Mohon tunggu...
Floris Bunga Rahardjo
Floris Bunga Rahardjo Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Saya adalah seorang pelajar kelas 11 yang hobi membaca dan memiliki kepribadian yang seimbang—tidak terlalu diam, tetapi juga tidak terlalu aktif. Saya suka terlibat dalam percakapan yang bermakna dan senang mendengarkan serta berbagi pemikiran dengan orang lain, tanpa berlebihan. Kegemaran saya dalam membaca membantu saya memperluas wawasan, serta memberi saya kesempatan untuk berpikir kritis dan kreatif.

Selanjutnya

Tutup

Sosok

Perjuangan seorang kakak untuk adiknya

17 Januari 2025   19:05 Diperbarui: 17 Januari 2025   19:05 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosok Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Langkah kaki terdengar berat di tengah hujan yang terus mengguyur. Di sudut ruangan, seorang pemuda, Raka, tengah memeriksa adik perempuannya. "Sedang apa, Dik? Kenapa kamu seperti orang yang kebingungan?" tanya Raka, membuka pintu kamar adiknya.

Rini menggeleng sambil tersenyum lembut. "Minggu depan aku ujian. Tapi bagaimana dengan biaya sekolah yang belum dibayarkan?"

Raka hanya diam, menunduk. Ia tahu bahwa meskipun ia sudah bekerja keras setiap hari, ia belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan mereka. Kehidupan mereka tidak mudah sejak kehilangan orang tua setahun yang lalu. Raka tidak bisa menjanjikan banyak hal, tetapi ia juga tidak ingin adiknya merasa putus asa. "Jangan khawatir, Rini. Kakak akan usahakan," jawabnya, meski hatinya berat.

Keesokan harinya, setelah memastikan Rini sedang tidur nyenyak, Raka pergi ke pasar untuk mencari pekerjaan tambahan. Dalam hujan deras yang tak kunjung reda, ia mencari tempat yang membutuhkan tenaga. Ia akhirnya tiba di sebuah toko elektronik yang sedang membutuhkan tenaga untuk membantu memindahkan barang-barang.

"Pak, apakah Anda membutuhkan bantuan untuk mengangkut barang?" tanya Raka dengan penuh harap.

Pemilik toko, seorang pria paruh baya, melihat penampilan Raka yang basah kuyup. Ia berpikir sejenak sebelum akhirnya mengangguk. "Kamu bisa membantu kami mengangkat barang-barang ini ke gudang belakang. Kalau bisa, bantu sampai barang-barang ini teratur, dan kami akan memberi upah."

Raka merasa sedikit lega. Meskipun pekerjaan ini berat, ia tahu ini adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan uang yang cukup bagi biaya sekolah Rini. Ia pun bekerja dengan keras, mengangkat kotak-kotak elektronik yang berat dan menatanya dengan rapi di ruang belakang toko. Tubuhnya sudah lelah, namun ia tidak boleh menyerah. Setiap detik yang berlalu, hanya satu yang ada dalam pikirannya: memastikan adiknya bisa melanjutkan sekolah.

Setelah beberapa jam, pekerjaannya selesai, dan pemilik toko memberi upah yang cukup untuk menutupi sebagian biaya sekolah Rini. Raka merasa lega, namun rasa lelah itu masih membebani tubuhnya. Ia membawa uang itu pulang dengan hati penuh syukur. Ketika tiba di rumah, ia mendapati Rini sedang duduk di meja belajar, memandangi buku-bukunya dengan wajah cemas.

"Rini, ini uang untuk biaya sekolahmu. Kakak sudah berusaha semaksimal mungkin," ujar Raka, seraya menyerahkan uang itu.

Rini menatap kakaknya dengan mata berbinar. Ia tahu betul betapa keras kakaknya bekerja, bahkan sering kali pulang dengan tubuh yang kelelahan. Namun, melihat tekad Raka, ia merasa terharu dan tak tahu bagaimana cara mengungkapkan rasa terima kasihnya.

"Kak, aku tidak tahu harus berkata apa. Terima kasih. Aku akan belajar dengan giat agar bisa membanggakanmu," kata Rini, suara penuh haru.

Raka tersenyum, meskipun tubuhnya terasa lelah. "Kamu harus belajar dengan baik, Rini. Itu yang terbaik yang bisa kakak berikan untukmu."

Hari-hari berikutnya, Rini menghadapi ujian dengan tekun. Setiap malam, ia belajar hingga larut malam, tidak ingin mengecewakan kakaknya. Sementara itu, Raka terus bekerja keras, meskipun tubuhnya semakin lelah. Namun, ia tahu bahwa ia melakukan semua ini untuk masa depan adiknya.

Malam-malam yang panjang itu adalah waktu yang penuh dengan kecemasan bagi Rini. Ia tahu bahwa nilai ujian ini akan sangat menentukan masa depannya, namun ia juga merasakan beban yang besar di hatinya, bukan hanya karena ujian yang harus dijalaninya, tetapi juga karena ia tidak ingin melihat kakaknya terus menderita dalam kesulitan ekonomi. Seringkali, ia terbangun di tengah malam dan mendapati kakaknya sudah kembali bekerja keras. Ia merasa bersalah karena merasa tidak dapat melakukan lebih banyak untuk membantu.

Suatu malam, saat ia tengah belajar dengan tekun, Rini tiba-tiba teringat pada sebuah janji yang pernah dibuatnya kepada dirinya sendiri. Janji untuk tidak mengecewakan kakaknya. Ia menyadari bahwa meskipun ia merasa tertekan, ia harus tetap melangkah maju dengan penuh semangat. Setiap pelajaran yang ia pelajari, setiap soal yang ia pecahkan, semuanya ia lakukan dengan tekad untuk membuktikan bahwa usaha kakaknya tidak akan sia-sia.

Setelah beberapa minggu, hasil ujian diumumkan, dan Rini berhasil lulus dengan nilai yang sangat baik. Ia diterima di universitas impian yang selama ini ia idam-idamkan. Ketika mendengar kabar itu, hati Raka penuh dengan kebanggaan dan rasa syukur yang tak terhingga.

"Rini, kamu lulus! Aku bangga padamu," kata Raka, sambil memeluk adiknya.

Rini, dengan mata yang berkaca-kaca, membalas pelukan kakaknya. "Semua ini karena pengorbanan kakak. Tanpa usaha kerasmu, aku tidak mungkin sampai di sini. Terima kasih, Kak. Aku akan berusaha keras agar kamu tidak kecewa."

Raka merasa hatinya tersentuh mendengar kata-kata adiknya. Ia tahu, pengorbanannya tidak sia-sia. Melihat adiknya berhasil adalah kebahagiaan terbesar baginya. Ia merasa bahwa segala jerih payah yang ia lakukan selama ini telah terbayar lunas dengan senyuman Rini.

Namun, meski Rini diterima di universitas, tantangan baru mulai datang. Biaya kuliah dan biaya hidup di kota tempat Rini melanjutkan pendidikan masih menjadi masalah besar. Rini, yang tidak ingin membuat kakaknya semakin terbebani, memutuskan untuk mencari pekerjaan sampingan. Ia mulai bekerja di kafe kecil di dekat kampus, meskipun kakaknya tidak setuju.

"Aku tidak ingin kamu bekerja, Rini. Kau harus fokus belajar, jangan terbebani masalah uang," kata Raka dengan khawatir.

"Aku tahu, Kak. Tapi ini demi masa depan kita. Aku tidak ingin jadi bebanmu," jawab Rini dengan penuh keyakinan.

Melihat tekad adiknya yang kuat, Raka akhirnya mengalah dan memberikan dukungan. "Baiklah, kalau itu yang terbaik untukmu. Kakak akan selalu mendukungmu."

Namun, meskipun Raka memberikan dukungan, ia tetap merasa cemas. Ia khawatir jika Rini terlalu lelah bekerja di luar waktu kuliah dan belajar, akan memengaruhi kesehatannya. Setiap kali mereka berbicara di telepon, Raka sering mengingatkan adiknya untuk menjaga tubuhnya, meskipun ia tahu bahwa adiknya adalah orang yang keras kepala.

"Aku tahu kamu bisa menghadapinya, Rini, tapi ingatlah untuk tidak terlalu memaksakan diri. Kesehatanmu juga penting."

Rini hanya tertawa kecil, "Kak, jangan khawatir, aku akan baik-baik saja. Ini semua untuk masa depan kita."

Rini sangat bersemangat dalam mengejar tujuannya. Setiap hari, setelah kuliah, ia akan bekerja di kafe hingga larut malam. Namun, meskipun kelelahan terkadang membuatnya merasa sangat letih, ia selalu mengingat pengorbanan kakaknya yang telah bekerja keras untuknya. Itu memberi motivasi untuk terus bertahan.

Rini juga mulai mengatur waktu lebih baik antara belajar, bekerja, dan menjaga kesehatannya. Setiap pagi, ia memastikan dirinya cukup tidur agar bisa tampil segar di kampus dan tidak tertidur saat bekerja. Ia tahu bahwa untuk mencapai tujuannya, ia harus pintar mengatur waktunya.

Tahun-tahun berlalu, dan akhirnya Rini lulus dengan predikat yang sangat membanggakan. Ia mendapatkan pekerjaan yang baik, dan segera setelah itu, ia mengirimkan sebagian penghasilannya untuk membantu kakaknya. Namun, yang lebih penting lagi, Rini memastikan bahwa kakaknya tidak perlu bekerja keras lagi. Ia ingin melihat kakaknya hidup dengan tenang, tanpa harus selalu berjuang keras seperti dulu.

Suatu hari, Rini mengunjungi Raka dengan membawa sebuah kotak kecil. Di dalam kotak itu terdapat sebuah jam tangan baru, yang ia pilih dengan hati-hati sebagai hadiah untuk kakaknya. Jam tangan itu bukan hanya sebuah hadiah, melainkan simbol terima kasih atas segala pengorbanan yang telah dilakukan Raka selama ini.

"Kak, ini hadiah kecil untukmu. Terima kasih atas semua pengorbananmu selama ini. Aku tidak akan pernah bisa membalas semuanya, tapi aku berjanji akan selalu ada untukmu," kata Rini, sambil menyerahkan kotak itu.

Raka memandang jam tangan itu dengan mata berkaca-kaca. Ia tidak mengira adiknya akan memberinya hadiah. "Rini, aku hanya ingin melihatmu bahagia. Itu sudah cukup bagiku," jawab Raka dengan suara yang penuh haru.

Rini memeluk kakaknya dengan erat. "Aku akan terus berusaha agar kamu bangga, Kak. Terima kasih sudah memberiku segala kesempatan ini."

Hari-hari berlalu, dan kehidupan mereka berangsur-angsur berubah. Rini yang kini sudah memiliki pekerjaan yang baik, tidak hanya membalas pengorbanan kakaknya, tetapi juga memastikan bahwa kakaknya bisa menikmati hidup dengan lebih mudah. Meskipun tantangan baru selalu datang, mereka tahu bahwa selama mereka saling mendukung, tidak ada yang mustahil.

Rini terus berusaha untuk mencapai lebih banyak lagi dalam hidupnya. Ia tahu bahwa meskipun tantangan baru selalu datang, ia tidak bisa berhenti berjuang. Di sisi lain, Raka mulai merasakan perubahan besar dalam hidupnya. Ketika dulu ia merasa tertekan dengan tanggung jawab besar sebagai kepala keluarga, kini ia bisa bernapas lega melihat adiknya yang sudah dewasa dan sukses, mampu menghadapi hidup dengan penuh keberanian dan tekad.

Beberapa bulan setelah Rini mulai bekerja, ia memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Kali ini, ia memilih untuk mengambil program pascasarjana di bidang yang lebih sesuai dengan minatnya. Raka merasa bangga, namun juga cemas. Meskipun Rini sudah bisa membiayai dirinya sendiri, Raka merasa selalu ada rasa tanggung jawab dalam dirinya untuk membantu adiknya sebaik mungkin.

"Saya akan mendukungmu, Rini, apa pun yang terjadi. Jangan khawatir tentang biaya kuliahmu," ujar Raka saat mereka berbicara malam itu.

Rini tersenyum dengan penuh rasa terima kasih. "Kak, aku bisa mengatasinya. Aku sudah terbiasa berdiri di atas kaki sendiri, dan ini adalah waktuku untuk membuktikan diri. Terima kasih untuk semua yang kamu lakukan."

Waktu berlalu, dan Rini terus berkembang dalam kariernya. Ia mulai dikenal di tempat kerjanya sebagai individu yang sangat berdedikasi dan memiliki ide-ide segar. Namun, meskipun kariernya semakin maju, ia tetap menjaga hubungan yang erat dengan Raka. Setiap minggu, mereka selalu meluangkan waktu untuk makan bersama, berbicara tentang kehidupan, dan saling mendukung satu sama lain.

Suatu hari, ketika Rini pulang ke rumah Raka, ia membawa kabar baik. "Kak, aku dapat promosi! Aku akan memimpin tim baru di perusahaan. Ini kesempatan besar untukku," kata Rini dengan wajah berseri-seri.

Raka tersenyum bangga. "Aku tahu kamu bisa, Rini. Kamu memang luar biasa."

Rini merasa sangat terharu mendengar pujian kakaknya. Ia tahu bahwa semua pencapaian ini tak lepas dari kerja keras kakaknya yang selalu mendukungnya sejak kecil. "Semua ini karena kakak, Kak. Tanpa kamu, aku tidak akan pernah sampai sejauh ini. Aku akan berusaha lebih keras lagi untuk membuatmu bangga," ujar Rini.

Tak lama setelah promosi itu, Rini merasa saat yang tepat untuk memberi sesuatu yang lebih besar untuk kakaknya. Ia memutuskan untuk membelikan rumah kecil di pinggiran kota, sebuah rumah yang nyaman dan tenang, tempat di mana Raka bisa menikmati hidup tanpa merasa harus bekerja keras. Ia ingin memberikan hadiah terbaik sebagai ungkapan terima kasih atas semua pengorbanan yang telah dilakukan oleh Raka.

Pada hari ulang tahun Raka, Rini mengundangnya ke rumah barunya. Ketika Raka tiba, ia terkejut melihat rumah itu. "Rini... ini... rumahmu?" tanya Raka dengan suara bergetar.

Rini tersenyum dan memeluk kakaknya. "Tidak, Kak. Ini rumah kita. Aku ingin kamu tinggal di sini, tidak perlu lagi bekerja keras seperti dulu. Ini hadiah dari aku untukmu, sebagai tanda terima kasih atas semua yang telah kamu lakukan."

Raka terdiam sejenak, matanya berkaca-kaca. Ia tidak tahu harus berkata apa. Semua perjuangan yang ia lakukan selama ini akhirnya berbuah manis. "Rini, aku tidak tahu bagaimana cara mengucapkan terima kasih. Semua yang kamu lakukan untukku, itu luar biasa. Aku bangga padamu, dan aku tahu kamu pasti akan sukses lebih jauh lagi."

Rini tersenyum, matanya penuh dengan kebahagiaan. "Kak, aku tahu kamu sudah berkorban begitu banyak untukku. Kini, giliran aku untuk membantu kamu menikmati hidup."

Hari-hari di rumah baru itu membawa kedamaian dan kebahagiaan bagi mereka berdua. Rini semakin berkembang dalam kariernya, sementara Raka kini bisa menikmati hari-harinya dengan lebih tenang. Ia merasa bahagia melihat adiknya yang sukses, dan merasa bahwa semua perjuangannya selama ini telah terbayar.

Tahun demi tahun berlalu, dan mereka terus saling mendukung. Rini akhirnya menikah dengan seseorang yang sangat mencintainya, seorang pria yang baik hati dan penuh perhatian. Raka merasa bahagia melihat adiknya akhirnya menemukan kebahagiaan dalam hidupnya. Begitu juga dengan Rini, ia tidak pernah melupakan kakaknya. Setiap kesempatan yang ada, ia selalu mengajak Raka untuk bersama-sama menikmati hidup.

Pada suatu pagi yang cerah, saat Rini dan suaminya sedang berlibur bersama Raka, ia melihat betapa damainya kakaknya kini. Raka, yang dulu selalu bekerja keras, kini menikmati masa pensiunnya dengan bahagia. Rini merasa sangat bersyukur atas segala yang telah mereka capai bersama. Semua kerja keras, pengorbanan, dan cinta yang telah mereka berikan satu sama lain akhirnya terbayar dengan kebahagiaan.

"Aku tidak akan pernah melupakan pengorbananmu, Kak. Kamu adalah pahlawan dalam hidupku," kata Rini dengan mata penuh kasih sayang.

Raka hanya tersenyum dan memeluk adiknya. "Kamu juga pahlawan, Rini. Kamu sudah melakukan hal yang luar biasa. Aku bangga padamu."

Mereka berdua duduk di bangku taman, menikmati pemandangan yang indah, dan merasa bersyukur atas perjalanan hidup yang telah mereka jalani bersama. Mereka tahu bahwa meskipun hidup penuh tantangan, selama mereka saling mendukung, tidak ada yang tidak mungkin.

Hidup memang tak selalu mudah, tetapi cinta dan pengorbanan adalah kekuatan yang mampu mengatasi segala rintangan. Rini dan Raka membuktikan bahwa dalam kesulitan sekalipun, selama ada rasa saling peduli dan bekerja keras, kebahagiaan pasti akan datang pada akhirnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun