan sebagian kaum muslimin yang dalam bidang spritual dan keagamaan merujuk pada keturunan Nabi Muhammad Saw. atau disebut sebagai ahlu al-bait. Poin penting dalam doktrin Syi'ah adalah pernyataan  bahwa segala petunjuk agama bersumber dari ahlu al-bait. Mereka menolak petunjuk-petunjuk dari para sahabat yang bukan ahlu al-bait dan para pengikutnya.

Pengertian bahasa dan termenologi di atas boleh dikatakan hanya merupakan dasar yang membedakan syi'ah dengan kelompok Islam yang lain, wajar jika dari pengertian di atas belum diperoleh penjelasan yang memadai mengenai syi'ah. Maskipun demikian, pengertian di atas merupakan titik tolak penting bagi mazhab syi'ah dalam mengembangkan dan membangun doktrin-doktrinnya yang meliputi segala aspek kehidupan, seperti imamah, taqiyah, mut'ah dan sebagainya.

Mengenai kemunculan syi'ah dalam sejarah, terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ahli. Watt menyatakan bahwa syi'ah muncul ketika berlangsungnya perang shiffin. Dalam peperangan ini, sebagai respon atas penerimaan Ali terhadap arbitrase yang di tawarkan mu'awiyah. Pasukan Ali terpecah belah menjadi dua kelompok, yaitu satu kelompok yang mendukung Ali disebut syi'ah  dan kelompok yang kedua menolak sikap Ali yang disebut khawarij, sedangkan menurut Abu Zahrah, syi'ah mulai muncul kepermukaan pada masa akhir pemerintahan Utsman bin Affan.

Berbeda dengen pendapat yg di atas, kalangan syi'ah berpendabat bahwa kemunculan syi'ah berkaitan dengan masalah pengganti khilafah Nabi Muhammad Saw. menolak ke khalifahan  Abu Bakar, Umar bin Khatab, dan Utsma bin Affan karena dalam dipandangan mereka hanya Ali bin Abi Thalib yang berhak menggantikan posisi Nabi Saw. 

Ketika itu Nabi mengatakan bahwasannya orang yang pertama kali yang memenuhi ajakannya akan menjadi penerus dan pewarisnya. Selain itu sepanjang kenabian Nabi Muhammad, Ali merupakan orang yang menunjukkan perjuangan dan pengabdian yang luar biasa. Dalam perjalana ke dari Makkah ke Madinah, dipadang pasir yang bernama Ghadir Khumm, Nabi memilih Ali sebagai penggantinya itu, Nabi tidak hanya menetapkan Ali sebagai pemimpin umum umat, tetapi juga menjadikan Ali sebagaimana Nabi, sebagai pelindung Wali mereka.

Berlawanan dengan harapan mereka, ketika Nabi wafat dan jasadnya masih berbaring belum di makamkan, anggota keluarganyadan beberapa orang shabat sibuk dengan persiapan pemakaman dan upacara. Para pengikut Ali mendengar bahwa kabar adanya kegiatan kelompok lain telah pergi kemasjid untuk bermusyawaroh mencari pengganti Nabi. 

Kemudian kelompok ini menjadi mayoritas bertindak lebih jauh lagi, dan sangat tergesah-gesah memilih kaum muslimin dengan tujuan menjaga kesejahteraan umat. Mereka melakukan hal tersebut tanpa berunding dengan ahlu al-bait, keluarganya maupun para sahabatnya yang sedang sibuk melakukan persiapan pemakakaman Nabi sediktpun tidak memberi tahukan kepada mereka.

Berdasarkan realitas itulah, pandangan kaum syi'ah kemudian muncul sikap dikalangan kaum muslimin yang menetang khalifah dan menolak kaum mayoritas dalam masalah kepercayaan tertentu. Akan tetapi lebih dari itu seperti dikatakan Nasrr, sebab utama munculnya syi'ah terletak pada kenyataan bahwa kemungkinan ini ada salam wahyu Islam sehingga harus diwujudkan, para pendapat dikalangan para ahli mengenai kalangan syi'ah meruapan hal yang wajar. Para ahli berpegang teguh pada fakta sejarah perpecahan dalam islam yang mulai mencolok pada masa pemerintahan Utsman bin Affan.

Syi'ah mendapatkan gambaran pengikut yang besar, terutama pada masa dinasti Mumawiyah. Hal ini menurut Abu Zahrah merupakan akibat dari perlakuan yang kasar dan kejam dinasti tersebut, bentuk kekerasan yang dilakukan adalah yang dilakukan penguasa bani umayah, Yazid bin Mu'awiyah misalnya, telah memenggal kepala Husein dibawa kehadapan Yazid dan dengan tongkatnya Yazid memukul kepala cucu Nabi Saw. 

Menyebabkan sebagian kaum muslim tertarik dan mengikuti mazhab syi'ah dan manaruh simpati mendalam terhadap tragedi yang menimpa ahlu al-bait. Syi'ah juga mengembangkan doktrin-doktrinnya  berkaitan dengan teologi mereka yang mempunyai lima rukun yaitu sebagai berikut; 1. Tauhid 2. Nubuwah 3. Ma'ad  4. Imamah 5. Keadilan.

At tauhid
Kaum syiah juga meyakini bahwa Allah itu satu (Esa). Tempat bergantungnya semua mahluk, tidak beranak dan tidak diperanakkan dan juga tidak serupa dengan mahluk yang ada dibumi.

Al adl
Kaum syiah memiliki keyakinan bahwa Allah memiliki sifat Maha Adil. Allah tidak pernah melakukan perbuatan dzalim ataupun perbuatan buruk yang lainnya. Menurut kaum syiah semua perbuatan yang dilakukan Allah pasti ada tujuan dan maksud tertentu yang akan dicapai, sehingga segala perbuatan yang dilakukan Allah Swtadalah baik.

An nubuwwah
Kepercayaan kaum syiah terhadap keberadaan Nabi juga berbeda halnya dengan kaum muslimin yang lain. Menurut mereka Allah mengutus nabi dan rasul untuk membimbing umat manusia. Dalam hal kenabiaan syiah berpendapat bahwa jumlah Nabi dan Rasul seluruhnya yaitu 124 orang, Nabi terakhir adalah Nabi Muhammad Saw yang merupakan nabi paling utama dari seluruh nabi yang ada, istri-istri nabi adalah orang yang suci dari segala keburukan, para nabi terpelihara dari segala bentuk kesalahan baik sebelum diangkat atau sesudah diangkat menjadi Rasul, AL- Quran adalah mujizat Nabi Muhammad yang kekal, dan kalam Allah adalah hadits yang baru, mahluk diciptakan hokum qadim dikarenakan kalam Allah tersusun atas huruf-huruf atau suara-suara yang dapat didengar, sedangkan Allah berkata-kata tidak dengan huruf dan suara.

Al imamah
Bagi kaum syiah berarti kepemimpinan dalam urussan agama sekaligus dalam dunia. Ia merupakan pengganti Rasul dalam memelihara syariat, melaksanakan hudud (had atau hukuman terhadap pelanggar hokum Allah), dan mewujudkan kebaikan serta ketentraman umat. Bgi kaum syiah yang berhak memimpin umat hanyalah seorang imam dan menganngap pemimpin-pemimpin selain imam dan menganggap pemimpin-pemimpin selain imam adalah pemimpin illegal dan tidak wajib ditaati. Karena itu pemerintahan Islam sejak wafatnya Rasul (kecuali pemerintahan Ali bin Abi Thalib) adalah pemerintahan yang tidak sah. Disamping itu imam dianggap masum (orang yang suci dari selagala keburukan) sehingga imam tidak berdosa serta perintah Islam perintah, larangan tindakan  maupun perbuatannya tidak boleh diganggu gugat ataupun dikritik.

Al maad
Secara harfiyah yaitu tempat kembali, yang dimaksud disini adalah akhirat. Kaum syiah percaya sepenuhnya bahwa hari akhirat itu pasti terjadi. Menurut keyakinan mereka manusia kelak akan dibangkitkan jasadnya secara keseluruhan nya akan dikembalikan keasalnya baik daging, tulang, maupun ruhnya. Dan pada saat itupula manusia harus mempertanggung jawabkan segala perbuatannya yang telah dilakukan dimuka bumi. Pada saat itu pula Tuhan akan memberikan pahala bagi orang-orang yang beramal shaleh dan menyiksa orang-orang yang telah berbuat maksiat.

Perbedaan antara sunni dan syi'ah terlatak lada doktrin imamah. Maskipun mempunya landasan keimanan yang sama, syi'ah tidak bisa mempertahankan kesatuannya dalam perjalanan sejarah kelimpok ini akhirnya terpecah belah. Perpecahan yang terjadi dikalangan syi'ah terutama dipicu oleh masalah doktrin imamah, diantara sakte-sakte Syi'ah adalah Istna Asyariah, Sab'iah, Zaidiah, dan Ghulat.

 Asal-usul penyebutan Imamiah
Dinamakan syi'ah Imamiah karena yang menjadi dasar akidahnya adalah persoalan imam dalam dalam arti pemimpin religio politik, yaitu bahwa Ali berhak menjadi khalifah bukan hanya kecakapannya atau kemuliaan akhlaknya tetapi ia telah ditunjukkan dan pantas menjadi khalifah peearis kepemimpinan Nabi Muhammad SAW. Ide tentang hak Ali dan keturunannya untuk menuduki  jabatan imam atau khalifah telah ada semenjak Nabi wafat, yaitu dalam perbincangan politik di Saqifah Bani Sa'idah.

Syi'ah Itsna  Asyariah sepakat bahwa Ali adalah penerima wasiat Nabi Muhammad SAW, sperti yang ditunjukkan nash. Al-ausiya (penerima wasiat) setalah Ali bin Abi Thalib dan Husein bin Ali sebagaimana yang disepakati bagi Syi'ah Itsna Asyariah Al-Ausiya yang di usukan setalah Husein adalah Ali Zainal Abidin, kemudian secara berturut-turut; Muhammad Al-Baqir (w. 115 H/737 M), Abduallah bin Ja'far Ash-Shadiq (w. 148 H/765 M), dan seterusnya keturunan Ali. Hasan Al-Askari dan terakhir adalahMuhammad Al-Mahdi sebagai imam kedua belas imam bereka dikenal dengan sebutan Syi'ah Itsna Syariah, (Itsna Syariyah).

Nama dua belas (Itsna Asyariyah) ini mengandung pesan penting dalam tinjauan sejarah, yaitu bahwa golongan ini terbentuk setelah lahurnya semua imam  yang berjumlah dua belas, kira-kira pada tahun  260 H/878 M. Imam kedua belas Muhammad Al-Mahdi, dinyatakan gaibah (occultation oleh para pengikut sakte ini, Muhammad Al-Mahdi bersembunyi di ruang bawah tanah rumah ayahnya di samarra dan setelah itu tidak kembali lagi. Kembalinya Imam Muhammad Al-Mahdi ini selalu ditunggu-tunggu pengikut sakte Syi'ah Itsna Asariyah dan ciri khas kehadirannya adalah sebagia ratu adil  yang akan turun pada akhir zaman. Oleh karena itu  Muhammad Al-Mahdi di juluki sebagai Imam Mahdi Al-Muntanzhar (yang ditunggu).
     
Syi'ai imamiah menghubungkan dengan sunnah segala sesuatu yang bersumber dari para imam mereka  yang dua belas, beruapa perkataan dan taqrir.
Perbandingan Mazhad Tentang Syi'ah

"Aku Syi'ah dalam agama asalku dari kota Mekkah Kampungku Askalan bernama kelahiranku baik dan megah. Mazhabku baik, aliranku indah memuncak naik keangkasa tidak sukar tetapi mudah, mengatas alam manusia"

 Syair diatas itu termuat dalam kitab "Manaqib Assy-Syafii" karangan Al-Fakhrur Razi, hal 51, dimuat kembali dalam kitab "Al-Imam As-Shadiq wal Mazahibil Arba'ah" jilid 1 hal.231.Terkala ia dituduh Rafdhi oleh Yahya bin Mu'in dengan alasan bahwa syafi'i banyak mengambil hadits dari Ali bin Abi Thalib, Syafi'i bersyair pula menentangtuduhan itu dalam beberapa baris syair yang terakhir ia berkata.  "Jika aku dituduh Rafdhi, karena mencintai keluarga Muhammad, Qur'an dan sunnah menjadi saksi, rela menjadi Rafdhi selamat" (hal yang sama). 

Kecaman yang lain yang menuduh syafi'i mewakili Ahlil Bait juga berasal dari Ibn Mu'in, yang memuat Al-Mazani pada suatu hari bertanya kepada Syafi'i : Engkau mewakili Ahlil Bait..?" Ketika itu Syafi'i bersyair, "telah lama aku sembunyikan kini kujawab pertanyaanmu yang bertanya seakan-akan, orang ajam ialah kamu Aku sembunyikan kecintaanku dalam bentuk putihbersih, agar supaya ua sejahtera selamat dari cela selisih".

Banyak sekali kecaman-kecaman terhadap Syafi'i, sebagian besar berasal  dari Yahya bin Mu'in, seoarang parawi hadits yang terkenal, yang meninggal di Bagdad pada tahun 233 H . dan yang terkenal nama Ibn Aum Al-Ghadafani. 

Karena telitinya dalam hadits ia pernah mendapat pujuan dari Ahmad bin Hambal. Tetapi tuduhannya bahwa Syafi'i banyak menggunakan hadits-hadits yang dhaif dan yang berasal dari orang-orang yang berbuat bid'ah.
Tatkala selisih faham terjadi antara ulama-ulama Irak, yang mengutamakan ra'yi dan qitas dalam penetapan hukum karena kekurangan bahan hadits, dengan ahli haditsyang terdiri pada ulama-ulama Madinah. 

Maka dari itu Syafi'i menyusun dirinya kepada rombongan ulama-ulama Ahli Hadits, terutama  gurunya Imam Malik bin Anas dan temen-temennya, terutama dari mereka seperti Imam Zaid bin Ali, Iman Ja'far bin Muhammad As-Shadiq, Imam Malik dan sebagianya. Semua orang yang sedikit menggunalan qiyas dan ra'yi dalam menetapkan hukum. Syafi'i banyak menggunakan fikiran-fikaran yang berasal dari orang-orang teesebut. Yang di anggap terlebih dahulu dan lebih mengetahui daripadanya.

Sudah kita katakan mazhab Syafi'i adalah mazhab yang menengah antara aliran menggunakan sunnah dan aliran yang menggunakan fikiran dalam menetapkan hukum. Makda dalam kehidupan sehari-hari dapat kita pisahkan pada mula pertama dua aliran dan cara berfikir, pertama cara Irak terdekat pada faham Abu Hanifah di sebut fengan "Qoul Qadim". dan yang kedua cara cara Imam Malik berfikir yang berpegang kehadits saja, dan dengan pengalaman daripada kedua golongan fikiran ini kemudian di Mesir, menciptakan suatu pendekatan cara berfikir, yang dinamakan "Qoul Jadid". 

Ahmad Amin dalam "Dhuhal Islam" (Mesir 1952 M), III : 219 berkata bahwa riwayat yang menceritakan Imam Syafi'i itu pernah menganut Syi'ah bermacam-macam. Ada yang mengatakan ketika ia di Yaman, ada yang mengatakan sesudah ia kembali ke Hejaz, Ibn Abdul Bar menceritakan, bahwa ia emang mendekati Syi'ah dan condong kepada bersumpah setia kepada golongan Alawiyyin ketika itu di Hejaz. 

Tetapi semuanya membenarkan bahwa Syafi'i bersimpati dengan Syi'ah ketika ia di Yaman. Pernah perkarah ini di kemukakan kepada pengadilan Harun Ar-Rosyid, tetapi Sultan ini kemudian membebaskan tuduhan terhadam Imam Syafi'i itu (Ibn Abdul Bar Al-Intiqa' hal. 95) yang demikian itu terjadi dalam tahun 184, sedangkan umus Imam Syafi'i adalah 34 tahun. 

Syafi'i berangkat ke Bagdad tahun 195 dan tinggal disana selama dua tahun, kemudian kembali ke Mekkah, kemudian pergi lagi ke Bagdad tahun 197 dan tinggal selama satu bulan di sana. Barulah kemudian dalam tahun 199 H, ia berangkat ke Mesir sebagaimana yang sudah kita ceritakan di atas dalam tahun 199 dan ia wafat di sana pada tahun 204 H. (II : 220).

Sepanjang sejarah jarang orang-orang dari Ahli Sunna  menyelidiki  mazhad Syi'ah ini dari sumbernya, dari kitab-kitabnya yang ditulih oleh anak-anak Syi'ah sendiri dan melihat serta mempelajari dalam pergaulan dengan mereka. Kecaman-kecaman terhadap Syi'ah yang terdapat dalam kitab-kitab pengarah ahli sunnah kebanyakan berasal dari ungkapan-ungkapan mereka sendiri yang sambung-menyambung di kupas dibicarakan, jarang yang mau mempelajari benar-bear dan tidaknya sesuatu tuduhan dari kitab-kitab yang di tulis oleh ulama-ulama Syi'ah sendiri dan mencocokan keterangan-keterangan itu dengan Al-Qur'an dan Sunnah Rasul.

Fatwa ini diserahkan dengan resmi oleh Syeih Mahmad Syaltut kepada Ustad Muhammad Taqyul Qummi sekertaris umum  dari Darut Taqrib Bainal Mazahibil Islamiyah dengen perintah agar fatwa membolehkan beribadat dengan mazhab Syi'ah ini disiarkan secara luas, dengan demikian selesailah persoalan perdebatan antara ahli sunnah wal Jama'ah dengan syi'ah Imamiyah, di selesaikan oleh seoarang  Syaikhul Azhar kaliber besar Muhammad 

Syalfut.
Syi'ah Sab'iah (syi'ah tujuh)
Istilah syi'ah sab'iah "syi'ah tujuh" dianalogikan dengan syi'ah Itsna' Asyariah. Istilah itu memberikan pengertian bahwa syi'ah yang ini hanya mengakui tujuh imam. Tujuh imam itu ialah Ali, Hasan, Husen, Ali Zainal Abidin, Muhammad Al-Baqir, Ja'far Ash-shadiq, dan Ismail Ja'far. Karena dinsbatkan pada imam ketujuh, Ismail Ja'far Ash-Shadiq, Syi'ah Sabiah disebut juga Syi'ah Ismailiyah.

Berbeda dengan Syi'ah Sab'iah, Syi'ah Itsna Asyariah membatalkan Ismail bin Ja'far sebagai imam ketujuh karena di samping Ismail berkebiasaan tidak terpuji juga karena fi wafat (143 H/760 M) mendahului ayahnya. Ja'far (w.765). Sebagai gantinya adalah Musa Al-Kadzim, adik Ismail. Syi'ah

Syarat-syarat seorang imam dalam pandangan Syi'ah Sab'iah adalah sebagai berikut:
Imam harus dari keturunan Ali melalui perkawinannya dengan Fatimah yang kemudian di kenal dengn Ahlul Bait.

Berbeda dengan aliran Kaisaniah pengikut Mukhtar Ats-Tsaqafi, mempropagandakan bahwa keimaman harus dari keturunan Ali melalui pernikahannya dengan seorng wanita daru Bani Hanifah dan mempunyai anak yang bernama Muhammad bin Al-Hanafiyah.

 Imam harus berdasarkan penunjukan atau nash. Syi'ah Sab'iah meyakini bahwa setelah Nabi wafat, Ali menjadi imam berdasarkan penunjukan khusus yang dilakukan Nabi sebelum wafat. Suksesi keimanan menurut doktrin dan tradisi Syi'ah harus berdasarkan nash oleh imam terdahulu.
Keimanan jatuh pada anak tertua. Syi'ah Sab'iah menggariskan bahwa seorang imam memperoleh keimaman dengan jalan wiratsah dan seharusnya merupakan anak paling tua. Jadi, Ayahnya yang menjadi imam menunjuk anaknya yang paling tua.

Imam harus maksum sebagaimana Syi'ah lainnya. Syi'ah Sab'iah menggariskan bahwa seorang imam harus terjaga dari salah satu dosa. Bahkan lebih dari itu, Syi'ah Sab'iah berpendapat bahwa jika imam melakukan perbuatan salah. Perbuatan itu tidak salah. Keharusan maksum bagi imam dapat ditelusuri dengan pendekatan sejarah. Pada sejarah Iran pra-Islam terdapat ajaran yang menytakan bahwa raja merupakan keturunan Tuhan atau seorang raja adalah penguasa yang mendapatkan tetesan ilahi (Devine Grace)dan dalam bahasa Persia adalah (Fart Izodi). Oleh karena itu, seorang raja harus maksum.

Imam harus dijabat oleh seseorang yang paling baik. Berbeda dengan Zaidah, Syi'ah Sab'iah, dan Syi'ah dua belas tidak membolehkan adanya imam mafdhul. Dalam pandangan Syi'ah Sab'iah, perbuatan dan ucapan imam tidak boleh bertentangan dengan syariat. Seorang imam hampir sama sifat dan kekuasaannya dengan nabi. Perbedaannya terletak pada kenyataan bahwa nabi mendapatkan wahyu, sedangkan imam tidak mendapatkannya.

Di samping syarat-syarat diatas Syi'ah Sabi'ah berpendapat bahwa seorang imam harus mempunyai pengetahuan  (ilmu) dan pengetahuan (walayat). Pengetahuan yang dimaksud adalah: pertama, seorang imam harus mempunyai pengetahuan (ilmu), baik ilmu lahir (eksotrik) maupun ilmu batin (asoterik). Dengan ilmu tersebut, seorang imam mengetahui hal-hal yang tidak dapat diketahui biasa. Apa yang salah dalam pandangan manusia biasa, tidak harus salah dalam pandangan imam. Kedua, seorang imam harus mempunyai sifat walayat, yaitu kemampuan asoterik untuk menuntun manusia ke dalam rahasia-rahasia Tuhan.

Dalam tantangan imam menempati posisi sentral dalam Syi'ah Sab'iah. Kepatuhan dan pengabdian kepada imam dipandang sebagai prinsip dalam menerima ajaran suci imam. Sab'iah, seperti sekte lainnya memiliki cita-cita tentang pemahaman dan penerapan Islam dalam keseluruhan totalitasnya agar umat diperintahkan oleh kehendak Tuhan, bukan oleh kehendak manusia yang tidak menentu. Melalui keturunan Ali yang mendapat petunjuk Tuhan, cita-cita diatas tercapai.

Tampaknya keimaman Sab'iah terpengaruh filsafat Neo-Platonisme terutama teori emanasinya. Hakikat emanasi adalah  kerespondensi Tuhan dengan manusia. Menurut Sab'iah, imam itu mendapat tetesan Ilahi (Devine Grace). Ucapan seorang imam sepenuhnya merupakan nash syara' dan wajib dilaksanakan. Sepeninggal Ismail, imam-imam selanjutnya merupakan imam tersembunyi sampai berdiri daulah Fatimah (tahun 909 M). 

Tersembunyinya imam tidak menhalanginya untuk menjadi imam, dan ia tetap harus dipatuhi. Sabiah berbeda dengan syiah dua belas yang meyakini adanya imam Al-Mahdi Mkhtadzar berkeyakinan bahwa dibumi akan selalu ada imam. Hanya, imam itu adakalanya tersembunyi (batin) dan adakalanya dzahir (menampakkan). Ketika imam bersembunyi, para dainya harus dzahir (tampak). Sebaliknya, apabila imamnya dzahir maka dainya dapat tersembunyi. Sabiah meyakini bilangan tujuh sabiah meyakini setiap nabi mempunyai tujuh pelaksana.

Ajaran Syiah Sabiah Lainnya
Ajaran-ajaran sabiah yang lainpada dasarny sama dengan ajaran sekte-sekte syiah lainnya. Perbedaannya terletak pada konsep kemaksuman imam, adanya aspek batin pada setiap yang lahir dan penolakannya terhadapa Al- Mahdi Al- Mukhtazhar. Apabila dibandingkan dengan sekte syiah lainnya, sabiah sangat ekstrim ketika menjelaskan kemaksuman imam. Sebagaimana telah dijelaskan, sabiah berpendapat bahwa walaupun terlihat melakukan kesalahan dan menyimpang dari syariat, seorang imam sesungguhnya tidak menyimpang karena mempunyai pengetahuan yang tidak dimiliki manusia biasa. Konsep kemaksuman imam seperti itu merupakan konsekuensi logis darin doktrin sabiah tentang pengetahuan imam akan ilmu batin.

Ada satu sekte dalam sabiah yang berpendapay bahwa tuhan mengambil tempat dari imam. Oleh karena itu, imam harus disembah. Salah seorang khalifah dinasti fatimiyyah, al-hakim bin amrillah (1.375 H), berkeyakinan bahwa dalam dirinya terdapat tuhan karena ia memaksa rakyat supaya menyembahnya.

Menurut sabiah, al-quran memiliki makna batin selain yang lahir. Dikatakan bahwa segi-segi lahir atau tersurat dari syariat itu diperuntukkan bagi orang awam yang kecerdasannya terbatas dan tidak memiliki kesempurnaan rohani.bagi orang-orang tertentu mungkin terjadi perubahan dan peralihan, bahkan penolakan terhadap pelaksanaan syariat tersebut karena mendasarkan pada yang batin tersebut. Yang dimaksud dengan orang-orang tertentu adalah para imam yang memiliki ilmu dzahir dan ilmu batin.

Dengan prinsip takwil, sabiah menakwilkan misalnya ayat al-quran tentang puasa dengan menahan diri dari menyiarkan rahasia-rahasia imam, dan ayat al-qur'an tentang haji dengan mengunjungi imam. Bahkan, diantara mereka ada yang menggugurkan kewajiban ibadah. Mereka itu adalah orang-orang yang telah mengenal imam dan mengetahui takwil (melalui imam). Mengenai sifat Allah, sabiah sebagaimana halnya mutazilah meniadakan sifat dari dzat Allah. Penetapan sifat menurut sabiah merupakan penyerupaan dengan mahluk.
                                         

PENUTUP
Kesimpulan
Unsur-unsur epistemologi (sumber hadits atau asal pengetahuan, hakikat hadits, dan persoalan verifikasi yang terkandung dalam hadits Syi'ah. Pertama, tentang sumber hadits Syi'ah beranggapan mengenai tidak berhentinya wahyu setelah wafatnya Nabi SAW. dan masih tetap mengakui adanya hadits yang bersumber dari keturunan Nabi, khususnya dari Ali bahkan para Imam juga di anggap dapat mebgeluarkan hadits.

Dalam aspek ini, terdapat perbedaan mendasar dengan ahli sunnah. Dalam keyakinan ahli sunnahsunber utama dalam hadits adalah Nabi Muhammad SAW. Jadi tidak di anggap sebagai hadits jika sebuah khabar tidak disandarkan secara langsung kepada Nabi Muhammad SAW.

Kedua, kaitannya dengan persoalan verifikasi kesahihan sebuah hadits, para ulam Syi'ah tidak memberikan kriteria-kriteria periwayatan. Namun yang paling utama seluruh periwayatan dalam snad berasal dari kelompok Imamiah dalam semua ungkapan. 

Ketiga, kaitannya dengan soal klasifikasi hadist, terdapat perbedaan kriteria yang ditrtapkan oleh ulama  Syi'ah baik antara periode mutaqoddimin, dengan muta'akhkhirin, maupun antara ulama Syi'ah muta'akhkhirin dengan mu'ashirin (modern), perbedaan tersebut berimplikasi  terhadap kualitas sebuah hadits di kalangan kaum Syi'ah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun