Mohon tunggu...
Ire Rosana Ullail
Ire Rosana Ullail Mohon Tunggu... Blogger - irero

Content Writer | Sosial Budaya | Travel | Humaniora | Lifestyle | Bisnis | Sastra | Book Sniffer | Bibliophile | Bibliomania | Tsundoku | email : irerosana@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Malaikat Bertanya (Cerpen Tragedi Mei 1998)

22 Mei 2018   18:24 Diperbarui: 22 Mei 2018   18:26 2708
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ia menepuk bahu dan menyapa pegawai ayahnya. Si Gadis terlihat ramah dan dekat dengan semua pegawai meski mereka terlihat berbeda. Kulit pegawai-pegawai itu lebih gelap, mata mereka tak sempit seperti mata keluarga Pak Tua.

Si Gadis mencium pipi Bu Poni Gulung. Bu Poni mengarahkan mata si gadis ke meja makan namun dibalas dengan gelengan. Ia malah mengambil catatan, menghitung jumlah kotak lampu kemudian mencatat.

Sepertinya ia sudah sangat terbiasa dan terlatih. Ia akan larut dengan kegiatannya hingga toko tutup. Si Gadis baru akan ingat makan siangnya menjelang gelap.

Beberapa bulan di tempat ini aku sudah hapal kebiasaan-kebiasaan penghuninya. Pak Tua yang suka membaca koran berhuruf mandarin setiap pukul 6 pagi di kursi tua. Wanita tua yang minimal marah-marah 3 kali dalam sehari dan si gadis yang suka melamun menatap bintang dari balik jendela setiap malam.

Setiap 2 hari sekali si gadis akan membuka dan menulis catatan rahasia yang ia sembunyikan dari Pak Tua dan Bu Poni gulung. Terkadang ia menulis dengan senyum, namun adakalanya mukanya cemberut penuh kesal. Jika tidak menulis catatan, ia akan pergi tidur lebih dini dan bangun lebih awal dari penghuni yang lain.
Kebiasaan baru untuknya adalah bercerita kepadaku.

Kamu pernah jatuh cinta? Ia bertanya melalui kedua matanya.

Iya. Tentu saja. Jawabku berkedip.

Apa rasanya seperti ada kupu-kupu di dalam perut? tanyanya lagi.

Emm, mungkin juga. Seperti saat kamu menatapku seperti ini, entah bagaimana aku mengumpamakannya. Apa kau jatuh cinta padaku?

Ia tersenyum lalu berbalik menuju ranjang dengan sprei biru langit warna kesukaannya. Saat tidur ia seperti bayi, lembut dan tanpa dosa.
12 Mei 1998

Pagi itu suasana rumah tak seperti biasanya, Pak Tua berkali-kali mengkerutan dahi saat membaca koran. Ia terlihat resah. Bu Poni Gulung pun tak kalah resah. Si Gadis sudah siap dengan seragam dan tas sekolahnya namun dihalang-halangi Bu Poni Gulung. Dari Raut dan intonasi, mereka terlihat berbeda pendapat. Si gadis memaksa dan memutuskan untuk tetap berangkat ke sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun