Demikian getol saya membaca, sampai-sampai apa yang saya baca sering saya angankan menjadi kenyataan. Cerita cinta, luka-luka, pujian, dan hinaan yang dialami para tokoh yang saya baca kisahnya seolah merupakan kisah saya sendiri.
Kadang saya merasa melompat ke tahun 1660-an dan menjadi Sultan Hasanuddin pada satu ketika dan menjelma Arung Palakka pada ketika yang lain. Kadang saya merasa tercebur ke masa-masa perih Datu Museng dan melihat Maipa Deapati tergugu menunggu takdir.Â
Kadang saya merasa bagai Sawerigading yang dilarang menikahi We Tenriabeng dan ditolak lamarannya oleh We Cu Dai. Kadang saya mengira diri saya adalah I Maddi Daeng Rimakka yang dituduh mencuri kuda milik Karaeng Bontotangnga.
Saya juga pernah merasa bahwa sayalah Romeo yang tersungkur di sisi Juliet. Atau Sangkuriang yang jatuh cinta kepada Dayang Sumbi. Atau Bandung Bondowoso yang membangun seribu candi dalam semalam bagi Rara Jonggrang. Atau menjelma tokoh sebijak Krishna sekaligus setegar Zeus.
Padahal saya bukan siapa-siapa. Karena membaca, saya sering berangan-angan atau beringin-ingin menjadi seperti tokoh dalam cerita yang berperang, berselisih, menderita luka dan hina, menerima pujian serta penghargaan, dan menikmati hidup tanpa nestapa.
Namun, bagaimana saya akan menulis dengan baik jika saya tidak membaca? Itu saya. Bagaimana dengan kalian? Hidup amatlah singkat. Hanya menulis yang dapat membuat umur kita lebih panjang, malahan dapat jauh melampaui usia kita. Namun bagaimana kita bisa menulis dengan baik jika kita tidak membaca?
Menulis sejatinya upaya merawat nyali dalam menjalani hidup yang tidak sempit dan berani menjelajahi dunia berbeda. Namun, bagaimana kita tahu akan hidup yang luas dan terinspirasi untuk menjelajahi dunia berbeda jika kita tidak membaca?
Aktivitas membaca bukan sekadar mengenali suku-suku kata, mengeja kata demi kata, atau mengintimi rangkaian kalimat-kalimat, melainkan memberi asupan gizi bagi otak sebagaimana kita membutuhkan gizi untuk membentuk otot.Â
Hanya dengan membaca maka kita berpotensi menulis dengan baik. Hanya itu.
Pada akhirnya, hidup adalah rangkaian pengalaman batin yang akan berguna jika kita jadikan cermin. Begitu petuah Kuntowijoyo. Namun, bagaimana kita tahu pengalaman mana yang dapat dijadikan cermin jika kita tidak membaca?
Kandangrindu, 2018