Mohon tunggu...
Armin Hasti
Armin Hasti Mohon Tunggu... -

Belajar sampai akhir hayat

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

PESAN KITAB TUHAN DALAM MENYIKAPI KESULITAN HIDUP (kupersembahkan untuk orang yang lagi bahagia ataupun tidak bahagia)

29 Agustus 2012   15:34 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:10 814
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Bukankah sudah kulapangkan dadamu, kuturunkan beban berat di pundakmu, dan kumuliakan namamu. sungguh, bersama kesulitan selalu ada kemudahan. bersama kesulitan benar-benar selalu ada kemudahan. jika telah selesai dengan satu pekerjaan, bersiaplah pada pekerjaan selanjutnya. dan, kepada Tuhanmu semata hendaknya kau berharap (QS. Al-Insyirah:1-18).

ayat "bersama kesulitan selalu ada kemudahan" bisa pula dipahami " kebahagiaan selalu ada bersama-sama penderitaan".

Nah, dalam ayat itu, kenapa Allah mendahulukan kesulitan atau penderitaan ketimbang kemudahan atau kebahagiaan? apa yang bisa dipelajari dari penempatan seperti itu?

BARANGKALI sudah menjadi karakter kebanyakan manusia, kita cenderung lebih memperhatikan penderitaan ketimbang kebahagiaan. something wrong lebih mengalihkan perhatian daripada something right. dalam bisnis media massa dikenal: Bad News Is Good News. sebuah gigi yang sakit akan lebih diperhatikan daripada sekian gigi yang sehat. satu anggota badan yang sakit akan lebih meyita perhatian daripada anggota badan yang lain yang tidak sakit.atau ketika ada teman saya yang mengeluh dengan mata kulia jaminan,katanya terlalu banyak pelajaran berhitung (mungkin dia sangat benci ilmu berhitung), dari sekian banyak matakulia,,hanya mata kulia jaminan yang jadi perhatian(hehe). Bisa disebutkan sekian contoh bagaimana kita pernah mengalami penderitaan dan kesulitan. Begitu menyita perhatian, terkadang penderitaan dan kesulitan membuat orang berputus asa, merasa hidupnya sempit dan buntu.

Dengan ayat itu, Allah hendak mengatakan bahwa kesulitan tidak berdiri sendiri. Ia selalu berdampingan dengan kemudahan. Bahkan, Allah perlu mengatakan itu dengan kalimat-kalimat penegasan. Pertama kata "sungguh atau benar-benar". yang kedua adalah pengulangan kalimat " kesulitan akan ada kemudahan". penegasan ini meyakinkan agar kita selalu optimis dan tak sepatutnya larut dalam duka musibah dan bencana.

Ada sebuah buku karya Jonathan Haidt yang berjudul " The Happiness Hypothesis" yang berisi kumpulan hasil-hasil penelitian. Jika para psikolog meneliti akibat-akibat buruk dari stres, dalam buku itu justru dipaparkan keuntungan-keuntungannya. disebutkan bahwa dalam stres ternyata bisa meningkatkan kualitas kebahagiaan. jika kita misalnya meraih gelar sarjana dengan melewati proses yang membuat stres maka gelar itu akan kita terima dengan sangat lega dan bahagia. apalagi klo suda dicoret2 proposalnya dan bahkan harus diganti judul dan rumusan masalanya (hehe). stelah baca buku itu, saya berdoa, semoga stres kembali datang dalam hidup saya agar kualitas kebahagian saya bisa meningkat.

Demikian AL Quran mengajarkan ke setiap manusia: bahwa bersama kesulitan benar-benar selalu ada kemudahan. jangan habiskan perhatian kita pada penderitaan dan kesulitan, sebab itu akan membawa pada penderitaan dan kesulitan. selanjutnya, arahkan perhatian pada kenikmatan yang ada.

MENSYUKURI MUSIBAH

Barangkali kita pernah bertanya-tanya, kenapa perlu diciptakan keburukan dan penderitaan?

itu bisa jadi menjadi pertanyaan bagi siapapun yang pernah menderita, bukan hanya kaum filosofis saja. dan tentu saja akan ada jawaban beragam.

seseorang mungkin akan menjawab, Penderitaan diciptakan tuhan untuk mengetahui kadar ketakwaan hambanya. Namun, jika sekadar ingin tahu, Bukankah Tuhan Mengetahui Segalanya?!

Atau mungkin untuk meningkatkan kualitas ketakwaan hamba. Dengan ujian penderitaan itu, diharapkan ketakwaan hamba tersebut dapat meningkat. Tapi kenapa orang yang pada mulanya tampak baik-baik saja, namun begitu diuji dengan penderitaan, Ia justru kehilangan nilai-nilai moralitasnya.

Jadi,  agama selalu dihubungkan dengan penderitaan.

Bagi para filosof, jawaban-jawaban diatas sangat tidak mengenakkan, bagaimana itu semua menjadi jawaban, sementara tuhan adalah Maha Pengasih dan Penyayang. kenapa pula untuk sekadar memberi pahala harus menimpakan penderitaan dulu.

Saya ingat waktu mengikuti seminar di UIN Alauddin Makassar, yang salah satu nara sumbernya Jalaludin Rakhmat atau yang akrap disapa Kang Jalal. Beliau bercerita, " dahulu kakek saya termasuk orang yang kaya di kampung. Setiap panen, Ia selalu berbagi dengan orang-orang miskin. caranya, mereka dibariskan dihalaman rumah, satu persatu maju mengambil bagian, tapi sebelumnya, tangan mereka dipukul hingga bekas pukulannya baru hilang setelah satu minggu. dan kakek saya punya kenikmatan tersendiri melakukan demikian".

Nah, tentu saja, kita tidak akan mengatakan bahwa yang dilakukan kakek Kang Jalal itu perbuatan baik.

Lalu, Apakah Tuhan Seperti Itu ?

Bagaimana caranya bersyukur saat ditimpa musibah?,, yaitu dengan melihat sisi-sisi positifnya dan kebaikan dalam musibah itu.

Bersabar terhadap musibah, meskipun berat, itu hal yang biasa dan tidak istimewa, sebagaimana bersyukur manusia terhadap karunia Tuhan. Yang istimewa adalah jika bersyukur terhadap musibah.

Pada akhirnya, musibah mengubah cara pandang kita dalam memahami kehidupan. semua itu bermula dari pola pikir.

Dalam Al-Quran disebutkan " Katakanlah apa yang menimpa kami ini telah Allah Gariskan. Dialah pelindung kami. Hanya kepada Allah semata semestinya orang-orang mukmin itu bertawakal" (QS. Al-Tawbah:51)

Itulah terapi berpikir positif yang diajarkan Al-Quran untuk menyikapi musibah agar tidak menjadi derita.

INDAHNYA SALING MEMAAFKAN

"hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya diantara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu kepada mereka. dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. sesungguhnya, hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu). disisi Allah-lah pahala yang besar"( QS. Al-Taghabun:14-15)

Kang Jalal dalam bukunya yang berjudul "JALAN RAHMAT" (Hal 128) menafsirkan ayat ini dengan 3 kategori/cara yang harus kita lakukan untuk memaafkan orang lain. Pertama, kita hapuskan dari hati kita segala luka, kepedihan, dan sakit hati yang diakibatkan oleh perbuatan orang lain (istri dan anak-anak kita) kepada kita. kita belum memaafkan istri kita, jika kita masih mengungkit-ngungkit kesalahannya". saya belum memaafkan siapa saja yang pernah menzalimi saya, jika saya masih menghujatnya, mengingat-ngingat makiannya, atau mengorek-ngorek perbuatannya dimasa lalu. memaafkan adalah memperlakukan orang-orang yang berbuat salah kepada kita, seperti Nabi Yusuf memperlakukan saudara-saudaranya.

Kedua, memaafkan berarti melepaskan hukuman dari orang yang seharusnya menerima hukuman itu. ketika ada yang menyakiti kita, yang berbuat zalim kepada kita, atau menyebabkan kita menderita, sehingga dalam hati timbul keinginan untuk membalas dendam. Dia telah menyakiti saya, sehingga sangat layak apabila dia pun saya sakiti. Dia telah membuat saya sengsara, dan saya akan membalasnya dengan menyengsarakan dirinya. jika dia menderita karena perbuatan yang dilakukannya, saya menganggapnya sebagai hukuman.

memang, Tuhan membolehkan kita untuk memberikannya hukuman sebagai pelajaran baginya. akan tetapi, Tuhan pun menyuruh kita bersabar dan memaafkannya.

"dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar". (QS. An-Nahl:124)

dalam ayat lain, "dan (bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim mereka membela diri. dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barangsiapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. sesungguhnya, Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim" (QS. Asy-Syura:39-40).

Ketiga, memaafkan berarti menutup aib, kesalahan, atau dosa orang yang kita maafkan. To Forgive Is To Forget. memaafkan berarti melupakan. keluarga kita, sahabat kita adalah manusia biasa seperti kita. mereka pernah tergelincir, alpa, atau jatuh pada jebakan setan. mereka pernah terdorong oleh hawa nafsunya. sama seperti kita juga. Sepanjang hidup, kita menumpuk dosa. akan tetapi, dengan kasih sayang-Nya, Allah Swt. menyembunyikan dosa-dosa kita itu.

dalam Al_Quran disebutkan, balaslah perbuatan mereka setimpal dengan apa yang mereka perbuat kepadamu. Namun, jika kau lebih memilih menahan diri itu lebih baik (QS. Al-nahl:125).

Kang Jalal, dalam bukunya yang berjudul "TAFSIR KEBAHAGIAAN" (Hal 80) menafsirkan ayat diatas (al-Nahl:125) dalam 3 kategori/cara.

Pertama, sadari bahwa yang mereka lakukan kepada kita adalah sebuah kesalahan, dan jika mereka menyakiti kita maka barangkali kita pun pernah menyakiti hati orang lain.

Kedua, Lepaskan hak untuk membalas, menahan diri. coba, perhatikan ayat diatas, kita hanya diperbolehkan dan itu hak. membalas perlakuan menyakitkan, dengan perlakuan yang serupa. Namun, ini sangat sulit, apabila jika hati dan perasaan kita ikut sakit. Sebab, barangkali sudah menjadi kecenderungan bahwa kita akan sangat puas jika kita sudah melakukan pembalasan dengan hal yang lebih buruk. dan, itu sesungguhnya tidak menghapus sakit hati. jika demikian, kita akan terjerumus pada kesalah yang sama atau bahkan lebih buruk dari kesalahan orang yang menyakiti hati kita. Maka, agar tak terjerumus pada kesalahan itu, lebih baik menahan diri, tak membalas, untuk kemudian memaafkan.

Ketiga, setelah memahami dan melepaskan hak membalas, dan ini yang paling berat, adalah mencintai orang yang menyakiti hati kita.

jadi, yang ketiga ini memang tak mudah, tapi tak berarti mustahil.

"kebaikan maaf ternyata justru berpulang kepada diri kita, yaitu mengobati rasa sakit hati. Orang yang mudah memaafkan adalah orang yang hidupnya bahagia. sebab, memaafkan tidak lahir kecuali dari hati yang bahagia"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun