seseorang mungkin akan menjawab, Penderitaan diciptakan tuhan untuk mengetahui kadar ketakwaan hambanya. Namun, jika sekadar ingin tahu, Bukankah Tuhan Mengetahui Segalanya?!
Atau mungkin untuk meningkatkan kualitas ketakwaan hamba. Dengan ujian penderitaan itu, diharapkan ketakwaan hamba tersebut dapat meningkat. Tapi kenapa orang yang pada mulanya tampak baik-baik saja, namun begitu diuji dengan penderitaan, Ia justru kehilangan nilai-nilai moralitasnya.
Jadi, agama selalu dihubungkan dengan penderitaan.
Bagi para filosof, jawaban-jawaban diatas sangat tidak mengenakkan, bagaimana itu semua menjadi jawaban, sementara tuhan adalah Maha Pengasih dan Penyayang. kenapa pula untuk sekadar memberi pahala harus menimpakan penderitaan dulu.
Saya ingat waktu mengikuti seminar di UIN Alauddin Makassar, yang salah satu nara sumbernya Jalaludin Rakhmat atau yang akrap disapa Kang Jalal. Beliau bercerita, " dahulu kakek saya termasuk orang yang kaya di kampung. Setiap panen, Ia selalu berbagi dengan orang-orang miskin. caranya, mereka dibariskan dihalaman rumah, satu persatu maju mengambil bagian, tapi sebelumnya, tangan mereka dipukul hingga bekas pukulannya baru hilang setelah satu minggu. dan kakek saya punya kenikmatan tersendiri melakukan demikian".
Nah, tentu saja, kita tidak akan mengatakan bahwa yang dilakukan kakek Kang Jalal itu perbuatan baik.
Lalu, Apakah Tuhan Seperti Itu ?
Bagaimana caranya bersyukur saat ditimpa musibah?,, yaitu dengan melihat sisi-sisi positifnya dan kebaikan dalam musibah itu.
Bersabar terhadap musibah, meskipun berat, itu hal yang biasa dan tidak istimewa, sebagaimana bersyukur manusia terhadap karunia Tuhan. Yang istimewa adalah jika bersyukur terhadap musibah.
Pada akhirnya, musibah mengubah cara pandang kita dalam memahami kehidupan. semua itu bermula dari pola pikir.
Dalam Al-Quran disebutkan " Katakanlah apa yang menimpa kami ini telah Allah Gariskan. Dialah pelindung kami. Hanya kepada Allah semata semestinya orang-orang mukmin itu bertawakal" (QS. Al-Tawbah:51)