Dalam Islam, pendidik didefinisikan sebagai orang-orang yang bertanggung jawab untuk mengembangkan siswanya secara keseluruhan, termasuk kemampuan afektif, kognitif, dan psikomotorik. Menurut Suryosubrata, definisi pendidik lebih luas, yaitu orang dewasa yang bertanggung jawab memberi pertolongan kepada siswanya dalam pertumbuhan fisik dan rohani, sehingga mereka mampu mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan memenuhi tanggung jawabnya, mampu melakukan tugasnya sebagai hamba Allah dan Kholifah di bumi, dan mampu melakukan tugasnya sebagai makhluk sosial (Tafsir, 1992: 74-75).
Dengan mempertimbangkan definisi di atas, pendidik dapat didefinisikan sebagai individu yang memiliki kemampuan untuk mengembangkan semua potensi siswa dalam hal afektif, kognitif, dan psikomotorik sehingga mereka dapat tumbuh menjadi individu yang mandiri dan bertanggung jawab.
Ada tiga jenis tanggung jawab pendidik (Mujib dan Mudzakir, 2006: 91):
1. Sebagai pengajar (instruktural) : Pendidik bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan program pengajaran, serta melakukan penilaian setelah program selesai.
2. Sebagai pendidik (educator) : Pendidik bertanggung jawab untuk mengarahkan siswa ke tingkat kedewasaan dan kepribadian kamil seiri.
3. Bertindak sebagai pemimpin  : Pendidik bertanggung jawab untuk memimpin, mengendalikan diri sendiri, siswa, dan masyarakat yang terkait dalam berbagai hal seperti pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan, dan keterlibatan dalam program pendidikan.
b. Â Â Peserta Didik
Peserta didik dalam pendidikan Islam adalah orang yang berkembang secara fisik, mental, sosial, dan religius sepanjang hidup mereka, baik di dunia maupun di akhirat. Oleh karena itu, peserta didik masih membutuhkan orang lain untuk membantu mereka menjadi dewasa. Anak kandung adalah anggota keluarga, murid adalah anggota sekolah, anak-anak penduduk adalah anggota masyarakat sekitar, dan umat beragama adalah anggota agama.
Oleh karena itu, guru adalah orang yang akan memenuhi kebutuhan pengetahuan, sikap, dan tingkah laku siswa, dan peserta didik adalah orang yang akan memenuhi kebutuhan tersebut. Akan tetapi, batas antara keduanya sulit ditentukan dalam proses kehidupan dan pendidikan secara keseluruhan karena ada saling mengisi dan membantu, saling meniru, dan saling meniru.
2. Membangun Komunikasi Efektif Antara Pendidik dan Peserta Didik
Pengertian Komunikasi
Komunikasi adalah terjemahan dari komunikasi awal di Amerika. Komunikasi dapat diterjemahkan sebagai "seni mengekspresikan ide-ide terutama melalui percakapan dan tulisan", menurut Webster New Dictionary, dikutip oleh Sri Haryani (2001). Menurut definisi Hovland, seperti yang dikutip oleh Efendi (1981) "Komunikasi adalah proses di mana seseorang sebagai komunikator mengirimkan stimuli untuk mengubah perilaku orang lain atau komunikan." Oleh karena itu, komunikasi adalah seni yang digunakan oleh komunikator; dalam hal ini, pendidik berkomunikasi dengan komunikan, yaitu siswa, baik secara lisan maupun tulisan.
a. Â Â Â Bentuk Komunikasi
Ada beberapa hal yang perlu diketahui oleh pendidik ketika berkomunikasi dengan peserta didik. Komunikasi tidak selalu dengan bahasa verbal, bisa juga dengan menggunakan bahasa non verbal, yaitu (Sulhan, 2011: 154)
- Bahasa Non verbal
  Suatu bentuk komunikasi yang tidak menggunakan kata-kata, tetapi menggunakan gerakan tubuh, ekspresi wajah, suara, dan postur tubuh untuk menyampaikan makna dan informasi.
Dalam komunikasi non verbal ada empat hal yang perlu diperhatikan:
- Ekspresi Wajah
Suatu bentuk komunikasi nonverbal yang menggunakan gerakan wajah, seperti senyuman, raut wajah, dan ekspresi lainnya, untuk menyampaikan makna dan emosi. Ekspresi wajah dapat menunjukkan kepuasan, kegembiraan, kekecewaan, atau kebimbangan, serta dapat digunakan untuk menunjukkan status sosial, kehormatan, atau kepuasan.
- Tatapan Mata
- suatu bentuk komunikasi nonverbal yang menggunakan gerakan mata untuk menyampaikan makna dan emosi. Tatapan mata dapat menunjukkan perhatian, minat, atau kekejaman, serta dapat digunakan untuk menunjukkan kepercayaan, kebencian, atau kegembiraan
- c. Gerak Tubuh
- suatu bentuk komunikasi nonverbal yang menggunakan gerakan tubuh, seperti berdiri, duduk, atau berjalan, untuk menyampaikan makna dan informasi. Gerak tubuh dapat menunjukkan kepercayaan diri, keberanian, atau kelemahan, serta dapat digunakan untuk menunjukkan status sosial, kehormatan, atau kepuasan
- Intonasi/Nada suara
- suatu bentuk komunikasi nonverbal yang menggunakan nada suara dan intonasi untuk menyampaikan makna dan emosi. Intonasi/nada suara dapat menunjukkan kepercayaan, kebencian, atau kegembiraan, serta dapat digunakan untuk menunjukkan kepuasan, kekecewaan, atau kebimbangan
- Kekuatan Jiwa
    suatu bentuk komunikasi nonverbal yang menggunakan energi dan aura seseorang untuk menyampaikan makna dan emosi. Kekuatan jiwa dapat menunjukkan kepercayaan diri, keberanian, atau kelemahan, serta dapat digunakan untuk menunjukkan status sosial, kehormatan, atau kepuasan
2. Bahasa Verbal
Suatu bentuk komunikasi yang menggunakan kata-kata untuk menyampaikan makna dan informasi. Dalam budaya Jawa, bahasa verbal digunakan untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan dan konsep-konsep yang abstrak, serta untuk menunjukkan status sosial, kehormatan, atau kepuasan.
Terdapat tiga situasi yang menuntut pendidik untuk melakukan bahasa kebajikan kepada peserta didik (Sulhan, 2011: 159), yaitu.
Bahasa pengakuan/sepakat sebagai reward, kepada peserta didik yang telah melakukan hal yang positif.
Bahasa perbaikan sebagai punishment, kepada peserta didik yang melakukan perbuatan yang kurang baik.
Bahasa bimbingan untuk melatih kepada peserta didik yang belum mengerti.
 Jadi ketika berkomunikasi dengan bahasa kebajikan berkaitan dengan pengakuan maka perlu melihat situasi dan kondisi agar apa yang diharapkan dapat tercapai.Â
f. Â Â Â Pola Komunikasi dalam Pembelajaran
Untuk menjadi pendidik profesional, diperlukan adanya kode etik sebagai pedoman dalam menjalankan profesinya. Kode etik ini meliputi sifat-sifat kebapakan yang memungkinkan pendidik memiliki rasa kasih sayang kepada peserta didik seperti seorang ibu kepada anaknya. Dalam proses belajar mengajar, pola komunikasi aktif antara pendidik dan peserta didik sangat penting. Pola komunikasi ini dapat diterapkan dalam tiga macam bentuk:
1. Pola Komunikasi Aksi:
Pola ini melibatkan interaksi searah antara pendidik dengan peserta didik, seperti memberikan perintah, memberikan bimbingan, atau memberikan penjelasan.
2. Pola Komunikasi Interaksi:
Pola ini melibatkan interaksi dua arah antara peserta didik dengan pendidik, seperti diskusi, debat, atau pertanyaan dan jawaban.
3. Pola Komunikasi Transaksi:
  Pola ini melibatkan interaksi multiarah antara peserta didik dengan peserta didik lainnya, seperti diskusi kelompok, debat, atau pertanyaan dan jawaban antar peserta didik.
Dalam ilmu komunikasi sangat banyak model yang dikemukakan oleh para ilmuwan komunikasi. Salah satu model komunikasi yang tua tetapi masih digunakan orang untuk tujuan tertentu adalah model komunikasi efektif yang dikemukakan oleh Harold Lasswell (Forsdale 1981), seorang ahli ilmu politik dari Yale University. Dia menggunakan lima pertanyaan yang perlu ditanyakan dan dijawab dalam melihat proses komunikasi dalam pembelajaran (Ridwan, 2009) yaitu:
who (siapa), yakni siapa orang yang mengambil inisiatif komunikasi.
says what (mengatakan apa), Pertanyaan ini adalah berhubungan dengan isi komunikasi atau apa pesan yang disampaikan dalam komunikasi tersebut.
in which medium atau dalam media apa. Pertanyaan ini yang dimaksud dengan media adalah alat komunikasi, seperti berbicara, gerakan badan, kontak mata, sentuhan, radio, televisi, surat, buku, dan gambar.
to whom atau kepada siapa, Pertanyaan ini maksudnya siapa yang menjadi penerima dari komunikasi.
what effect atau apa efeknya dari komunikasi tersebut. Pertanyaan mengenai efek komunikasi ini dapat menanyakan dua  hal yaitu apa yang ingin dicapai dengan hasil komunikasi tersebut,  dan apa yang dilakukan orang sebagai hasil dari komunikasi. Akan tetapi perlu diingat, bahwa kadang-kadang tingkah laku seseorang tidak hanya disebabkan oleh faktor hasil komunikasi tetapi juga dipengaruhi faktor lain.
Model komunikasi disebut efektif jika proses komunikasi tidak ada gangguan. Berbeda dengan model komunikasi dalam pandangan Islam, tidak hanya memperhatikan hambatan komunikasi tetapi juga lebih menekankan pada aspek etika dan tata cara berkomunikasi yang baik, sehingga tidak menimbulkan dampak negatif (missunderstanding) saat berinteraksi dengan orang lain.
Terkait cara (kaifiyah) berkomunikasi, dalam Al-Quran dan AlHadits terdapat berbagai panduan agar komunikasi berjalan dengan baik dan efektif. Hal ini dapat disebut sebagai kaidah, prinsip, atau etika berkomunikasi dalam perspektif Islam. Kaidah, prinsip, atau etika komunikasi Islam ini merupakan panduan bagi kaum Muslim khususnya pendidik dalam melakukan komunikasi, baik dalam komunikasi intrapersonal, interpersonal dalam pergaulan sehari hari, berdakwah secara lisan dan tulisan, maupun dalam aktivitas lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H