Melalui kondisi ini bisa dikatakan bahwa, seni itu mahal karena hanya  di dalam karya seni itulah kebenaran akan terwakili. Dengan adanya tingkah represif tersebut membuat seniman terkadang di lecehkan dan tidak dihargai padahal di balik pembuatan seni itu penuh dengan penderitaan dan air mata yang tidak bisa di utaran secara jelas.Â
Ketika seni yang digunakan sebagai media kritik dihancurkan maka gejolak perlawanan dari seni akan bermunculan dengan nuansa yang lebih menyakitkan. Walaupun perjuangan belum tuntas keberadaan seni dan politik akan terus berkembang di dalam menyuarakan ketertindasan yang ada sampai kebebasan itu terpenuhi.
Refrensi
Pramana, Gede Indra, and Azhar Irfansyah. "Street Art Sebagai Komunikasi Politik: Seni, Protes, Dan Memori Politik." Jurnal Ilmiah Widya Sosiopolitika 1, no. 2 (2019): 98.
Mohamad, Goenawan. "Seni dan Politik." Extension Course Filsafat (ECF) 1 (2014).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H