"Mereka mencari, Baginda," tutur Patih dengan nada pelan, "kitalah yang mencuri tanah, rumah, dan makanan mereka. Kita bangun kota di atas perumahan mereka."
"Bodoh amat!"
Raja Maruk seorang raja yang ambisius. Dengan balatentara yang dahsyat ia merajalela. Kerajaan kecil diluluhlantakkan, kerajaan besar dihancurleburkan. Satu-satunya wilayah yang belum ditundukkan adalah Hutan Tak Bertuan. Sekali waktu ia kerahkan pasukan, namun pasukannya dipukul mundur oleh suku-suku yang menguasai hutan.
Pada akhir musim hujan lalu, Raja mengerahkan rakyat untuk membuka tepi hutan menjadi Ibu Kota baru. Pohon-pohon ditumbangkan. Rawa-rawa ditimbuni tanah. Gedung-gedung megah dibangun, istana mewah didirikan. Setahun kemudian, hutan berhasil disulap menjadi kota yang ramai.
Pagi ini beliau murka karena sekawanan semut menguasai jendela.
***
RAJA MARUK tersenyum puas di singgasana. "Masih ada yang kurang, Patih?"
"Masih ada, Baginda." Patih Patuh menunduk melihat Raja mengerutkan kening. "Kita belum punya Perpustakaan Agung. Kerajaan Kenang, yang terakhir kita taklukkan, sudah lebih dulu maju...."
"Apa gunanya perpustakaan" timpal Raja. "Peperangan butuh senjata dan peluru."
"Buku itu senjata sekaligus peluru!"
"Tapi tidak langsung membunuh!"