Mohon tunggu...
Azis Tri Budianto
Azis Tri Budianto Mohon Tunggu... Dosen - Mahasiswa | Penulis | Filsuf
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Dalam hidup kita hanya sebagai pemain, jadilah pemain yang menjalankan perannya dengan baik. _sing biasa bae

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Mengkaji Seni Berbahagia bersama Epicurus

6 Januari 2023   01:16 Diperbarui: 6 Januari 2023   01:25 552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah dengan beberapa contoh di atas, penderitaan hidup sirna dan kemudian muncul kenyamanan batin? Tentu saja tidak. Hal sebaliknya terjadi. Oleh karena itu, untuk mencapai kebahagiaan manusia perlu mengatur keinginan. Epicureisme mengklasifikasikan tiga jenis keinginan. Pertama, keinginan-keinginan alamiah harus dipuaskan (naturally needed) seperti makan, minum, dan berteduh. Kedua, keinginan kodrati yang belum tentu terpuaskan (naturally sia-sia) seperti makanan dan rumah yang mewah. Ketiga, keinginan yang tidak wajar seperti status sosial yang tinggi dan mencari uang sebanyak-banyaknya.

Untuk mencapai kebahagiaan, seseorang harus fokus pada keinginan pertama dan mengabaikan keinginan ketiga. Sebab, dalam jangka panjang, ketiga keinginan tersebut dapat melahirkan kekecewaan, ketidakpuasan, dan kecemasan dalam hidup. Sedangkan keinginan yang kedua bisa dipuaskan asalkan tidak menimbulkan rasa sakit. Oleh karena itu, keinginan harus ditempatkan dalam konteks kehidupan manusia secara keseluruhan.

Selain itu, manusia juga perlu mengembangkan kesenangan karena itulah pintu masuk menuju kebahagiaan. Kesenangan adalah kebaikan bawaan yang tidak selalu baik dan harus dipenuhi. Kesenangan yang berakhir dengan penderitaan harus dihindari, sedangkan rasa sakit yang berakhir dengan kesenangan harus dipraktikkan. Orang perlu menahan rasa sakit untuk sementara waktu agar kesenangan bertahan lebih lama.

Pada dasarnya, kebahagiaan tidak diukur dengan intensitas, tetapi dengan waktu. Percuma ketika perasaan bahagia begitu kuat tapi waktunya singkat. Lebih baik merasa normal, tetapi dalam jangka panjang. Misalnya, kita tidak makan banyak. Perasaan kita tampak biasa saja dan tidak bertahan lama. Namun, dengan tindakan seperti itu, kita bisa terhindar dari rasa kenyang dan menjadi lebih sehat. Jadi, epikisme menambahkan satu hal pada kebahagiaan, yaitu perasaan puas. Dengan itu, kita akan mudah puas dan kita tidak akan mencari yang lain

Oleh karena itu, akan menjadi kesalahan besar jika hedonisme dipandang mempromosikan kemewahan, kemewahan, dan ketidakpuasan. Hedonisme sejati mengajarkan moderasi, pengekangan, dan pengetahuan tentang batasan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun