"Berarti aku akan kebagian royaltinya nanti, ya, Kak," kataku tertawa renyah.
Aku kembali tersenyum. "Kamu bisa aja. Tenang nanti kamu dapat bagian royalti, asal kamu selalu denganku."
Kami tertawa. Langit berubah menjadi mendung. Sebelum hujan turun, aku bergegas mengajak Kienna pergi dari sini. Aku menggandeng tangannya menuju sebuah mall yang letaknya tidak jauh dari taman kota. Beberapa hari lalu, kami sepakat untuk pergi menonton film yang sedang ramai di bioskop.
***
Dua belas bulan silam
Kereta yang kami tumpangi baru saja berhenti di Stasiun Jakarta Kota. Terdapat empat rangkaian kereta yang sedang menunggu giliran pergi meninggalkan stasiun. Aku nekat mengajak Kienna pergi ke suatu tempat yang pernah kukunjungi sewaktu kuliah dahulu, tatkala mentari mulai berani menampakkan dirinya di cakrawala.
"Sebenarnya kita mau ke mana, sih?" tanya Kienna sembari berjalan di sebelahku. Tas berisi kamera yang menggantung di bahunya tak lepas dari genggamannya.
"Suatu tempat yang belum pernah kaukunjungi."
Setelah menumpang angkutan umum untuk sampai di tempat tujuan, kami beranjak ke sebuah pintu masuk dari tempat ini. Di sana, kami harus membayar sekitar Rp5.000 per orang agar dapat masuk ke dalam. Aku merogoh kantungku dan mengambil uang Rp10.000.
Sebuah tulisan besar terlihat jelas, Pelabuhan Sunda Kelapa, Kienna akhirnya paham ke mana aku akan mengajaknya, meski ia tak begitu tahu mengapa aku mengajak ke tempat ini.
"Kakak ingin mengajakku ke Kepulauan Seribu?" tanyanya.