Di Amerika, dikenal perkumpulan anti-teknologi yang bernama Neo-Luddite. Sebuah gerakan lanjutan dari Luddisme, gerakan anti-industrialisasi di Inggris pada awal abad ke-19. Dikisahkan, bahwa gerakan buruh ini sering merusak mesin, karena mengancam lahan kerjanya.
Salah satu pelakunya, bernama Ned Ludd sehingga dikenal Luddisme. Sekarang dikenal Neo-Luddite sebagai gerakan anti-teknologi yang bermanifesto, bahwa biosphere lebih utama dari technosphere.
Berseberangan dengan technophobia seperti Luddisme yang melihat hanya dari perspektif bahaya teknologi, diketahui adanya technophilia. Istilah ini merujuk orang-orang yang percaya hanya pada keutamaan teknologi*.*
Mereka melihat status ontologis teknologi tanpa mempertimbangkan dampak-dampaknya yang merugikan. Futurisme, pascahumanisme, dan transhumanisme berada dalam kategori technophilia. Dikatakan bahwa teknologi tidak hanya dapat menebus keterasingan manusia modern, tetapi juga membawa kebahagiaan yang diinginkan (Hartanto, 2017).
Filsafat teknologi menurut para filsuf
Beberapa filsuf telah memberikan perhatian terhadap teknologi dalam dunia kehidupan, diantaranya Martin Heidegger, Jurgen Habermas, Jacques Ellul, dan Don Ihde. Heidegger membuka diskursus filsafat teknologi melalui Being and Time (1927) yang dituntaskan dalam The Question Concerning Technology (1977).
Menurut Heidegger, hakikat teknologi bukanlah sesuatu yang bersifat teknologis, melainkan enframing, yakni mencipta, membentuk, dan mentransformasikan yang kemudian mengungkapkan sesuatu yang baru.
Dari The Question Concerning Technology dapat disimpulkan dua hal. Pertama, pertanyaan kritis terhadap teknologi untuk menyadari ketersembunyian dan penyingkapan kebenaran dapat membatasi pandangan bahwa dunia seluruhnya hanyalah persediaan. Kedua, pandangan alternatif dari Ge-stell dilakukan dengan menghidupkan kembali techne sebagai seni.
Sedangkan Jacques Ellul dalam The Technological Society (1964) melihat teknologi (spesifiknya dunia teknik sebagai entitas yang otonom di mana manusia tidak bisa mengontrol dan mengatasi kemajuan teknik.
Dengan kata lain, implikasi teknik, sosiologis, dan ekologis dari kemajuan teknik hanya dapat diatasi oleh kemajuan teknik itu sendiri. Misalnya persoalan limbah industri, maka dibutuhkan teknologi untuk mengatasinya. Berarti, teknik terus maju untuk mengatasi kekurangan yang ada pada dirinya.
Bagi Habermas, kemajuan teknik (teknologi) akhirnya menentukan kesadaran masyarakat modern. Pemahaman diri (self-understanding) masyarakat modern tentang dunianya, dalam pandangan Habermas, dimediasikan oleh apropriasi hermeneutis terhadap budaya teknologi yang bergerak secara teleologis atau jaring-jaring logika teknik kemudian menjadi determinan utama kesadaran.