Bangau Sepuh mengernyit. "Buat apa?"
"Supaya penghasilanmu bertambah dan kamu jadi kaya."
"Mengapa harus kaya?"
"Agar kamu bisa menikmati hidup."
Bangau Sepuh tertawa pelan. "Saya sedang menikmati hidup, Paduka. Saya berasa sedang di surga. Warga lain susah payah memburu surga dan baru masuk sesudah mati, saya merasakan surga semasih hidup."
Presiden Singarif terkesima. Bibirnya membulat seperti huruf o kecil, seakan-akan ingin mengatakan sesuatu, tetapi kemudian mengatup lagi.
Bangau Sepuh mengembuskan napas. "Saya juga mengharapkan surga, Paduka. Tetapi saya tidak akan menuju ke sana dengan cara seperti yang pernah terjadi di Provinsi Serigala. Rasanya dungu memburu surga tetapi bunuh diri, apalagi sampai merenggut nyawa sesama."
Presiden Singarif menatap mata Bangau Sepuh lekat-lekat. "Kamu bersedia menjadi Anggota Dewan Penasihat Presiden?"
Bangau Sepuh menggeleng-geleng. "Saya hanya mahir memancing ikan, Paduka, tidak biasa menasihati. Apalagi menasihati Presiden." Ia berhenti sejenak dan tersenyum. "Ajaib sekali andai Bangau menjadi penasihat Singa."
/2/
Ramadan masih fase awal. Perjalanan ibadah masih panjang. Layaknya petualang yang hendak menempuh kelana yang lama, bekal kita harus cukup. Bukan bekal makanan saja, melainkan sekaligus bekal stamina. Jangan sampai panas-panas tempe goreng. Sejam lepas dari wajan sudah melembek, tertiup silir angin saja sudah melunak.