Mohon tunggu...
Ire Rosana Ullail
Ire Rosana Ullail Mohon Tunggu... Blogger - irero

Content Writer | Sosial Budaya | Travel | Humaniora | Lifestyle | Bisnis | Sastra | Book Sniffer | Bibliophile | Bibliomania | Tsundoku | email : irerosana@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Malaikat Bertanya (Cerpen Tragedi Mei 1998)

22 Mei 2018   18:24 Diperbarui: 22 Mei 2018   18:26 2708
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari itu kedua pegawai Pak Tua tak nampak batang hidungnya. Tak pula ada tanda-tanda toko akan dibuka. Ruko 2 lantai yang biasa ramai pengunjung mendadak senyap.
Sudah hampir subuh dan Gadis itu belum juga pulang. Tinggal aku yang terjaga setelah Pak Tua dan Bu Poni Gulung tertidur di kursi. Mereka roboh setelah seharian menunggu dengan penuh kekhawatiran. TV masih menyala tanpa penikmat. Aku mulai mencemaskan gadis itu.
13 Mei 1998
Belum sampai matahari terbit, Pak Tua dan Bu Poni Gulung terkaget oleh suara gaduh dari luar rumah. Pak Tua menghambur ke jendela menatap ke luar dengan penuh kecemasan disusul Bu Poni Gulung. Sigap mereka serempak mengecek dan menutup ganda semua pintu dan jendela.


Pintu utama ruko mereka memiliki 2 lapis pengaman, tralis besi dan rolling door. Sedari hari lalu keduanya sudah terkunci rapat, Pak Tua memastikan kembali semua jendela benar terkunci. Bu Poni Gulung menaiki tangga lantai dengan tergopoh menuju ke teras atas yang tertutup tralis. Wajahnya terhenyak sesaat setelah menyapukan pandangan ke segala penjuru. Asap mengepul di udara dibarengi suara teriakan. Ia mulai ketakutan.


Dengan tangan gemetar dan terburu-buru ia mengunci pintu atas, menutup gorden warna merah mudah dengan satu tarikan kilat. Pak tua berlari ke kanan dan kiri, bingung. Ia mengambil papan kecil dan spidol hitam lalu menuliskan "MILIK PRIBUMI" dengan abjad besar dan tangan gemetar.


Mereka belum sempat bernapas teratur ketika tiba-tiba suara gaduh dari luar ruko mulai semakin mendekat. Tralis Besi pintu utama mereka digedor, sesekali terdengar suara benda tajam mengenainya. Pak Tua dan Bu Poni Gulung semakin panik. Pak Tua mengisyaratkan untuk menggeser etalase ke arah belakang pintu utama. Bu Poni Gulung menyapu beberapa isi etalase dengan satu ayunan tangan.


Suara yang terdengar mirip itu semakin menjadi-jadi. Mereka berteriak dalam kemarahan.


Suara kaca pecah terdengar dari arah lantai atas. Sebuah botol berisi minyak dengan api menyala menembus celah traslis dan jatuh tepat di atas kasur bersprei biru laut. 

Perlahan api mulai membesar, ujungnya menjilat meja kayu yang berada tepat di samping tempat tidur. Api menyala semakin tak terkendali. Buku matematika yang pertama jadi sasaran. Aku teringat buku harian si gadis yang ia selipkan di laci meja. Buku  tersebut pasti sedang kepanasan menunggu giliran digilas si jago merah. Rasanya aku ingin cepat mengambilnya dan melemparnya ke sini. Tapi aku hanya berdiam diri, merasakan api yang mulai mendekatiku.


Raut terkejut tak dapat disembunyikan dari muka Bu Poni dan Pak Tua ketika menyadari api sudah menjalar ke lantai 2. Mereka membawa kain basah dan menghantamkannya ke bagian yang masih menyala.


Telepon berdering, Bu Poni mendarat ke bawah dan mengangkatnya dengan tergopoh. Ia menangis. Pak Tua yang mendekati Bu Poni ikut menangis. Tak hanya mereka, di hari itu, langit dan bumi pun menangis.


Mereka terduduk lemas, Bu Poni mengusap-usap bahu Pak Tua seolah itulah satu-satunya hal baik yang masih tersisa. Ia sudah tak ingat kapan terakhir kali bahu tua itu ia usap, mungkin 10 tahun lalu, mungkin sebelum si gadis terlahir.


Massa dari luar terdengar semakin ganas, mendobrak-dobrak penuh amarah. Tak berapa lama, mereka berhasil membobol dan mengobrak-abrik isi ruko.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun