Ecocracy merupakan kependekan dari kata ecological democracy atau eco-democracy. Ecocracy sebagai sebuah terminologi baru lebih dimaknai sebagai pengakuan atas alam dan lingkungan serta hal-hal yang terkandung di dalamnya. Juga memaknai akan keterbatasan daya dukung lingkungan serta pemahaman tentang sustainability ecology agar manusia tidak melakukan tindakan yang eksploitatif dan menghancurkan lingkungan serta alam ini dengan tanpa memprediksi konsekuensi dan dampak negatifnya.Â
Meminjam pemikiran Henryk Skolimowsky dengan filsafat lingkungan ( eco-philosophy )-nya, makna tersebut mengacu pada konsep ekokrasi yang disampaikan dengan mempertimbangkan hubungan antara satu individu dengan yang lainnya dan juga dengan lingkungan mereka. Dengan demikian, ekokrasi adalah perwujudan lain dari demokrasi yang tidak terbatas pada batasan wilayah negara semata-mata, tetapi ekokrasi bermakna lebih luas karena memiliki interkoneksi dengan bumi dan alam dalam arti luas.
Ekokrasi adalah bentuk demokrasi yang tidak mencederai alam dan bumi serta membahayakan negara atau wilayah sekitar kita. Ekokrasi dapat dipandang dari perspektif sistem aktivitas yang memiliki parameter "environmental protection" melalui standar-standar internasional secara komprehensif.Â
Bumi, alam sekitar yang berisi manusia, hewan dan tumbuhan dipersepsikan sebagai sebuah kesatuan yang integratif dalam apa yang disebut sebagai keramahan terhadap alam. demokrasi ekologis menjadi suatu demokrasi yang berusaha memikirkan ulang tentang kecongkakan antroposentrisme (berporos pada manusia) sebagai hasil kesadaran keberadaan krisis ekologis
Konsep ekokrasi harus menjadi kaidah penuntun dalam pembuatan kebijakan negara (politik hukum) dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Konsep ekokrasi agar dapat dijalankan dalam sistem bernegara, maka perlu dijabarkan dalam konstutusi hijau (green constitution), legislasi hijau (green legislation) serta anggaran hijau (green budgeting).Â
Prinsip ini bagian dari ideologi yang lebih luas, yang menempatkan hubungan manusia dengan alam sebagai titik tolak utama. Ekokrasi bisa dipahami sebagai kekuasaan dari, oleh dan untuk alam seisinya.Â
Ekokrasi bisa dikatakan sebagai pengembangan lebih jauh dari demokrasi karena memang mau melibatkan seluruh alam dalam dinamika kehidupan yang lebih baik. Secara konseptual ekokrasi lebih dalam dari demokrasi ekologis, atau demokrasi yang berwawasan ekologi karena dalam demokrasi ekologis pusatnya tetaplah manusia. Bias anthroposentrisme masih sangat kentara.
 Ekokrasi adalah "pengakuan kekuatan alam dan hidup itu sendiri, yang berarti mengobservasi keterbatasan alam, mendesain dengan alam, bukan melawan alam, membuat sistem yang berkelanjutan secara ekologis, penghormatan terhadap alam, bukan penjarahan alam secara berkelanjutan. Ada bekal berlimpah dalam kebudayaan di Indonesia, yaitu kearifan lokal.Â
Meski dari namanya kelihatan sifat lokalnya, tidak berarti bahwa dalam konteks persoalan global kearifan masyarakat itu tidak berarti. Dari banyak studi anthropologi cukup tampak bagaimana masyarakat tradisional Indonesia sangat dekat dengan alam yang menghasilkan kearifan-kearifan itu.Â
Karena itu, penggalian dan pendalaman kearifan lokal niscaya harus dilakukan, supaya bekal berlimpah itu tidak disia-siakan begitu saja. Tidak ada yang instan dalam ekokrasi, perlu kesabaran dan sikap mengarahkan para pegiatnya untuk makin menjadi manusia ekologis.
Al Gore dalam bukunya "Earth in the Balance" ,mengatakan  ketidakharmonisan hubungan kita dengan alam (bumi) yang sebagian menyangga ketergantungan kita terhadap pola konsumsi yang terus menerus meningkat jumlahnya atas sumber-sumber alam/bumi, sekarang terungkap dalam bentuk krisis-krisis yang berkelanjutan.Â