"Apa ini Umi, apa maksud surat ini Umi. Dimana Mas Ahmad Abi?" Ucapku bertanya. Aku merasa sangat gelisah. Aku merasa apa yang alami saat ini seperti mimpi.
"Ikhlaskan ia Fiza, ahmad telah meninggalkan kita semua. Allah lebih saying dia nak." Ucap Umi menangis.
Pelukan Umi padaku semakin erat, aku semakin terdiam, hingga surat yang kupegang terjatuh. Hingga aku sadar bahwa ini bukan mimpi. Aku seketika menangis, menerima kenyataan bahwa Mas Ahmad benar-benar telah pergi. Tatapanku seakan kabur. Namun sebelum itu, aku melihat ukiran itu. Ukiran Khaligrafi berwarna emas yang bertuliskan Khafizah tul Humairah.
Hingga akhirnya aku benar-benar tak sadarkan diri. 3 bulan setelah mengetahui hal itu. Perlahan aku mulai bisa menerima bahwa Mas Ahmad telah pergi. Aku memutuskan untuk menziarahi makam Mas Ahmad di Yaman. Aku pergi bersama Umi dan Abi.
Aku membawa bunga dan sebotol air, yang akan ku taburi di makam Mas Ahmad. Disana kami membacakan doa untuknya.
Sebelum pergi, aku menatap papan nisan tersebut. AHMAD HAMKA BIN SHOLEH.
"Tenang lah disana Mas Ahmad. Aku disini akan selalu mendoakanmu. Dan aku akan
melanjutkan hidupku, semoga Tuhan mempertemukan kita di akhiratnya kelak. Amin...."
Terkadang apa yang telah kita rencanakan, tidak selamanya akan berjalan sesuai harapan.
Karna ada perkara yang tidak bisa kita ubah di dunia ini yaitu: Rezeki, Jodoh, dan Kematian.
........
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H