Mohon tunggu...
Tedy Aprilianto
Tedy Aprilianto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Individu merdeka permbelajar filsafat untuk memberi gambaran opini generasi muda

Mahasiswa Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada | Pembelajar Filsofis dan Pecinta Perjalanan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Seni :Alat Pemantik Gejolak Kesadaran Publik

23 Maret 2022   12:12 Diperbarui: 24 Mei 2022   00:39 468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hal ini akan memberikan ancaman yang serius terutama pada saat krisis telah melanda. Seperti pada tahun 1998, pada saat itu harga mulai meroket dan segala bentuk kebebasan masyarakat untuk berpendapat dibungkam. Jika dalam kondisi tersebut masyarakat masih menggunakan ilmu cocoklogi maka reformasi tidak akan terjadi. 

Seni adalah daya kritis untuk mengkritik otoritas yang ada. Seperti kita ketahui bersama ketika fenomena demonstrasi terjadi tidak lepas juga akan ada sebuah karya seni yang membersamainya seperti : poster,spanduk,bendera, dan juga beragam hal lainya yang bertujuan untuk mengkritik.

Seni yang dibungkus dengan kritik akan menjadi alat penyadaran yang paling kuat untuk masyarakat. Pada masa reformasi demonstrasi yang terus-menerus terjadi menjadikan sebuah kebangkitan bagi karya seni. Dengan adanya isu Soeharto yang tidak bisa memenuhi  tuntutan yang di minta maka mosi tidak percaya pun bermunculan. Bahkan, seni musik  tercipta untuk menyadarkan masyarakat. John Tobing salah satu Mahasiswa Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada menjadi salah satu aktornya. 

John Tobing menciptakan sebuah lagu berjudul "Darah Juang". Dalam setiap liriknya John Tobing mencurahkan keprihatinan atas kemiskinan, kurangnya perhatian gizi, minimnya pendidikan, dan beragam pengangguran. Mereka mengalami hal seperti itu dikarenakan hak mereka dirampas oleh pemerintah. Lagu John Tobing ini selain menciptakan keindahan lagu ini juga tercipta sebuah pemantik untuk menyadarkan mahasiswa sampai saat ini untuk terus berjuang membela rakyat atas segala isu penindasan yang ada.

Kemudian pada tahun 2013, salah satu musisi jalanan yang biasa Iksan Skuter menciptakan sebuah lagu yang bernama partai anjing. Disini Iksan Skuter berusaha untuk menyuarakan pemberantasan korupsi yang belum sepenuhnya memuaskan masyarakat. Di dalam setiap liriknya sindiran-sindiran bermunculan mengenai tingkah laku  pejabat yang seharusnya mendengarkan aspirasi  rakyat. 

Akan tetapi kenyataanya pejabat itu justru malah menghabiskan anggaran,menjual aset negara dan  melakukan berbagai tingkah laku lainya yang merugikan masyarakat. Melalui lagu ini banyak masyarakat yang mulai  tersadarkan bahwasanya, wakil rakyat yang mereka pilih tidak menjalankan amanah sesuai hukum yang berlaku. Akan tetapi justru malah melanggar hukum yang berlaku dengan melakukan korupsi. Kemudian di masa pandemi covid-19 ini masyarakat yang tidak bisa bermobilitas maka seni bergerak. 

Mobilitas yang minim membuat kreatifitas semakin naik. Ancaman bukanlah sebuah penghambat akan tetapi ancaman adalah pengguat. Beragam karya mural bermunculan di tembok. Tiada lain tiada bukan kemunculan dari karya mural ini didukung kuat dengan banyaknya rakyat yang kelaparan, permasalahan kesehatan,dan pengangguran yang merajalela. Kemunculan karya ini bukan hanya menyadarkan masyarakat tapi pemerintah pun ikut sadar. Walaupun sama-sama tersadarkan akan tetapi respon kesadaran itu berbeda. Bagi masyarakat yang sadar ia berusaha bahu-membahu membuat mural dan ikut menyuarakan bahwa mural itu aspirasi bukan ancaman. Namun, hal itu tidak mendapatkan respon baik bagi pemerintah. Di kala pemerintah  juga ikut tersadarkan akan tetapi kesadaran itu justru  menganggap bahwa seni mural tersebut sebagai ancaman bagi suatu rezim.

Penggunaan seni dalam demonstrasi Foto : Tedy Aprilianto 
Penggunaan seni dalam demonstrasi Foto : Tedy Aprilianto 

Jika seni menjadi ancaman suatu rezim maka yang salah bukan seninya melainkan rezim berkuasalah yang salah. Di masa sekarang ini tepatnya isu yang sedang naik ialah isu penambangan di Desa Wadas. Isu wadas adalah isu penambangan yang berusaha untuk merampas  tanah warga Desa Wadas dengan tujuan  keperluan pemerintah membangun proyek strategis nasional. Dalam memperjuangkan aspirasi desa wadas ini banyak elemen masyarakat dan mahasiswa ikut memberikan aksi solidaritas. 

Melalui puisi yang disuarakan pada aksi damai hingga karya seni lukisan dan poster telah menjadi sebuah media komunikasi dalam menyadarkan publik atas kondisi di Desa Wadas. Semula penambangan di Desa Wadas tidak begitu naik isunya, akan tetapi dengan bantuan seni yang dikupas dengan kritik-kritik tertentu  membuat isi ini menjadi naik dan masyarakat sadar bahwasanya saudara sebangsa dan setanah air di Desa Wadas itu sedang ditindas demi kepentingan oligarki. 

Dari waktu ke waktu segala bentuk kritik selalu bermunculan dalam isu Desa Wadas ini. Perjuangan seniman untuk menyadarkan publik dalam berseni juga cukup sulit. Seni yang dibuat tidak membutuhkan waktu singkat. Akan tetapi, seni yang baru saja jadi malah justru dihancurkan oleh aparat dengan berbagai macam alasan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun