Sekarang kita masuki koridor atau selasar antarparagraf. Kita perlu membubuhkan penggalan gagasan ke dalam setiap paragraf.
Ambil contoh anatomi tubuh kita. Posisi kepala, leher, tangan, perut, dan kaki jelas letaknya. Jangan lupa ada tulang dan sendi yang mengutuhkan badan kita. Ingat juga bahwa di balik batok kepala ada otak, di balik kulit ada daging, di dalam perut ada usus, dan di dalam tulang ada sumsum.
Begitu pula semestinya kita menata paragraf. Perhatikan di mana letak otak, jantung, dan sumsum gagasan. Cermati juga penggunaan kata penghubung antarparagraf.
Tibalah kita di anak tangga kelima alias resep terakhir. Artikel yang kita anggit tiada beda dengan cinta yang kita jalin. Setiap yang bernama cinta seyogianya utuh. Inilah resep terakhir: keutuhan.
Resep ini kita pakai sebagai sentuhan akhir. Ibarat serangan dalam sepak bola, resep keutuhan inilah yang mengharuskan terciptanya gol. Dapat pula kita sebut resep ini dengan swasunting atau mengedit sendiri tulisan kita.
Mengapa harus dibaca dan disunting ulang? Ini kita lakukan guna menutup lubang-lubang dalam tulisan. Lubang paling dangkal adalah kesalahan pengetikan. Setelah itu, kekeliruan memilih kata. Selanjutnya, keterpaduan antarparagraf.
Apabila swasunting sudah rampung, silakan agihkan tulisan Anda kepada pembaca. Bisa kepada orang terdekat, teman yang tepercaya, atau langsung mengeposkan tulisan di blog.
Ada yang pernah bertanya kepada saya. Apakah pemakaian ragam cakapan, semisal dalam menulis artikel di blog, menjamin tulisan mudah dimengerti? Belum tentu.Â
Ada juga yang bertanya seperti ini. Apakah penggunaan ragam resmi, semisal dalam tulisan di blog, membuat tulisan terasa kaku? Belum tentu.
Ragam kata sebatas pilihan. Persoalan renyah baca jelas merupakan perkara berbeda. Kata "elu" atau "saya" bukanlah garansi tulisan Anda berisi atau bergizi.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!