Gadis itu memang luar biasa. Datang tanpa permisi, pergi tanpa pamit. Ia berhasil membuatku kembali terjatuh saat sudah berhasil bangkit dari luka lama. Ia berhasil membuatku hancur kembali saat sudah berhasil pulih dari luka lama. Beruntung, ketika itu semua terjadi, masih ada sahabat yang menahanku agar tidak terlalu dalam jatuh ke lubang yang sama.
"Judulnya apa?" tanya Gio.
"Kisah Tanpa Judul."
______________
Delapan bulan silam
Aku merasa ini saat yang tepat untuk mengungkapkan perasaanku kepada Kienna, gadis pujaan yang berhasil meluluhkan hatiku yang begitu keras. Sejak pertemuan pertama kami pada sebuah acara seminar kepenulisan, aku selalu berusaha untuk mendekatinya. Hari demi hari telah kami lalui bersama, berdiskusi mengenai novel yang sedang kubuat, makan berdua di sebuah kafe, dan sebagainya.
Sepeda motor milikku sudah menjadi saksi perjalanan diriku dengan Kienna menelusuri jalanan ibu kota. Bahkan, pernah suatu waktu kami mengelilingi Jakarta dari pagi hingga sore hari tanpa tujuan. Hal tersebutlah yang membuat diriku yakin bahwa Kienna adalah orang yang tepat untuk mengisi kembali kosongnya hatiku.
"Permisi...." sahutku di depan rumah Kienna. "Kienna!"
Beberapa kali kuucapkan kata tersebut, namun tak kunjung ada jawaban dari orang di dalam luar. Hampir sepuluh menit diriku berdiri di depan rumahnya hingga akhirnya seseorang keluar dari rumah tersebut. Tapi, orang yang keluar sama sekali tidak kukenal, bahkan tidak pernah kulihat ketika aku berkunjung ke rumahnya.
"Maaf, cari siapa, ya?" tanya orang itu.
"Kienna. Apa dia ada di dalam?"