Pagi ini matahari begitu tampak malu untuk menampakkan diri. Justru pagi yang menyeruak membuat pagi itu terasa dingin.
Aku berada diantara lalu lalang para pengendara yang tampaknya sangat sibuk dengan rutinitasnya. Aku melihat tukang ojol yang sedang asyik melihat Hp nya. Aku rasa dia sedang menunggu penumpang. Sangat lucu bukan! Dan kini aku berada diantara mereka sembari membawa kantong plastik yang berisi beberapa
sayur dan buah.
Hari ini hari Weekend ku. Hari paling ditunggu semua orang. Dimana aku terbebas dari semua tumpukan kertas dimejaku. Setiap Weekend hal yang selalu ku lakukan adalah mematikan semua sambungan yang berhubungan dengan kerja, termasuk nomor atasanku yang sangat galak dan cerewet. Namun alhasilnya besoknya aku harus mempersiapkan telingaku untuk mendengarkan celotehannya
"Bla....bla....bla....bla....bla....bla...."
Sangat berisik bukan. Namun itu terdengar menjadi syair bagiku. Itu sedikit seputar kerjaku. Yah kenalkan aku Khafizah, usiaku 25 Tahun. Jangan tanyakan apakah aku sudah menikah?
Huh.... Itu adalah pertanyaan menyebalkan.
Bukan aku tak ingin menikah, tentu saja umurku sudah cukup untuk aku menjalani bathera rumah tangga. Namun saat ini aku sedang menuggu seseorang. Seseorang yang memintaku menuggunya 4 tahun silam. "Fiza, ada beberapa hal yang ingin aku tanyakan padamu.bolehkan?"
" Apa itu Mas Ahmad?" Tanyaku sambal asyik memakan es krim.
Fiza tau setelah lulus sekolah mas ingin melanjutkkan pendidikan ke Yaman , fiza kan sudah kalau mas ingin sekali melanjutkan pendidikanku disana." Tuturnya sambil menarik nafas panjang.
Aku yang mendengar penuturannya terdiam sejenak. Ia hanya melihatku terdiam, aku sedikit menunduk, entah kenapa aku merasa ingin sekali menangis. Aku menarik nafas panjang dan berusaha menatap wajahnya, kami beradu pandang. Aku tersenyum "Fiza ikut senang mendengarnya Mas, ini kan impianmu dari dulu" Ucapku tersenyum sumbang.
"Fiza apakah kau tidak merasa sedih sama sekali?" Tanya Ahmad heran melihat jawaban Mona.
"Tentu saja Fiza sedih, cuman Fiza tak berhak melarang impian seseorang karena keegoisan
Fiza sendiri bukan?" Tuturku, sambal meremas bajuku menahan tangisku.
"Bisakah Fiza menungguku lebih lama lagi Fiza, 4 tahun setelah menyelesaikan studiku, aku akan kembali. Aku berjanji." Ucapnya bersungguh-sungguh
Aku tersenyum, lalu sedikit menarik nafas..
"Pergilah Mas Ahmad, kejarlah impianmu Mas. Aku akan menuggumu." Ucapnya menyakinkan.
"Fiza, Mas akan datang tepat ditanggal kelahiranmu nanti, dan memberikanmu kado terindah"
"Fiza sangat menanti hari itu Mas"...
Namun sudah 2 bulan, kami putus komunikasi, aku mencoba menghubunginya disemua media sosialnya.Â
Namun hasilnya nihil, dia bahkan tak pernah aktif lagi. Dan hari ini 13 Maret 2021, hari kelahiranku. Ntah kenapa aku merasa sangat senang, karena
yang ku tau Mas Ahmad tidak akan pernah mengingkari janjinya.Â
Sebab selama ini bahkan Mas Ahmad tak pernah mengingkari janjinya sendiri. Aku pun bergegas untuk membawa belanjaan yang ku beli dari pasar tadi.
Dirumah, aku membantu bunda memasak didapur. Entah kenapa aku merasa sangat senang tapi seperti ada yang berbeda
"Bunda lihat Fiza macam berbeda hari ini" Tanya bunda sembari memotong wortel
"Benar kah bunda, tentulah bunda setelah 4 tahun lamanya, hari Mas Ahmad akan datang bunda" Ucapku riang
"Patutlah bunda lihat wajah Fiza sangat berseri sangat" Goda bunda
"Bundaaaaaa,,, Bunda membuat Fiza malu," jawabku malu. Dan bunda pun tertawa melihat Ekspresiku.
Malamnya, seusai aku sholat magrib bunda memanggilku dan mengatakan bahwa ada yang datang ingin bertemu denganku. Aku pun bertanya siapa, namun bunda enggan menjawab dan mengatakan untuk aku melihatnya sendiri.
Aku pun bergegas keruang tamu, dan aku pun terkejut dengan tiga sosok orang yang sangat aku kenal. Aku segera menghampiri mereka dan menyalami mereka.
"Assalamualaikum Umi, abi, dek Aisyah. Apa kabar?" Tanyaku
"Kami baik. Fiza bagaimana?" Tanya umi kembali
"Seperti yang Umi dan Abi lihat, Fiza sangat baik" Jawabku, Umi pun tersenyum. Ya dia adalah keluarga Mas Ahmad, namun aku melirik dan tidak melihat keberadaan Mas Ahmad, karena sedikit bingung aku pun bertanya.
"Umi, Mas Ahmad apa kabar? Apakah ia sudah kembali dari Yaman?" Tanyaku Penasaran. Mendengar pertanyaanku, Umi dan Abi terdiam, aku melihat Umi memandang Abi sambil memegang tangannya.
"Ada apa umi kenapa umi terdiam?" Tanyaku semakin penasaran.
"Fiza Abi ingin memberikan Fiza sesuatu"
"Apa itu Abi?" tanyaku. Abi memberikanku sepucuk surat . Aku mengambinya kemudian
membacanya.
Assalamualaikum Wr. Wb
Apa kabarmu Fiza.
Maaf membuatmu menungguku terlalu lama. Maaf aku tidak memberi kabar apapun , bukan aku tak ingin. Hanya saja 2 bulan yang lalu, diperjalanan kejadian naas itu menimpaku. Mobil yang aku naiki mengalami kecelakaan. Aku sempat mengalami koma selama sebulan. Namun setelah aku tersadar ada satu nama yang selalu berputar dalam ingatanku, yaitu namamu Khafizah.
Jika nanti surat ini sampai padamu. Maka ketahuilah, aku sangat menyayangimu. Setiap aku berdoa, namamu selalu ku sebut dalam doaku.
Tapi aku berharap surat ini tidak sampai padamu. Sebab bila surat ini sampai padamu, itu tertanda aku tak lagi bisa
melihatmu.
Hari ini aku akan dioperasi, kecelakaan itu membuat adanya penyumbatan di Kepalaku.
Aku merasa sangat takut Fiza, aku merasa tak bisa datang menemuimu.
Bila surat ini sampai padamu. Ketahuilah, sungguh aku mencintaimu karena Allah. Bilal ah Allah tak mengizinkan aku dan engkau bersatu didunianya. Aku berdoa, semoga Allah menyatukan kita di Surganya.
Fiza,,, maafkan aku tak bisa menepati Janjiku untuk datang, tapi sekiranya terimalah ukiran Khaligrafi buatan tanganku sendiri yang sebenarnya ingin aku jadikan hadiah perkawinan kita nanti.
Khafizah demi Allah aku sangat menyayangimu. Maaf aku tak bisa menepati janjiku. Lanjutkan lah hidupmu Fiza.
Dariku....
Assalamualaikum Wr. Wb
Seketika aku terdiam. Tatapanku kosong, umi dan bunda datang memelukku.
"Apa ini Umi, apa maksud surat ini Umi. Dimana Mas Ahmad Abi?" Ucapku bertanya. Aku merasa sangat gelisah. Aku merasa apa yang alami saat ini seperti mimpi.
"Ikhlaskan ia Fiza, ahmad telah meninggalkan kita semua. Allah lebih saying dia nak." Ucap Umi menangis.
Pelukan Umi padaku semakin erat, aku semakin terdiam, hingga surat yang kupegang terjatuh. Hingga aku sadar bahwa ini bukan mimpi. Aku seketika menangis, menerima kenyataan bahwa Mas Ahmad benar-benar telah pergi. Tatapanku seakan kabur. Namun sebelum itu, aku melihat ukiran itu. Ukiran Khaligrafi berwarna emas yang bertuliskan Khafizah tul Humairah.
Hingga akhirnya aku benar-benar tak sadarkan diri. 3 bulan setelah mengetahui hal itu. Perlahan aku mulai bisa menerima bahwa Mas Ahmad telah pergi. Aku memutuskan untuk menziarahi makam Mas Ahmad di Yaman. Aku pergi bersama Umi dan Abi.
Aku membawa bunga dan sebotol air, yang akan ku taburi di makam Mas Ahmad. Disana kami membacakan doa untuknya.
Sebelum pergi, aku menatap papan nisan tersebut. AHMAD HAMKA BIN SHOLEH.
"Tenang lah disana Mas Ahmad. Aku disini akan selalu mendoakanmu. Dan aku akan
melanjutkan hidupku, semoga Tuhan mempertemukan kita di akhiratnya kelak. Amin...."
Terkadang apa yang telah kita rencanakan, tidak selamanya akan berjalan sesuai harapan.
Karna ada perkara yang tidak bisa kita ubah di dunia ini yaitu: Rezeki, Jodoh, dan Kematian.
........
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H