Penegakan Hukum Lingkungan Tebang Pilih
Catatan bagaimana penegakan hukum lingkungan di negeri ini yang yang kerap menghakimi kita dengan kalimat bahkan paragraf. Menghakimi diri dengan sejarah dan masa lalu.Satu dua tiga tak mengapa. Logika dihukum mati saja,biar tradisi menjadi tirani diksi, biar materi lebih utama ketimbang persepsi. Hukum yang memaksa, tapi tak mampu melihat dengan kedua mata, karena telah  menjadi budak para penguasa.Â
Pasal-pasalnya tersirat kepentingan politik. Hukum  diingkari, anarkisme dipilih; inilah tren yang sedang subur dan terus menggejala. Alih-alih bergerak maju, upaya mewujudkan supremasi hukum yang diagendakan dalam reformasi bangsa justru mengalami kemunduran sangat signifikan. Apresiasi sebagian besar masyarakat terhadap supremasi hukum terus melorot seperti anak kecil yang merosot dari pohon jambu.
Tinta terkadang bersimbah di penghujung kata, mengalir tapi tak bermuara, tak bersuara, terbit tapi tak bercahaya. Tentang penegakan hukum lingkungan  yang kusut masai, tentang harapan yang tak kujung selesai, tentang keadilan lingkungan yang baru menjadi lamunan.
Jalan menuju penegakan hukum lingkungan tampak begitu terjal dan berduri, serta mengalami distorsi yang begitu akut. Kebiasaan menyalahgunakan wewenang, transaksi ekonomi politik yang berbasis penukaran kewenangan, serta penyanderaan hukum atas nama kekuasaan, menjadi pemandangan yang amat mudah ditemukan. Sulitnya penegakan hukum lingkungan, pada gilirannya kemudian menjalar ke berbagai sel sistem negara, baik politik, ekonomi, maupun birokrasi yang berujung korupsi. Supremasi hukum dikandangkan.
Sementara, masyarakat memaksakan nilai hukum yang diyakininya sendiri. Aturan tertulis sering ketinggalan kereta dengan dinamika perubahan persoalan. Aturan itu pas di satu tempat tapi kedodoran di tempat lain. Lebih ruwet lagi, aturan tersebut tergantung pada tafsir si pemegang kendali kewenangan.
Terobosan Program Citarum Harum
Secara normative (de jure) Program Citarum Harum baru mulai pada bulan Maret tahun 2018, belum genap setahun usianya. Baru Sembilan bulan saja. Walaupun secara de facto Program Citarum Harum sudah dimulai pada bulan November 2017, yang digagas oleh Mayjen Doni Monardo saat menjadi Pangdam III Siliwangi, dengan konsepnya " Satu Kesatuan Komando". Konsep ini untuk menyempurnakan program Citarum sebelumnya yang telah digagas oleh para pemegang kebijakan dahulu.
Baru saja memegang kendali militer di Jawa Barat dan Banten, Doni Monardo  memilih untuk tidak berleha-leha. Dia langsung memilih program prioritas nonperang yang bisa dia kerjakan bersama para prajuritnya. Doni pun melirik salah satu permasalahan klasik di Jawa Barat, pembersihan Sungai Citarum. Doni heran kenapa sungai ini tak pernah 'bersih' meski selalu dibersihkan.Â
Donipun berkunjung ke pihak-pihak terkait, seperti pemerintah provinsi, kota, kabupaten, tokoh masyarakat, dan aktivis lingkungan. Hasilnya tertuang dalam program andalan mantan pemimpin Kopassus tersebut yang bertajuk 'Citarum Harum'. Dipimpin Gubernur Jawa Barat sebagai Komandan Satgas, satuan itu akan dibagi dalam 22 sektor. Kodam III/ Siliwangi pun mulai membenahi Citarum akhir November 2017. Hasil akhirnya, Presiden Jokowi pun menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan DAS Citarum yang diterbitkan pada 14 Maret 2018.
Strategi yang dilakukan oleh Panglima Doni adalah melakukan "perang" terhadap kerusakan Citarum. Aliran Citarum dibagi menjadi 22 sektor, dengan setiap sektor koordinasinya dipimpin oleh perwira menengah berpangkat Kolonel/letnan Kolonel. Komunikasi dibangun dengan berbagai pihak; termasuk lembaga/kementerian, akademisi, mahasiswa, komunitas, ulama, budayawan, media dan aktivis.
Dalam implementasinya, setiap Komandan Sektor (Dansektor) diinstruksikan untuk melakukan pemetaan permasalahan, melakukan aksi dan melaporkan perkembangan yang dilakukan. Tak berlama-lama, prajurit langsung turun ke lapangan, mengecek instalasi pembuangan limbah milik perusahaan dan pabrik. Perusahaan nakal pun diperingatkan, bahkan hingga dicor semen (blokade) pembuangan limbahnya, untuk yang masih membandel.
Di kawasan hulu, Dansektor memetakan kepemilikan lahan dan permasalahan yang ada. Beberapa aksi pun dilakukan dari pemindahan beberapa lokasi usaha yang tidak tepat hingga pengembangan pembibitan dan melakukan penanaman tanaman keras di lokasi hulu.Namun Doni menyebut strategi terpenting penyelamatan Citarum adalah pada budaya di tingkat masyarakatnya.