Mohon tunggu...
Ade Surya
Ade Surya Mohon Tunggu... Guru - Saya Kuliah di IAIN CURUP

Jurusan Pendidikan Agama Islam

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pendidikan Islam Tradisional Konservatif

2 Januari 2020   10:19 Diperbarui: 2 Januari 2020   10:26 3358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tradisi kenabian kuat mengisyaratkan bahwa pada setiap abad Tuhan akan mengirim seorang mujaddid atau pembaru kepada masyarakat Muslim, untuk memperbarui keyakinan mereka yang dikenal sebagai tajdid atau pembaruan. Konsep lain dari pembaruan ialah islah atau reform, dalam pengertian menghilangkan faktor-faktor luar yang merusak, yang memengaruhi keberagamaan Muslim dan nilai-nilai etis serta praktik-praktik yang menyebabkan kehancuran moral masyarakat. 

Akibatnya, Muslim kadang-kadang jauh dari sirath al-mustaqim atau jalan lurus, yang pada gilirannya justru menjadikan mereka mundur, tidak bersatu, dan rentan terhadap faktor-faktor luar yang menghancurkan. Namun, Muslim tidak pernah sepakat tentang siapa sesungguhnya sosok pembaru tersebut.[25]

Sejarah mencatat dua bentuk wacana yang menentukan perkembangan masyarakat Muslim, yaitu wacana reformis yang seringkali dianggap sebagai Islam liberal dan wacana yang secara beragam dikelompokkan sebagai konservatif, tradisionalis dan literalis. Keduanya berbeda dalam hal falsafahnya, metodologi dan bentuk tindakan. Apa yang dianggap sebagai 'pembaruan' oleh golongan reformis justeru diyakini sebagai bid'ah, yaitu inovasi dan perubahan dari praktik ibadah yang sudah mapan, oleh kelompok konservatif. Secara filosofis para pemikir konservatif/ tradisionalis/ literalis melawan perubahan hukum dan penerapan hukum melalui interpretasi yang lebih liberal.[26]

Pembaruan diartikan sebagai (i) penafsiran kembali sumber-sumber fundamental yang menyebabkan perubahan dalam mengeksistensikan hukum dan membuat Islam lebih sesuai dengan tuntutan modernitas. (ii) Pembaruan juga diartikan sebagai penghilangan pengaruh luar terhadap Islam dan perbaikan serta pemeliharaan hukum dan pengamalannya seperti pada masa awal Islam. 

Golongan pembaru menyangkal pandangan bahwa sebagian isi dari kedua sumber tersebut dikhususkan bagi waktu tertentu dan tempat dari kenabian, yaitu Arab pada masa kenabian. Karenanya, ia dapat ditafsirkan sesuai perubahan waktu dan keadaan sebagai tindakan ijtihad, yaitu penafsiran independen terhadap sumber-sumber kitab dan hukum. Pada pertengahan abad ke-19, gerakan pembaruan dalam artian islah dilakukan oleh Shekh Muhammad Abduh dan muridnya, Syekh Muhammad Rashid Ridha, di Mesir. Abduh, setidaknya bagi dunia Arab, dipandang sebagai pendiri aliran pemikiran Islam modernis.[27]

Dalam melakukan pembaruan, golongan reformis lebih menekankan perbaikan tentang dimensi spirituallitas Islam daripada dimensi ritualnya yang menjadi fokus perhatian golongan konservatif untuk menegakkan keadilan, kebaikan, dan penghormatan akan martabat manusia. Sekalipun berbeda, kelompok reformis dan konservatif sama-sama bertujuan untuk (i) kembali ke sumber dasar Islam, yaitu Al-Quran dan Sunnah, (ii) perbaikan keyakinan dan moralitas Islam, (iii) revitalisasi dunia Islam secara intelektual, ekonomi, dan politik, (iv) penguatan komunitas Islam dan membentengi mereka dari serangan musuh internal dan ekternal, dan (v) memastikan relevansi Islam dalam kehidupan Muslim pada semua dimensi.[28]

 Solusi Permasalahan

Pengembangan kurikulum PAI ditekankan pada penggalian problem-problem yang tumbuh dan berkembang di lingkungannya atau yang dialami oleh peserta didik, untuk selanjutnya ia dilatih atau diberi pengalaman untuk memecahkannya dalam perspektif ajaran dan nilai-nilai agama Islam. 

Dalam pengembangan kurikulum PAI misalnya, peserta didik diajak untuk menggali, menemukan dan mengidentifikasi masalah-masalah kerusakan lingkungan, dekadensi moral, kenakalan remaja, narkoba, dan lain-lain. Masalah-masalah yang telah diidentifikasi oleh peserta didik tersebut akan menjadi tema-tema pembelajaran PAI. Tema-tema tersebut bersifat tentatif, sehingga bagi peserta didik di kelas atau sekolah lainnya bisa jadi berbeda sesuai dengan kebutuhan dan pengalaman mereka masing-masing.[29]

Haruslah guru atau dosen juga tenaga kependidikan lainnya banyak Berdiskusi tentang masalah pendidikan di Indonesia, lembaga pendidikan yang konservatif dan tradional itu yang seperti apa, bagaimana mencontoh pendidikan pesantren yang baik karena memang pesantren merupakan lembaga yang unik dan khas Njawani. Oleh karena itu, pesantren harus mendapat tempat yang layak dalam bingkai pendidikan nasional. 

Sangat disayangkan selama ini pemerintah masih merasa malu-malu untuk mengakui pendidikan pesantren sebagai pendidikan formal, berbagai ragam argumen dijadikan alasan untuk menolak dan meminggirkan pesantren dalam kancah pendidikan formal. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun