Mohon tunggu...
Zuni Sukandar
Zuni Sukandar Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru SLB

Lahir di Magelang, 20 Mei 1971, SD-SMP di kota yang sama, S-1 di Jogjakarta, saat ini mengajar di SLB Maarif Muntilan sebagai guru tunanetra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ibuku yang Malang

1 Mei 2021   21:19 Diperbarui: 1 Mei 2021   21:35 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kurang ajar!" kutinju amben yang kududuki sampai bersuara gemeretak.

Nenek tampak menoleh memperhatikanku yang mulai tersulut emosi. Tangan keriput itu kembali menenangkan dengan mengelus pundakku beberapa kali.

"Nenek tahunya Sri sudah telat tidak mendapatkan menstruasi beberapa bulan. La wong Sri kan diajak ngomong ya susah, hanya senyuman saja. Ternyata senyumannya mengandung banyak arti."

Benar-benar darah mudaku mendidih mendengar seluruh kisah hidup ibuku yang sangat tragis. Ingin sekali aku menangis di kakinya, mohon izin untuk membalaskan derita hidupnya. Namun nenek yang selama ini selalu menjadi tumpuan hidupku dan Ibu, telah mewanti-wanti agar tetap bersikap rendah hati, tidak sembrono, tabah, sabar dan ikhlas.

"Le, ibumu sampai detik ini pun tidak pernah dinikahi Manto. Sungguh dia lelaki yang tidak bertanggung jawab. Mungkin dia mendapat ancaman dari istrinya jika sampai menikahi Sri. Manto itu  sudah beranak dan istri. Entah apa yang mendorong dirinya hingga menodai Sri yang tidak mampu berkata-kata. Nafsu mengalahkan akal sehatnya."

Tak kuasa mendengar semua kisah ibuku, hingga bulir bening pun harus meleleh di kedua netraku. Aku tergugu dalam sendu, kudekati perempuan bisu itu dan kupeluk erat. Tangan perempuan itu mengelus lembut rambutku.

Seandainya mampu berkata, pastilah dia akan menguatkan hatiku. Kubiarkan air mataku meleleh di sebagian bahunya. Hangat pelukannya kurasakan sampai ke dasar hati. Kini, perempuan itu pun menumpahkan air matanya tepat di punggungku.

Ya, Allah, kenapa Kau gariskan hidupku dalam kisah yang kelam?

"Sudahlah, Le, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Mungkin memang garis hidup ibumu seperti itu. Kamu juga nggak perlu membenci Manto, karena bagaimana pun dialah yang menjadi bapakmu. Kamu tetap harus menghormatinya. Ambil sisi baiknya, jangan grusa-grusu."

Hari ini aku bertekad untuk menemui Manto bapakku, bukan untuk membalas dendam, tapi bersilaturahmi mengenalkan diri, karena selama ini belum pernah mengenal wajahnya. Aku hanya ingin minta doa restu agar segera mendapatkan jodoh seperti laki-laki lain.

Tiba-tiba saja hatiku merasa tidak tenang, saat akan menemui bapakku. Pertemuan dua insan yang sama-sama masih merasa asing.  Semoga  laki-laki yang kusebut bapak itu mau menerimaku sebagai anaknya meski tidak pernah mendapatkan kasih sayangnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun