Bagaimana tidak? Komunikasi dengan pria berkaos kuning terjalin erat, ada rasa yang menggelitik dihatinya. Hei, pria itu... ah satu nama berjuta cerita. Tak cukup kata untuk melukis tentangnya. Tak cukup angka untuk menghitung berapa waktu yang terlewatkan karena memikirkannya.
Perempuan itu, masih saja terbuai oleh catatan harian yang sedang dibacanya.
“aku tersesat pada jalan yang tak seharusnya kulalui, ternyata aku yang tak pandai membaca peta”.
** Bukit Sandelwood, 28 Januari 2015...
Mungkin, karena dulu aku pernah bersumpah bahwa kau adalah orang pertama yang berhasil mencuri hatiku, kini aku mendapat tulahnya, terus memikirkanmu.
Angin senja hari ini menembus kulitku, merasuk sampai kebenang-benang jiwa, aku terkapar seperti tertusuk seribu panah pemburu.
Hari ini, aku melihatnya lagi. Pria berkaos kuning, yang sekian lama berkeliaran dipikiranku, merangkak dinadiku, berdetak dijantung, selalu ada disetiap hembusan nafasku, mengalir bersama aliran darahku, terus menghantui hidupku. Ah, pria ini, sekian tahun kupendam rasa untuknya, dalam bingkisan merah muda, yang dihiasi pita hijau. Rasa yang selalu kuperbincangkan dengan Sang Pemilik Kehidupan, pada waktu tengah malam, saat sunyi merasuk jiwa, saat suara jengkrik tidak lagi terdengar.
Aku terperanjat, kaget, terisak oleh sesuatu yang tidak kutahu namanya. Hari ini, pria itu berdiri tepat didepanku, dengan seorang perempuan cantik juga manis. Arghh,, pemandangan ini, begitu menyayat hati. Langit hari ini seolah mengejekku, atau memarahiku?. Hitam, pekat, gelap, “mendung... kurasa ada tetesan air yang membahasiku, hujankah itu? Atau??? ........
Lalu, perempuan muda itu bergumam, pada catatan harian tertanggal 13 Maret 2016,,
Mengapa harus 3+3+3?????????
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI