PAGI yang hening mendadak riuh pada Rabu, 26 Juni lalu. Tiga box plastik berisi 40 pipa paralon tertinggal di kargo Lion Air. “Isinya burung Kacer,” kata Nabil, pengirim barang, kepada petugas security Bandara Sultan Iskandar Muda sambil ia memperlihatkan seekor Kacer.
Menjelang pemberangkatan subuh itu, box sudah tak lagi bisa dimasukkan ke Lion Air.
“Jadi pengiriman dialihkan ke siang hari,” kata petugas security Bandara Internasional SIM kepada acehkita.com, pada Senin (18/9). Ia enggan dituliskan namanya.
Waktu mendekati pukul 09.00 pagi. Cuaca yang terik membuat 40 ekor burung bersiul. Tapi, siulannya kini tak lagi indah. Lebih menyurupai jeritan kepanasan. “Pas burung menjerit terus, saya mulai curiga. Suaranya kok mirip Murai,” cerita petugas itu. Lantas, ia membongkar box yang bertujuan Jawa Tengah tersebut.
“Isinya 36 ekor Murai. Ada pemalsuan dokumen. Pengiriman atas nama Kacer, tapi burungnya Murai Batu.”
Anggota Polisi Hutan (Polhut) Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bandara SIM, kepada acehkita.com menyebutkan, kasus tersebut bukanlah penggagalan pertama. Maret lalu, tim security bandara juga mengamankan penyelundupan Murai Batu.
“Ada oknum petugas setempat yang bermain, menyelundupkan satwa liar tersebut,” ujar petugas BKSDA tersebut, Sabtu (17/9). Ia juga enggan dituliskan namanya.
Modus penyelundupan, sebut ia, dilakukan dengan mengatasnamakan burung Kacer. “Rata-rata pas kami lihat surat saat pemiksaan, semua burung Kacer yang dibawa ke Pulau Jawa dengan alasan untuk membasmi hama ulat. Karena waktu itu di Jawa lagi banyaknya penyakit Ulat Bulu,” kata petugas security.
Berdasarkan kouta yang diberikan oleh Badan Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, hanya 55 Murai yang bisa dikeluarkan dari Aceh. Per orang, hanya mendapatkan izin untuk membawa paling banyak dua ekor Murai. “Syaratnya fotokopi kartu penduduk, dan fotokopi tiket pesawat,” lanjut petugas konservasi tersebut.
Selain syarat tersebut, para wisatawan juga harus melampirkan Surat Angkut Tumbuhan dan Satwa Dalam Negeri (SATSDN), yang dikeluarkan oleh BKSDA, dan surat izin kesehatan hewan dari Badan Karantina Pertanian Wilayah Kerja Bandara SIM.
Tapi, Murai yang diselundupkan Nabil, hanya melampirkan surat kesehatan hewan dari pihak Karantina. “Karantina tidak bisa menerbitkan surat kesehatan hewan tanpa SATSDN dari KSDA,” sebut petugas tersebut. Ia menuding, ada kelalaian, bahkan pihak karantina ikut bermain pada bisnis ilegal ini. “Padahal apa sulitnya mungurus surat di kita.”
Kepala Karantina Bandara SIM, Indrayati, yang dijumpai acehkita.com di kantornya, Minggu (18/9), membantah perihal kelalaian tersebut. “Saya terus-terang selalu periksa, sesuai dengan poksi kita, yaitu memeriksa hewan bawaan untuk mencegah keluar masuknya hama penyakit hewan dan tumbuhan. Kita berdiri sesuai poksi karantina,” katanya.