Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Jihad Bunuh Diri dan Stamina Berpuasa

18 Mei 2018   03:46 Diperbarui: 26 Mei 2019   14:21 792
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Stamina itu tidak hanya dari sisi lahiriah, tetapi juga stamina batiniah. Berkoar puasa, tetapi tak henti-henti meledek mantan petinggi negara yang tengah sensitif. Mengaku puasa, tetapi terus-menerus mengutuk keluarga pelaku bom bunuh diri. Katanya puasa, tetapi mengumbar caci-maki. Lidah terjaga, jari lepas dari pengawasan. Lapar dan haus tertahan, marah dan benci menjadi-jadi.

Kalau benar-benar berpuasa, sungguh celaka jika yang kita terima haus dan lapar belaka. Kalau memang berpuasa, stamina batin harus dirawat dan dijaga. Kalau sewot atau marah, ambil wudu. Masih kesal, toyor kepala. Masih marah, guyur sekujur tubuh. Biar basah, biar dingin. 

Dalam jihad besar melawan hawa nafsu, stamina batin kita harus tangguh. Kalau di Twitter seseorang menantang twitwar, katakan saja sedang berpuasa. Di tempat kerja ada yang mengajak debat, tidak usah buru-buru menarik urat leher. Pengendara motor ugal-ugalan, tidak perlu berkaok-kaok seperti gagak kelaparan.

Terkadang kita lebih peduli menjaga stamina lahiriah sehingga mengabaikan stamina batiniah. Padahal stamina raga mudah dijaga. Asal menyantap makanan yang tepat, mengunyah buah yang lezat, dan tidur nyenyak dan nikmat, stamina raga pasti terjaga. 

Bagaimana dengan menjaga stamina jiwa?

/3/

Pada dasarnya kita sadar bahwa fondasi puasa adalah kewajiban. Namun, kita harus meloncat lebih tinggi. Kita harus bertumpu pada kesadaran cinta. Dari kesadaran cinta akan lahir kesabaran jihad. 

Ramadan adalah bulan jihad. Tidak harus repot merakit bom. Tidak mesti sakit karena menghilangkan nyawa sendiri. Tidak akan membunuh nyawa sesama. Cukup ibadah puasa, salat, berzakat, dan setelah lebaran kita kembali sesuci bayi. 

Coba kalau jihad dengan cara bom bunuh diri. Membayangkan rasa sakit saat sekarat saja sudah ngilu, apalagi membayangkan korban tidak berdosa. Boro-boro lolos tanpa tes masuk surga, di dunia saja jasad sudah sengsara. Jenazah tidak diakui keluarga, tidak diterima oleh warga untuk ditanam di tanah. Yang mengurus mayat susah dijumpa, makam pun entah mesti ke mana.

Akibat lain, agama ikut diserempet cemooh. Padahal agama tak menyuruh kita menyakiti apalagi sampai membunuh orang lain. 

Belum lagi dampak bagi orang lain yang jadi korban. Bagaimana dengan nasib keluarga yang ditinggalkan? Mungkin sebagian sanggup mengikhlaskan, mungkin pula ada yang memeram dendam. Bibit kebencian akan bertunas, bertumbuh, dan bertambah. Lama-lama bumi indah kita menjadi padang petaka tempat bunga kebencian tumbuh subur di mana-mana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun