Kedai kafe favoritnya menjadi tempat pengasingan yang paling cocok untuk diriku yang sedang tak karuan. Aku sudah berulang kali menulis lagi, namun tak bisa. Secangkir kopi rela menemani kesendirian, serta langit berbintang yang menghiasi malam hari ini. Di dekat tempatku duduk, terdapat gerombolan anak muda yang sedang membicarakan pesepakbolaan Tanah Air yang sedang hangat diperbincangkan, salah satunya kinerja wasit yang tak kunjung beres. Aku pasangkan earphone, lalu nyalakan musik kesukaanku. Meski, kegelisahan tak kunjung reda.
"Guntur!" sapa Reva yang tiba-tiba datang entah dari mana.
"Hey!" balasku.
Reva permisi duduk di depanku, tampaknya ia begitu serius. Aku sempat bingung beberapa saat, sebelum mengerti apa yang ingin ia sampaikan. Kulepas earphone yang masih menggantung di telingaku agar aku bisa 'fokus' mendengarkannya.
"Tumben kamu nggak sama Maudy?" tanyanya.
"Dia sedang berkencan dengan teman lamanya," jawabku.
"Jangan bilang yang kaumaksud itu Julian?" tanya Reva.
"Iya. Emang mengapa?" tanyaku balik.
Reva menggebuk meja. "Itu gawat, Gun!"
"Saya nggak ngerti apa maksud kamu," pekikku kikuk.
"Lebih baik kamu pergi ke tempat Maudy sekarang. Aku rasa dia butuh kamu saat ini. Karena, yang aku lihat dia selalu nyaman setiap berada di dekatmu, dan kamu menyukainya, 'kan?"