Suatu bentuk komunikasi yang tidak menggunakan kata-kata, tetapi menggunakan gerakan tubuh, ekspresi wajah, suara, dan postur tubuh untuk menyampaikan makna dan informasi.
Dalam komunikasi non verbal ada empat hal yang perlu diperhatikan:
- Ekspresi Wajah
Suatu bentuk komunikasi nonverbal yang menggunakan gerakan wajah, seperti senyuman, raut wajah, dan ekspresi lainnya, untuk menyampaikan makna dan emosi. Ekspresi wajah dapat menunjukkan kepuasan, kegembiraan, kekecewaan, atau kebimbangan, serta dapat digunakan untuk menunjukkan status sosial, kehormatan, atau kepuasan.
- Tatapan Mata
- suatu bentuk komunikasi nonverbal yang menggunakan gerakan mata untuk menyampaikan makna dan emosi. Tatapan mata dapat menunjukkan perhatian, minat, atau kekejaman, serta dapat digunakan untuk menunjukkan kepercayaan, kebencian, atau kegembiraan
- c. Gerak Tubuh
- suatu bentuk komunikasi nonverbal yang menggunakan gerakan tubuh, seperti berdiri, duduk, atau berjalan, untuk menyampaikan makna dan informasi. Gerak tubuh dapat menunjukkan kepercayaan diri, keberanian, atau kelemahan, serta dapat digunakan untuk menunjukkan status sosial, kehormatan, atau kepuasan
- Intonasi/Nada suara
- suatu bentuk komunikasi nonverbal yang menggunakan nada suara dan intonasi untuk menyampaikan makna dan emosi. Intonasi/nada suara dapat menunjukkan kepercayaan, kebencian, atau kegembiraan, serta dapat digunakan untuk menunjukkan kepuasan, kekecewaan, atau kebimbangan
- Kekuatan Jiwa
    suatu bentuk komunikasi nonverbal yang menggunakan energi dan aura seseorang untuk menyampaikan makna dan emosi. Kekuatan jiwa dapat menunjukkan kepercayaan diri, keberanian, atau kelemahan, serta dapat digunakan untuk menunjukkan status sosial, kehormatan, atau kepuasan
2. Bahasa Verbal
Suatu bentuk komunikasi yang menggunakan kata-kata untuk menyampaikan makna dan informasi. Dalam budaya Jawa, bahasa verbal digunakan untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan dan konsep-konsep yang abstrak, serta untuk menunjukkan status sosial, kehormatan, atau kepuasan.
Terdapat tiga situasi yang menuntut pendidik untuk melakukan bahasa kebajikan kepada peserta didik (Sulhan, 2011: 159), yaitu.
Bahasa pengakuan/sepakat sebagai reward, kepada peserta didik yang telah melakukan hal yang positif.
Bahasa perbaikan sebagai punishment, kepada peserta didik yang melakukan perbuatan yang kurang baik.
Bahasa bimbingan untuk melatih kepada peserta didik yang belum mengerti.
 Jadi ketika berkomunikasi dengan bahasa kebajikan berkaitan dengan pengakuan maka perlu melihat situasi dan kondisi agar apa yang diharapkan dapat tercapai.Â