Kenapa surat izin dari karantina berisi Burung Kacer? Indrayati menjelaskan, pihaknya tidak lagi memeriksa kargo yang akan diberangkatkan pagi itu. “Biasanya memang kita periksa. Tapi, pagi itu tidak lagi periksa, karena itu sifatnya sudah kita anggap telah pemeriksaan karantina.”
Indrayati menyesalkan BKSDA tidak melibatkan karantina dalam, pemeriksaan burung milik Nabil. Karenanya, Indrayati menyebutkan, tidak menjadi sebuah jaminan bahwa yang disita adalah murai. “Kuota tahun 2011 sebanyak 55 ekor yang bisa dikeluarkan. Tapi sejauh ini sudah melebihi. Standar kuota itu bukan karantina yang mengeluarkan, tapi KSDA.”
“Saat kita periksa, kita menggunakan sistem random (acak). Karena tidak mungkin kita periksa satu-satu. Biaya rapites itu mahal. Kita memilih beberapa burung didalam beberapa box yang mereka bawa.”
Lantas kenapa sampai 36 ekor Murai Batu “bernama” Kacer? “Itu kan berdasarkan laporan teman (narasumber) bapak (acehkita.com). Kita tidak melihat berapa banyak Murai. Pas dibongkar kita tidak lihat. Sementara sebelumnya barang tersebut sudah kita periksa.”
Selain itu, ia menambahkan, sampai saat ini, BKSDA Bandara SIM tidak memberikan data update, sudah berapa ekor kuota hewan yang telah keluar. “Karena itu sampai sekarang kita tidak tau, sudah berapa murai yang keluar dari bandara.”
M.Ali, petugas Penyidik Pegawai Negeri Sipil wilayah kerja bandara juga mempersoalkan hal tersebut. Disanyilir, Murai sitaan dibagi-bagikan kepada para karyawan, maupun kolega dari BKSDA
.
“Saat pelepasan, mereka juga tidak melibatkan karantina. Bagaimana kita bisa menjamin semua burung itu dilepas kehabitatnya. Berita acara juga tidak diketahui pihak manapun, termasuk polisi.”
LEBIH lanjut, Ali menjelaskan, BKSDA Bandara SIM kesannya seperti tidak mempunyai tempat penangkaran burung, sehingga banyak burung yang mati. “Saya dengar dari Nabil, sebagian burung mati, kemudian ada yang dibagi-bagikan ke kawan, dan ada yang dijual ke toko Ahmad Jaya, di Neusu.
” Berdasarkan cerita Nabil, Ali mengatakan, dua ekor burung dijual ke sebuah tokok di Neusu. “Tapi saya tak percaya itu. Malahan menurut saya lebih dari dua ekor yang dijual ke situ.”
Selain memperjualbelikan burung sitaan, BKSDA diduga juga memeras pemilik burung untuk meloloskan pengiriman. M. Ali menceritakan, pada 28 Agustus lalu, pihak konservasi memeras anak Nabil, saat hendak membawa 45 ekor Murai Batu ke Pulau Jawa, melalui jalur Medan.
“Mereka meminta uang 10 juta untuk izin penangkaran dan izin angkut,” sebutnya. Selain itu, masih perkataan Nabil melalui M.Ali, Nabil diharuskan mengeluarkan biaya perjalanan BKSDA, dan uang meugang bagi petugas ‘nakal’ tersebut.
“Petugas Polhut BKSDA yang langsung mengantar burung ke Aneuk Galong. Di sana mereka yang menaikkan ke bus, untuk dibawa melalui jalur darat. Tapi mereka kembali meminta per ekor seratus ribu, sebanyak empat juta,” kisah Ali. “Nabil punya bukti. Ia punya rekamannya,” sebut Ali.