Mohon tunggu...
Arung Wardhana Ellhafifie
Arung Wardhana Ellhafifie Mohon Tunggu... Sutradara film -

Buku Terbarunya Tubuh-Tubuh Tompang Tresna (dan 7 lakon lainnya); (bitread, 2017), Gidher (Ladang Pustaka, 2017), Gambir (bitread, 2017), kumpulan puisi tunggal ; Mancok (Pustaka Ranggon, 2018), Mampus (Pustaka Ranggon, 2018).

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Naskah Drama Bengkah La'an (Mampus Sudah)

15 Oktober 2014   04:45 Diperbarui: 16 Maret 2016   19:25 4256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

 

 

 

 

 

 

LAYAR DIBUKA,

GELAP DAN TERANG MEWARNAI,

         ASAP BERHAMBURAN KE UDARA.

 

GAMELAN DITABUH, GEMERINCING GUNGSHENG BERIRINGAN, BEBERAPA PENARI MELENGGAK LENGGOK DENGAN GEMULAINYA. SUASANA MAGIS TERCIPTA, GENDING TERDENGAR.

 

  CAHAYA BERUBAH.

 

KE’ LESAP MUNCUL, DIIRINGI BEBERAPA ORANG YANG MEMINTA KESEMBUHAN ATAS PENYAKIT MEREKA, TAMPAK KE’ LESAP DALAM PERTAPAANNYA BERUSAHA MENYEMBUHKAN DENGAN SEGALA MANTRANYA. CREK-CREK BERBUNYI. TAMPAK MEREKA MENARI ATAU YANG DI SEBUT TANDHENG BRENNYAK.

       

       TOPENG DALANG MENGHANTAR CERITA.

 

DALANG       :            Namanya Ke’ Lesap, tak seorangpun meragukan keahliannya menyembuhkan segala jenis macam penyakit para penduduk di desanya. Dan kemampuannya selama ini di peroleh melalui pertapaan di beberapa kuburan, ataupun gunung-gunung, dan gunung gegerlah menjadi tempat kesukaannya, sehingga orang berbodong-bondong, seolah-olah bahwa dialah Tuhan mereka, padahal secara kasat mata sang Maha ingin menjelaskan bahwa prilaku manusia itu sendiri yang membutakan mata hatinya sehingga terang menjadi gelap, alam semestapun menjadi murka kepada mereka yang durjana.

 

       TANDHENG BRENNYAK BERHENTI,           

                                   CAHAYA BERUBAH.

 KODHI’ CRANCANG MENGAMUK,

         BERTERBANGAN DI UDARA.

                                     SEGALA BENDA TERLEMPAR, SUARA MENGGELEGAR.

 

SEKETIKA KE’ LESAP TERBANG DI UDARA MENANGKAP KODHI’ CRANCANG, SENJATA MILIKNYA, YANG BERUPA CALOK, SEBUAH GOLOK BERUKURAN BESAR BAGIAN BATANGNYA DAN MERUNCING AGAK KE DALAM.

 

KE’ LESAP               :           Cukup, kita akan kedatangan tamu besar, saudaraku.

PRAJURIT                :           (BEBERAPA PRAJURIT MUNCUL) Gelenon! (Permisi!)

KE’ LESAP               :           Ada apa gerangan datang ke sini?

PRAJURIT                :           Kami utusan Pangeran Cakraningrat untuk menjemputmu ke kadipaten.

KE’ LESAP               :           Raja biadab itu.

 

PRAJURIT HENDAK MENYERANG, NAMUN KE’ LESAP DENGAN CEPAT MENENDANG BEBERAPA PRAJURIT YANG MENJEMPUTNYA.

 

KE’ LESAP               :           Aku sudah mengetahui kalau Rajamu, bukan Rajaku, memintaku untuk menyembuhkan segala jenis macam penyakit rakyatnya, biar semakin menunjukkan kalau manusia busuk itu mempunyai sifat welas asih. (JEDA) Antarkan aku menuju Rajamu!

 

                                        GENDING TERDENGAR, PANGGUNG BERUBAH.           

    TANDHENG GHELEK DI MULAI.

         TOPENG DALANG BERCERITA KEMBALI.

 

DALANG                   :           Dari sinilah, amarahnya semakin bergejolak, tidak ada cara lain selain bermaksud mengubah dunia yang dilihatnya menjadi lebih baik, Raja yang dihadapinya tetaplah seorang laki-laki yang pantas dibunuh dan diperangi, menurutnya bahwa Suro Diningrat yang di kenal sebagai Pangeran Cakraningrat IV hanya seorang pemimpin bertopeng di balik kesederhanaannya. Namun Ke’ Lesap menyadari kalau dirinya hanyalah seorang diri, sehingga tak begitu saja memutuskan untuk membunuh Cakraningkrat, apalagi kediamannya di desa pejegen, selalu diawasi beberapa prajurit yang setia pada Sang Raja.

 

     TANDHENG GHELEK SELESAI,

       PANGGUNG BERUBAH. 

          

KE’ LESAP               :           Bajingan kau Cakraningkrat. Tunggu tanggal mainnya, kau pasti akan mati di tanganku, dan kekuasaanmu akan kuraih, serta segala yang kau miliki akan menjadi milikku seutuhnya. (TERDENGAR KETUKAN PINTU) Siapa?

PRAJURIT                :           Utusan Raja, Tuan.

KE’ LESAP               :           Masuklah!

PRAJURIT                :           (SEORANG PRAJURIT MUNCUL) Kau diminta datang menghadap Sang Raja.                                  

KE’ LESAP               :           Siapa yang sedang sakit?

PRAJURIT                :           Permaisuri, Tuan.

KE’ LESAP               :           Bawalah permaisuri Rajamu ke sini!

PRAJURIT                :           Kau lancang, Tuan. Hati-hati dengan ucapanmu.

KE’ LESAP               :           Katakan pada Rajamu, setiap rakyatnya yang sakit, mereka pasti menemuiku di sini, dan aku berhak memperlakukan hal yang sama pada permaisuri maupun selirnya, meskipun segala fasilitas yang kuterima adalah belas kasihnya. (PRAJURIT HENDAK MENYERANG, NAMUN DENGAN CEPAT KE’ LESAP MENGALUNGKAN KODHI’ CRANCANG KE LEHERNYA) Jangan pernah mencari masalah denganku, setiap orang di sini mengenalku dengan baik.

PRAJURIT                :           Aku hanya seorang abdi yang tunduk pada Rajanya, meskipun maut adalah taruhannya.

KE’ LESAP               :           Bodoh, sampai kapan kau tertipu oleh sikapnya yang ramah? Padahal Rajamu tak lebih dari seorang tengkulak.

PRAJURIT                :           Tengkulak pun aku akan hormati, karena janjiku sebelum memilih jadi prajurit.

KE’ LESAP               :           Termasuk setiap janji para prajurit yang selalu mengawasiku setiap waktu?

PRAJURIT                :           Sang Raja hanya bersikap waspada, kuatir kau akan memberontak. (KE’ LESAP HANYA TERSENYUM, LALU MENGAMBIL SECARIK KERTAS DAN MENULISKAN PESAN BUAT CAKRANINGKRAT)

KE’ LESAP               :           (MENJULURKAN SECARIK KERTAS) Berikan pada Raja biadabmu.  (PRAJURIT HENDAK MENDONGAK) Suatu saat aku akan menggantikan kedudukan Rajamu, aku berjanji akan kuangkat kau sebagai patihku karena kesetiaanmu, dan kita kuasai bersama-sama pulau ini dari ujung timur sampai ke Barat. (PRAJURIT HANYA TERDIAM, LALU KELUAR)

 

                                                   GENDING TERDENGAR, PANGGUNG BERUBAH,

                                                           CAHAYA GELAP DAN TERANG MEWARNAI.

 

CAKRANINGRAT IV:         (MENGAMUK DENGAN MENYOBEK SECARIK KERTAS YANG DI TERIMANYA) Lesap, kau pikir aku takut denganmu, kalau saja rakyatku tak tertimpa penyakit yang menular, sudah kulumat kau menjadi abu.

KE’ LESAP               :           (MUNCUL SECARA TAK TERDUGA, DENGAN MENGALUNGKAN KODHI’ CRANCANG KE LEHER PERMAISURI) Kalau begitu hadapilah aku, tak perlu menunggu waktu yang lama agar aku bisa menggantikan kedudukanmu dan menikahi istrimu, Cakraningrat.

CAKRANINGRAT IV:         (BERTERIAK KERAS) Prajurit!

 

SEKETIKA BEBERAPA PRAJURIT MENGEPUNG  KE’ LESAP DENGAN PEDANG DAN TOMBAK DI TANGAN, BAHKAN ADA BEBERAPA PEMANAH YANG SIAP MEMBUNUHNYA.

 

CAKRANINGRAT IV:         Kau pikir aku takut kehilangan istriku, (JEDA) demi rakyatku, akan kujaga segala amanah dan kepercayaannya untuk melindungi tanah tercinta ini. Bunuh dia!

 

PERTARUNGAN TERJADI ANTARA KE’ LESAP DENGAN SEMUA PRAJURIT YANG MENYERANGNYA, PERMAISURI JATUH KE PERMUKAAN LANTAI, LALU DISELAMATKAN, KE’ LESAP SEMAKIN TERDESAK KARENA BEBERAPA PRAJURIT YANG DIKALAHKAN, MUNCUL BEBERAPA PRAJURIT LAINNYA, HINGGA CAKRANINGKRAT PUN IKUT BERTARUNG DENGAN KE’ LESAP. SAMPAI AKHIRNYA KE’ LESAP TERLUKA, DAN DIKERUBUNGI DENGAN PULUHAN TOMBAK DI LEHERNYA.

 

CAKRANINGRAT IV:         Kau belum cukup umur melawanku Lesap, apalagi merebut kedudukanku, kalau saja aku tak berhutang budi pada keluargamu, akan kubiarkan kepalamu dijadikan mainan para prajuritku, (JEDA) sekarang enyahlah dari tanah kerajaanku, aku menyesali kau pernah menjadi dukun dari rakyat maupun keluargaku. Seandainya aku tahu kalau keluargamu pernah menjadi bagian dari hidupku, mungkin aku tak meminta prajurit mendatangimu agar singgah di kerajaanku ini.    (PADA PRAJURIT) Prajurit, biarkan dia pergi!

 

KE’ LESAP KELUAR DARI KEPUNGAN TOMBAK DAN PEDANG BEBERAPA PRAJURIT, DAN TAMPAK BEBERAPA PRAJURIT IKUT MENGAWALNYA,  PERMAISURI  MENENANGKAN CAKRANINGRAT.

 

GENDING LAINNYA TERDENGAR, PANGGUNG BERUBAH,

                                                                                 TANDHENG ALOS DI MULAI.

TOPENG DALANG MENCERITAKAN PERISTIWA SELANJUTNYA.

 

TABUHAN GAMELAN SEMAKIN LAMA SEMAKIN KERAS, GERINCING GUNGSHENG SEMAKIN SEREMPAK BERIRINGAN, BEBERAPA PENARI MELENGGAK SESUAI DENGAN CERITA YANG DI HANTAR DALANG, DAN KEMAGISAN PANGGUNG SEMAKIN LAHIR. CREK-CREK KIAN BERBUNYI.

 

DALANG       :            Di gunung Pajudden, desa guluk-guluk, Sumenep, Ke’ Lesap memilih sebagai tempat pertapaan untuk menempa dirinya, menjadi manusia yang kuat, menyatu dengan alam. Dan semakin lama, waktu yang terus berjalan seperti berada dalam genggaman jiwanya, hingga beberapa tahun lamanya, Ke’ Lesap memutuskan turun gunung, dengan kekuatan Kodhi’ crancang sebagai senjata pamungkasnya semakin termashur pada setiap penduduk desa yang dikunjungi, bahkan beberapa kelompok blater yang mengganggunya, di libas dengan mudahnya berkat kesaktian yang di milikinya, sehingga mereka menjadi pengikut Ke’ Lesap, hingga akhirnya pertemuan dengan Raden Buko, adalah awal pemberontakan Ke’ Lesap, dan menunjuknya sebagai panglima perangnya, di mulailah penyerangan pada kerajaan Sumenep, di mana Kanjeng Pangeran Ario Cokronegoro IV atau di kenal Raden Alza sebagai adipati Sumenep, sehingga terjadi peperangan hebat.

 

KE’ LESAP DAN RADEN BUKO, BESERTA BEBERAPA PASUKANNYA MENYERANG HABIS-HABISAN KERAJAAN SUMENEP HINGGA AKHIRNYA KE’ LESAP BERHASIL MEMATAHKAN PERLAWANAN RADEN ALZA.

 

                 TANDHENG ALOS SELESAI, CAHAYA BERUBAH.

                                                                                              PANGGUNG BERUBAH.

 

KE’ LESAP               :           Menyerahlah Raden Alza,  bagian dari antek bangsat penjajah! Kalau tidak aku akan membunuhmu.

RADEN ALZA          :           Tak segampang itu seorang begajulan, entah datangnya dari mana bisa merebut tahtaku. Kerajaan ini lahir turun temurun, bukan di rebut dari seorang yang tidak jelas sepertimu. Inilah adalah warisan nenek moyangku.

KE’ LESAP               :           Mulai detik ini, sejarahpun akan berubah, kalau Raja tak perlu dari keturunan yang sama, seorang penjahat sepertiku, bisa menggapainya.

RADEN ALZA          :           Sombong sekali kau.

KE’ LESAP               :           Kau mau aku bunuh atau mendekam di bawah tanah, lalu membusuk menjadi bangkai?

RADEN ALZA          :           Tak segampang itu, kau membunuhku.

 

KE’ LESAP HENDAK MENYERANG RADEN ALZA, NAMUN RADEN BUKO MENGHADANGNYA.

 

RADEN BUKO         :           Biar aku saja, Tuan, kau terlalu tangguh buatnya.

RADEN ALZA          :            Kau akan menyesal nantinya Raden Buko, karena telah bergabung dengan kelompok begajulan sepertinya.

RADEN BUKO         :           Katakan sekali lagi, mau mati atau kuseret ke dalam penjara?

RADEN ALZA          :           Kau penghianat Raden.

RADEN BUKO         :           Kau Rajanya penghianat, karena menghianati bangsamu, sehingga menjilat pantat kaum kafir penjajah.

 

RADEN ALZA MENYERANG RADEN BUKO, SEHINGGA BEBERAPA JURUS SAJA, RADEN BUKO BERHASIL MENAKLUKKAN RADEN ALZA, SEHINGGA DISERAHKAN PADA PENGIKUT KE’ LESAP, NAMUN DENGAN CEPAT RADEN ALZA BERHASIL LEPAS DARI SERGAPAN PENGIKUT KE’ LESAP.

 

KE’ LESAP               :           (SANGAT MARAH) Tangkap dia hidup-hidup, biar aku yang memenggal kepalanya, kalau tidak dia akan melaporkan semua ini pada kafir penjajah di Surabaya.

SESEORANG          :           Siap, Tuan. (KELUAR)

RADEN BUKO         :           Jangan terlalu kuatir Tuan, kalau aku melihat kemampuanmu yang luar biasa, kurasa ribuan kafir seperti mereka, pasti akan tergeletak, tanpa kita kubur jenazahnya, maupun kita sembahyangkan di rumah ibadah.

KE’ LESAP               :          (TERDIAM SEJENAK) Kita hanya manusia biasa, tapi aku selalu bermimpi kalau semenanjung kepulaan ini berada di bawah kepimpinanku tanpa menghamba pada panjajah sedetikpun.

RADEN BUKO         :           Aku akan selalu mendukungmu, Tuan, sampai titik darah penghabisan.

KE’ LESAP               :           Duduklah kau sebagai adipati Sumenep, karena aku akan melanjutkan perjuanganku, tanah ini harus dikuasai oleh bangsa kita sendiri, bukan mereka.

RADEN BUKO         :           Terimakasih, Tuan.

KE’ LESAP               :           Temukan Raden Alza secepatnya, kalau tidak kita akan melakukan peperangan menghadapi lawan yang lebih banyak dan serba canggih semua peralatannya.

RADEN BUKO         :           Akan segera kukerahkan pengikut  kita  lebih banyak lagi untuk menangkapnya hidup-hidup.

 

                    GAMELAN BERTABUH, PANGGUNG BERUBAH.

                                                                                                    CAHAYA BERUBAH.

 

RADEN ALZA          :           Ke’ Lesap sangat sakti, Mester. Kalau kau hanya membawa beberapa pasukan saja, kurasa kau akan kesulitan.

KOMPENI                 :            Siapa dia sebenarnya?

RADEN ALZA          :           Hanya seorang pemberontak biasa, yang ingin menguasai semenanjung Madura, dari Sumenep, Pemekasan, Sampang hingga kerajaan di bagian barat, dia mau memberikan kebebasan rakyatnya dari kekuasaan bangsamu.

KOMPENI                 :           (MARAH) Itu tidak boleh terjadi, dia harus mati atau ditangkap hidup-hidup, biar aku sendiri yang menembak kepalanya.

RADEN ALZA          :           Karena itu Tuan, kau  jangan anggap remeh seorang Ke’ Lesap, meskipun jumlah pengikutnya hanya sedikit, tapi kuyakini kalau semakin lama dia akan dengan mudah menambah para pengikutnya, berkat kesaktian yang sangat luar biasa.

KOMPENI                 :           (MENEMBAK KAKINYA RADEN ALZA) Jangan pernah sekali-kali memuji musuh di depanku, aku sudah cukup tahu, bagaimana menghadapi  kecoa sepertinya, karena aku telah  memiliki ribuan pasukan yang siap mati demi bangsanya, ( JEDA ) kami datang ke sini untuk menundukkan bangsa kalian dan memperluas wilayah kekuasaan kami, kalian hanya sekumpulan orang-orang bodoh.

 

KOMPENI DAN BEBERAPA PASUKANNYA MENINGGALKAN RADEN  ALZA SENDIRIAN, DIA TAMPAK MARAH DAN KESAKITAN.

 

                                       GENDING TERDENGAR, PANGGUNG BERUBAH.           

TANDHENG BRENNYAK DI MULAI.

    TOPENG DALANG MELANJUTKAN PERISTIWA KE’ LESAP SELANJUTNYA.

 

DALANG                   :           Di setiap desa yang dikunjungi Ke’ Lesap, dari  arah selatan, yaitu Bluto, Prenduan, Kaduara dan beberapa desa lainnya, dia selalu mendapatkan simpati dari penduduk setempat, sehingga mereka bergabung dengan pasukan Ke’ Lesap untuk melanjutkan penyerangan ke Pamekasan, hanya sehari saja pertarungan dilakukan dengan para prajurit Pamekasan, Ke’ Lesap berhasil menduduki Pamekasan dengan mudah, di mana Tumenggung Ario Adikoro IV atau yang di kenal dengan Raden Ismail tidak ada di tempat, karena sedang berpergian ke Semarang, Ke’ Lesap sendiri mencurigai kalau Ario Adikoro meminta bala bantuan kaum kafir penjajah.

 

       TANDHENG BRENNYAK SELESAI, CAHAYA BERUBAH.

                                                                                              PANGGUNG BERUBAH.

 

KE’ LESAP               :           (SANGAT MARAH) Kalian bangsat, karena membangun kekuasaan pada bangsanya sendiri, karena selalu takut dengan kematian dan hidup melarat atas nama Tuhan kita sendiri. Akan kuratakan semua kerajaan yang kalian bangun dengan tanah, itu janjiku! Hei, para penjilat pantat! (JEDA, PADA SESEORANG) Kau pergilah ke Sampang,  kirimkan suratku kepada Raden Ismail, yang kini berada di sana. Pastikan kalau Raden Ismail tak bersama dengan kafir bangsat.

SESEORANG          :           Siap, Tuan.

 

                         PANGGUNG BERUBAH, CAHAYA BERUBAH.

 

RADEN ISMAIL       :           (MEMBACA SURAT) Kalian bersiaplah untuk menghadapi tantangan kami, peperangan adalah satu-satunya jalan kebebasan rakyat kami dari kekuasaanmu yang disetir VOC. Tertanda, Ke’ Lesap. (JEDA) Bagandan, kumpulkan semua pasukan yang ada, kemudian datangkan pasukan kerajaan di bagian barat secepatnya, untuk menyerang mereka, dan hari ini pun kita akan segera berangkat.

CAKRANINGRAT V:          (MUNCUL, LALU MEREKA SEMUA  BERLUTUT) Berdirilah kalian semua!

RADEN ISMAIL       :          Ayah, ada apa gerangan kau datang kemari menemuiku?

CAKRANINGRAT V:          Sepulang kau dari Semarang, lalu kuberitahu kalau Ke’ Lesap melakukan pemberontakan, dan aku izinkan kau menyerangnya, tapi anak kandungku sangat mengkhawatirkanmu, dan dia tidak bisa berkata langsung denganmu, karena itulah aku kemari anakku, sekaligus membawa pasukan dengan jumlah yang lebih banyak, dan beberapa hari lagi pasukan kompeni akan segera datang.

RADEN ISMAIL         :         Ayah, istri manapun tak mau kehilangan suaminya, tapi kita semua sedang menghadapi situasi sulit, kepentingan rakyatku adalah segalanya, di atas kepentingan keluargaku, ma’afkan aku, Ayah!

CAKRANINGRAT V:          Aku cukup mengerti itu anakku, lakukanlah sesuai dengan hati nuranimu. Ma’af, aku segera pergi menuju kadipaten.           (KELUAR)

RADEN ISMAIL       :           Bagandan, sekarang siapkan semua pasukan!

BAGANDAN             :           Ma’af tuanku, kalau menurut pengamatanku, sesuai perhitungan hari, hari ini adalah hari yang na’as, sebaiknya keberangkatan kita di tunda besok pagi saja.

RADEN ISMAIL       :           Aku sudah tidak sabar menunggu Bagandan, satu malam saja menurutku sebuah penantian yang cukup panjang, karena ingin segera kucincang kepalanya Ke’ Lesap.

BAGANDAN             :           Aku pun bermaksud yang sama Tuan, ingin menjajal kemampuannya, yang menurutku hanya omong kosong belaka, (JEDA) tapi sebaiknya malam ini kita mengatur stategi untuk mematahkan Ke’ Lesap dan gerombolannya.

RADEN ISMAIL       :           Tidak, hari ini kita harus segera berangkat. (PADA PASUKAN) Siapa diantara kalian yang mau berperang melawan Ke’ Lesap hari ini juga?

BAGANDAN             :           (SEKETIKA BERTERIAK KERAS) Akulah adalah orang yang pertama ingin mati bersamamu Tuan.

PRAJURIT                :           Hidup Raden Ismail! Selamatlah Raden Ismail! Hidup Penghulu Bagandan! Selamatlah Penghulu Bagandan!!!

 

PARA PRAJURIT RADEN ISMAIL BERGEMURUH MENERIAKKAN SEMANGATNYA UNTUK BERPERANG MELAWAN KE’ LESAP.

            

                              GAMELAN BERTABUH KENCANG, SEMANGAT BERKOBAR.

   PANGGUNG BERUBAH, CAHAYA BERUBAH.

                                  PEPERANGAN TERJADI, DARAH MENGHIASI PANGGUNG.

 

RADEN ISMAIL DAN PENGHULU BAGANDAN BERTEMPUR HABIS-HABISAN MELAWAN KE’ LESAP, YANG TAMPAK DENGAN MUDAH MEMBUNUH PASUKAN RADEN ISMAIL MELALUI KODHI’ CRANCANGNYA. SEHINGGA USUS TUBUHNYA RADEN ISMAIL KELUAR DARI PERUTNYA, BAGANDAN PUN TEWAS SEKETIKA. RADEN ISMAIL MASIH MAMPU MELAKUKAN PERLAWANAN  DAN MENGAMUK DENGAN TOMBAKNYA, KE’ LESAP TERUS MELADENI DENGAN MENEBAS BATANG TUBUHNYA RADEN  ISMAIL.

 

KE’ LESAP               :           Kau menantu yang baik Raden Ismail, disayangkan karena kau menghamba pada Raja Biadab seperti Cakraningkrat dan keturunannya.

 

KE’ LESAP MENANCAPKAN SENJATANYA PADA RADEN ISMAIL YANG SEDANG SAKARATUL MAUT.

 

KE’ LESAP               :           Kirimkan jenazahnya pada Pangeran Cakraningrat, dan anak kesayangannya. Biarlah kakek dan ayahnya, serta istrinya menangis sepanjang malam, dan menyesali kalau segala tindak tanduknya hanya merugikan rakyat belaka. Dasar anjing!

 

                                                         PANGGUNG BERUBAH, CAHAYA BERUBAH.

                                                          KEDIAMAN PANGERAN CAKRANINGRAT IV.

 

PANGERAN CAKRANINGRAT IV, DAN V BERKUMPUL, PERMAISURI KEDUANYA, LALU ISTRI DARI RADEN ISMAIL MENANGIS DI HADAPAN JENAZAH RADEN ISMAIL.

 

CAKRANINGRAT V:          Dia sudah seperti anak kandungku sendiri, seorang menantu yang selalu setia pada segala perintah orang tuanya, ayah!

CAKRANINGRAT IV:         Tidak ada seorang cucu  di setiap kerajaan manapun yang menandingi pengabdiannya, dia selalu mementingkan rakyatnya, anakku, dan ku tahu kalau sebenarnya dia juga membenciku, mungkin membencimu karena kita sebagai penjilat pantat.

CAKRANINGRAT V:          Apa yang kita harus lakukan sebagai penghormatan terhadap dirinya?

CAKRANINGRAT IV:         Darah harus dibalas dengan darah, nyawa Ke’ Lesap harus mati di tanganmu atau di tanganku, anakku!

CAKRANINGRAT V:          Aku bersumpah demi jenazahmu, Raden Ismail, akan kubunuh Ke’ Lesap, akan kuhiasi tangisan istrimu dengan menabur bunga di istana ini.

CAKRANINGRAT IV:         Aku menyesali membiarkannya hidup beberapa tahun yang lalu, karena kukira lelaki kampung yang tak berguna tidak akan bisa mengubah sejarah. Inilah saatnya aku memeranginya. (KELUAR)

 

   PANGGUNG BERUBAH, CAHAYA BERUBAH.

 

PANGERAN CAKRANINGRAT IV TERPERANJAT DARI TIDURNYA, TAMPAK SAMAR-SAMAR SESEORANG SUDAH DUDUK TENANG DI HADAPANNYA. DAN PELAN-PELAN KITA MENGETAHUI KALAU LELAKI ITU, TAK BUKAN KE’ LESAP.

 

KE’ LESAP               :           Jangan berteriak, Cakraningrat! Aku tak akan membunuh di istanamu, aku hanya ingin  membuat sebuah perjanjian.

CAKRANINGRAT IV:         Apa yang kau inginkan?

KE’ LESAP                 :         Dari dulu kau sudah tahu kalau kepulauan ini, akan berada dalam kekuasaanku, bukan kepada mereka. Aku berjanji akan membunuhmu di medan pertempuran.

CAKRANINGRAT IV:         Akan kucari tubuhmu pertama kali.

KE’ LESAP                 :         Kau jangan sombong Cakraningrat, kau terlalu tua untuk menghadapiku sendirian, suruh pasukanmu menangkapku hidup-hidup, lalu kau penggal leherku secepat mungkin, kalau tidak akan segera kubunuh kau dan anak tercintamu.

CAKRANINGRAT IV:         Sejak kahadiranmu pertama kali, aku sudah menduga kalau kau sangat tega membunuhku.

KE’ LESAP               :          Jangan  katakan kalau kau tak tega untuk membunuhku.

CAKRANINGRAT IV:         Aku hanya ingin melihat  rencana naifmu untuk menguasai kepulauan ini.

KE’ LESAP                :          Dan sekarang kau melihatnya sendiri, setiap kadipaten adalah para pengikutku yang menguasai, dan sebentar lagi kerajaanmu akan kutaklukkan, (JEDA) kalau aku mati di tanganmu,  kuburkan jenazahku dengan cara kaum bangsawan melakukan upacaranya.

CAKRANINGRAT IV:         Begitu pun kau memperlakukan jenazahku, atau jenazah anakku yang sangat kucintai.

KE’ LESAP               :          Aku tak akan pernah mengingkari janji. Akan kuperlakukan kau secara terhormat.

 

SEKETIKA PANGERAN CAKRANINGRAT IV MENYERANG KE’ LESAP. KE’ LESAP DENGAN CEPAT BERKELIT MEMUKUL JATUH PANGERAN CAKRANINGRAT IV, LALU MUNCUL PANGERAN CAKRANINGRAT V DENGAN PEDANGNYA, HANYA DENGAN BEBERAPA JURUS SAJA KE’ LESAP BERHASIL MELUKAI TUBUH MEREKA BERDUA.

 

KE’ LESAP               :           Kau tetap saja licik, Raja biadabku, padahal aku bermaksud baik melakukan perjanjian denganmu, kau tetap saja seorang ayah yang bejat dengan menelantarkan darah dagingnya hidup penuh dengan ejekan, dan malu kalau mengakuiku sebagai anakmu, karena berasal dari pedesaan.

CAKRANINGRAT IV:         Sudah kukatakan sejak dulu, kalau aku tak pernah menelantarkan kalian, tapi kau tak pernah mempercayaiku, bahkan keinginanmu untuk membunuhku semakin berkobar.

KE’ LESAP               :           Karena kau pantas dibunuh, dan tak layak memimpin kerajaan ini.

CAKRANINGRAT V:          (BINGUNG) Apa yang kusaksikan ini, ayah?

CAKRANINGRAT IV:         Kau memang sedarah dengan Ke’ Lesap, kalau selama ini setiap orang memandang kalau darahnya berasal dari kelompok begajulan biasa, namun kenyatannya dia adalah keturunan syahku, dia adalah kakakmu. Tapi bagaimanapun darahnya menjadi halal untuk kita hidangkan.

KE’ LESAP               :           Kau tak pernah tahu bagaiman penderitaan ibuku selama ini, Cakraningrat. (SEKETIKA MENANGIS)

CAKRANINGRAT IV:         Simpan saja tangismu, biarkan mereka yang menangisi kematianmu.

KE’ LESAP               :          Atau malah sebaliknya, kalian berdua akan menjadi tangisan sekumpulan orang-orang bodoh yang mudah ditipu daya olehmu, lalu mereka akan merengek-rengek kepadaku meminta keadilan, padahal tak lebih dari seorang penghianat. (JEDA, LALU MENANGIS KEMBALI) Kau beruntung dilahirkan dan dibesarkan di sini, dengan segala macam perhiasan, dan kehidupan mewah istana, dengan kelezatan makanan, lalu bermacam hidangan yang empuk, bahkan daging menjadi kebiasaan seumur hidupmu. (TERDIAM SEJENAK) Tapi mulai besok prilaku manusia seperti kalian, tak akan ada lagi di kerajaan ini, semuanya akan menjadi sebuah cerita, karena akulah, Ke’ Lesap yang akan mengubahnya.

 

PANGERAN CAKRANINGRAT V HENDAK MENYERANG KEMBALI, NAMUN DENGAN SEKEJAP KE’ LESAP MAMPU MEMATAHKANNYA DAN TERHUYUNG KE PERMUKAAN.

 

KE’ LESAP               :           Ibuku selalu mengajarkan bagaimana caranya aku bersikap ksatria kepada siapapun, ibuku yang mengajarkan seorang musuh harus di bunuh pada medan pertempuran, bukan di kediamannya,  hanya seorang pengecutlah, akan bertindak seperti itu.

 

                   BEBERAPA TAHUN SEBELUMNYA.

   PANGGUNG BERUBAH, CAHAYA BERUBAH.

 

KE’ LESAP MENANGIS DI DEPAN IBUNYA, NYE POCONG YANG BERDIRI TEGAK DI DEPANNYA.

 

KE’ LESAP               :           Kau selau memberikanku banyak wejangan, Ibu. Kau selalu memberikan pendidikanku yang baik, kau selalu mengajarkan tentang kebudayaan sopan santun. Dan sekarang aku mau kau mengajarkan aku tentang kejujuran, Ibu.

NYE POCONG         :           Apa yang mau kau ketahui, Nak?

KE’ LESAP               :           Kau sebenarnya sudah tahu apa yang mau kuketahui.

NYE POCONG         :           Kau tak perlu menghiraukan cibiran semua orang tentangmu, kau teruslah berdiri dengan gagah sampai kapanpun, karena itu semua tak akan mengubah sejarah kita.

KE’ LESAP               :           Kau pernah  katakan, siapapun bisa mengubah sejarah itu, asal kita sanggup mengubahnya, dan aku akan berusaha keras mengubah itu semua.

NYE POCONG         :           (MENANGIS) Biarkan semua orang tahu kalau kau hanya anak haram.

KE’ LESAP               :           Tapi aku tak meyakini. Kau perempuan yang mulia, tidak mungkin berprilaku buruk dengan banyak lelaki, sekarang katakan siapa ayahku, Bu?

NYE POCONG         :           Apa yang akan kau lakukan setelah mengetahuinya?

KE’ LESAP               :           Aku akan menghormatinya, layaknya sebagai seorang anak terhadap ayahnya.

NYE POCONG         :           Kalau kau hanya dianggap seekor kecoa yang mengganggunya?

KE’ LESAP               :           Aku akan tetap menghormatinya, seperti yang pernah kau ajarkan kepadaku, balaslah kejahatan setiap manusia dengan sebuah kebaikan.

NYE POCONG         :           Aku meyakinimu, kalau kau adalah lelaki yang menepati janjinya.

KE’ LESAP               :           Kau mengizinkanku untuk menemuinya?

NYE POCONG         :           Dia adalah seorang Raja yang sedang memerintah di kota sana.

 

KE’ LESAP HANYA MENDONGAK SEJENAK, MEMANDANG NYE POCONG DENGAN TAJAM. SANG IBU HANYA MEMBELAI WAJAHNYA DENGAN PENUH KASIH SAYANG.

 

                                        GENDING TERDENGAR, PANGGUNG BERUBAH.           

      TANDHENG GHELEK DIMULAI.

                               TOPENG DALANG MENUNTUN PERISTIWA SELANJUTNYA.

 

DALANG                   :           Pertempuran hebat pun dimulai, Ke’ Lesap memimpin pasukannya sendiri, melawan kekuasaan Pangeran Cakraningrat V, yang turun langsung ke medan pertempuran, begitu juga Pangeran Cakraningrat IV, juga menyaksikan segala macam peristiwa peperangan, Ke’ Lesap semakin gagah perkasa dari beberapa hari melakukan pertempuran, membuat pasukan kerajaan kocar-kacir ke desa Mlajeh, sebelah barat Kadipaten, bahkan bala bantuan kaum kafir penjajah yang datang membantu dengan segala macam peralatan tercanggihnya tak mampu meladeni kedigdayaan Ke’ Lesap dengan senjata pamungkasnya, Kodhi’ Crancang. Ke’ Lesap mengamuk sedemikian rupa, menebas satu persatu pasukan kerajaan yang mengincar kepalanya, sehingga Pangeran Cakraningrat IV dan V pun kabur meninggalkan arena pertempuran bersama keluarganya.

 

                           TANDHENG GHELEK SELESAI.

                        PEPERANGAN SUDAH SELESAI,

                                             CAHAYA BERUBAH.

 

KE’ LESAP TAMPAK TERENGAH-ENGAH SETELAH MELEWATI PERTARUNGAN.

 

SESEORANG          :           Sebentar lagi kita akan menduduki kerajaan, Tuan.

KE’ LESAP               :           Biarkan mereka bernafas sejenak, itulah sifat ksatria, yang telah di ajarkan ibuku.

SESEORANG          :           Kau sangat bijaksana, Tuan.

KE’ LESAP               :           Janganlah pernah menyerang musuh dalam keadaan mundur,  hadapilah musuhmu ketika mereka terus melawan, karena sifat ksatria harus dihadapi dengan sikap yang sama, kalau mereka berlari, kita tak akan disebut ksatria walaupun berhasil membunuhnya, itulah kata ibuku.

SESEORANG                      :           Apakah ibumu masih hidup, Tuan?

KE’ LESAP                           :           Entahlah, tak seorang pun di antara pasukan kita yang menemukan jejaknya, barangkali ibuku sudah pergi jauh meninggalkan kepulauan ini, barangkali berpergian ke tanah jawa. Tapi do’aku akan selalu menyertainya.

SESEORANG                      :           Baiklah, Tuan. Aku sangat bangga menjadi bagian dari pengikutmu, dan aku tak memerlukan kedudukan apapun kalau kau berhasil memenangkan pertempuran ini. (KE’ LESAP HANYA TERSENYUM) Aku akan mempersiapkan pesta kecil menyambut kemenangan kita, sebelum kembali ke medan pertempuran untuk merebut kerajaan.

KE’ LESAP               :           Aturlah sebagaimana mestinya, sekali lagi jangan pernah menyakiti tawanan perempuan sedikitpun, apalagi mereka  yang masih punya hubungan kerabat dengan keraton. Hormatilah seperti kau menghormati ibumu.

SESEORANG          : Akan kupatuhi dengan senang hati segala perintahmu.             (KELUAR)

 

         GAMELAN DITABUH DENGAN KENCANG.  

   CAHAYA BERUBAH, PESTA KECIL  DIMULAI.

 

GEMERINCING GUNGSHENG BERIRINGAN SEREMPAK, BEBERAPA PENARI SANGAT ATRAKTIF MELENGGAK, SUASANA MAGIS TERCIPTA KEMBALI, GENDING TERDENGAR. TAK  LAMA KEMUDIAN, MUNCUL SEORANG PENARI DENGAN KOSTUM KERATONAN, MEMBUAT SEMUA ORANG TERPANA MELIHATNYA, TERMASUK KE’ LESAP, DAN SESEORANG YANG SETIA MENJADI PENGIKUTNYA. BEBERAPA PASUKAN KE’ LESAP SEMAKIN LARUT DENGAN TUAK DAN MAKANAN YANG MENGENYANGKAN PERUT MEREKA.

 

SESEORANG          :           Penari itu salah satu putri  kerajaan, Tuan.

KE’ LESAP               :            Aku cukup tahu banyak  putri  dari Cakraningrat.

SESEORANG          :           Tapi kau pastinya tak pernah tahu persis berapa banyak istri yang dinikahi Raja biadab itu. (SEKETIKA KE’ LESAP TERTEGUN, LALU SESEORANG TERTAWA BERBAHAK-BAHAK) Apa yang sedang kau pikirkan, Tuan? Bersenang-senanglah, dan tak seorangpun  berani menyentuh tawanan itu, seperti perintahmu, apalagi dia seorang putri  keraton.

KE’ LESAP               :           Kapan kau menawannya?

SESEORANG          :           Baru tadi sore Tuan, kutemukan  putri Raja itu, hendak masuk ke lingkungan istana, di antar beberapa pengawalnya, sementara Raja belum berani menduduki istana. Hanya saja sebagian kerabatnya.

KE’ LESAP               :           Kirimkan surat pada Raja biadab itu, kalau kadipaten, tak kunjung diduduki, sampai besok pagi, kita akan akan segera mendudukinya, dan syah istana itu akan menjadi milik kita.

SESEORANG          :           Baik, Tuan. Akan segera kuantar suratmu, tapi biarlah malam ini menjadi malam kita bersama, sekarang bersenang-senanglah dengannya.

 

PERLAHAN-LAHAN KE’ LESAP MENDEKATI PENARI, SANG PENARI SEMAKIN KEGIRANGAN KARENA TAHU KALAU LELAKI YANG MENDEKATINYA, ADALAH PIMPINAN PENGIKUT MEREKA, GAMELAN SEMAKIN BERTABUH KENCANG, KE’ LESAP SEMAKIN AKTRAKTIF MENARI, BERSAMAAN ITU SATU PERSATU BEBERAPA PENGIKUTNYA TUMBANG KARENA TUAK, KE’ LESAP HERAN MELIHATNYA, SEKETIKA CAKRANINGRAT V MUNCUL DENGAN MENOMBAK TUBUH KE’LESAP,  YANG TERPANCAR SINAR DAN MENGUASAI PANGGUNG. BEBERAPA PRAJURIT KERAJAAN MUNCUL.

 

KE’ LESAP               :           (KESAKITAN) Kau sungguh tidak mencerminkan sikap seorang ksatria, kau dan ayahmu, bahkan nenek moyangmu di takdirkan ke muka bumi sebagai pengacau.

CAKRANINGRAT V:          Sakit rasanya jika terkena Ki Nenggolo ini. (MENCABUT TOMBAK) Mana Kodhi’ Crancangmu yang selalu membantumu?

 

SESEORANG YANG SEDARI AWAL DIKETAHUI SEBAGAI PENGIKUT KE’ LESAP MEMBAWA KODHI’ CRANCANG, DAN MEMBUANGNYA DI DEPAN MATA KE’ LESAP, LALU MENGENCINGINYA.

 

SESEORANG          :           Ini sudah tidak berguna lagi, Lesap, karena kesaktiannya sudah luntur, akibat pemiliknya yang penuh nafsu, memiliki sifat binatang, karena ingin sekali menerkam seorang gundik.

KE’LESAP                :           (SANGAT MARAH) Kau,…kau….aku semakin meyakini kalau setiap manusia mempunyai bakat untuk berhianat dalam jiwanya, karena itu bangsamu, tak akan pernah jadi penguasa di alam semesta ini.

CAKRANINGRAT V:          Kau tetaplah seorang pemberontak biasa, sampai kapanpun, kau tak akan pernah menciptakan sejarah kepulauan ini, Lesap.

 

BEBERAPA KOMPENI MUNCUL DENGAN GAGAH SENJATA MENYAKSIKAN DETIK-DETIK TERAKHIR, SANG PENARI KEMBALI MUCUL BERADA DI HADAPANNYA, TANPA MEMAKAI SEMUA ATRIBUT KERATON.

 

KE’ LESAP               :           (TERBATA-BATA) Jilat saja pantat mereka, sampai kalian puas, lalu meninggalkan penderitaan orang-orang yang akan tumbuh.

CAKRANINGRAT V:          Katakan apa saja yang kau mau sebelum mampus, tak kusangka kau mampus di tangan gundik, (SEKETIKA MENOMBAK KE’ LESAP KEMBALI, LALU MECABUTNYA, KE’ LESAP RUBUH) Mampuslah kau dengan tenang, Lesap! Le bengkah La’an! (Mampus sudah) Orang yang membuat kita resah selama ini. (CAKRANINGRAT HENDAK MEMASTIKAN KEMATIANNYA KEMBALI DENGAN MENOMBAK UNTUK KETIGA KALINYA, SEKETIKA KE’ LESAP MENGHILANG DARI PANGGUNG )

PRAJURIT                :           (BERTERIAK) Berjayalah selalu, Raden Cakraningrat! Berjayalah selalu, Raden Cakraningrat!

 

PARA PRAJURIT BERGEMURUH MENERIAKKAN KEJAYAAN RADEN CAKRANINGRAT. GAMELAN MULAI DI TABUH DENGAN KERAS, SANG PENARI MEMULAI GERAKANNYA, DI IKUTI BEBERAPA PENARI LAINNYA, GEMERINCING GUNGSHENG BERIRINGAN.

 

DALANG                   :           Bengkah la’an, Mampus sudah, yang diyakini oleh  mereka, bahwa kota Bangkalan berasal dari kematian Ke’ Lesap, seketika terdengar sayup-sayup teriakan, hei…..orang-orang bodoh, hari ini aku kalah perang denganmu, tapi suatu saat nanti akan ada pertanda umbul-umbul klaras dari arah barat laut, yang akan melulunlantahkan kalian, hingga semakin menjadi orang yang bodoh, sampai sebodoh-bodohnya. Dan ditafsirkan bahwa umbul-umbul klaras itu adalah tentara Jepang yang bersikap lebih kejam dan mengenaskan dari bangsa kompeni. Maka semoga saja cita-cita Ke’ Lesap agar terbebas dari kebodohan dan perbudakan tercapai, Aamiin, semoga saja masih ada jiwa-jiwa yang lahir seperti Ke’ Lesap! Bebaskan kebodohan, bebaskan perbudakan, bebaskan kebodohan dari kota kami!!! Bebaskan perbudakan dari kota kami!!! Bebaskan!!!!!

 

                                   PANGGUNG GELAP.

 

 

 

Bangkalan, 2014

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun