Mohon tunggu...
Zuni Sukandar
Zuni Sukandar Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru SLB

Lahir di Magelang, 20 Mei 1971, SD-SMP di kota yang sama, S-1 di Jogjakarta, saat ini mengajar di SLB Maarif Muntilan sebagai guru tunanetra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kartu Anggota

19 April 2021   14:19 Diperbarui: 19 April 2021   14:22 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Adik-adik, sebagai anggota baru, kalian harus mengikuti kegiatan pengambilan kartu anggota. Kartu anggota tidak akan diberikan secara cuma-cuma, tapi harus melalui serangkaian kegiatan.

Untuk itu besuk pada malam Minggu, Kakak  telah merencanakan kegiatan tersebut. Jadwal kegiatan akan diberikan nanti setelah istirahat. Ada pertanyaan?" tanya senior dengan  mengedarkan pandangan ke seluruh ruang aula sekolah.

Selama tiga puluh detik ruangan itu terlihat sepi, tidak ada yang berani bersuara. Mungkin belum begitu paham acara yang direncanakan senior.  Mungkin juga peserta kurang konsentrasi, jadi lebih memilih untuk diam.

Semua mata peserta diklat terlihat menunduk karena lelah seharian telah diisi kegiatan fisik yang menguras tenaga. Senior dapat membaca kondisi peserta yang sudah tidak dapat konsentrasi lagi dengan penuh. Oleh karena itu, pertemuan itu pun segera ditutup dan menunggu pengumuman selanjutnya.

***

Sesuai janji senior malam Minggu ini acara pengambilan kartu  anggota pun dilaksanakan. Ada kegiatan pembekalan sebentar sebelum acara dimulai, serta pengarahan dari senior. Peserta diklat semua berbaju seragam seperti yang ditentukan senior. Yel-yel pun selalu dilantunkan untuk membakar semangat para peserta.

Kelompok perempuan dan laki-laki dipisahkan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Masing-masing kelompok dibagi lagi menjadi kelompok kecil yang terdiri dari lima orang. Sebagai penanggung jawab adalah ketua kelompok yang disetujui oleh semua anggota.

Tugas tiap kelompok telah ditentukan. Kegiatan yang diadakan setelah pukul dua belas malam itu diawali dengan doa bersama, dan penjelasan rute yang akan dilalui.   Sepanjang  perjalanan  akan melewati beberapa pos, dan tiap pos akan dijaga oleh senior, serta ada tugas yang harus diselesaikan.

Ira, Wati, Sonya, Made dan Nia tergabung dalam satu kelompok. Sebagai ketua kelompok atau regu adalah Sonya. Kelompok anak-anak centil yang terkenal genit serta banyak tingkah itu pun harus menyelesaikan tugas dari tiap-tiap pos. Waktu perjalanan tiap kelompok berjarak kurang lebih sepuluh menit.

Tibalah kini pada kelompok Sonya. Kelima anak tersebut mulanya terlihat gembira saat mulai perjalanan. Namun, ketika melewati jalan yang gelap, sepi apalagi suara binatang malam yang kadang-kadang cukup membuat gentar, bulu kuduk berdiri,  dan senam jantung, nyali mereka pun menciut.

"Nya ... aduh aku mulai takut nih. Ngerilah, takut hantu, binatang malam, dan angin malam tiba-tiba terasa begitu kuat," lirih Ira yang paling kecil di antara keempat kawannya.

"Huss ... diam. Udah tenang saja, nggak mungkinlah senior akan mencelakakan kita. Mereka kan juga sudah banyak perhitungan, nggak asal beri tugas," timpal Sonya yang memang terlihat paling berani.

Sonya selain sebagai ketua regu, dia juga memiliki kemampuan melihat makhluk astral yang ada di sekitar. Wati, Made dan Nia terlihat mengikuti setiap gerak gerik Sonya. Ketiga anak itu juga begitu takut saat melewati tempat yang gelap dan sepi sepanjang jalan  desa itu.

"Nanti kita kerjakan tugas di pos pertama dengan baik, ya," pinta Sonya yang mendapat anggukan keempat sahabatnya.

"Nya, aku nggak mau di belakang terus, gantian dong!" protes Wati yang berbadan bongsor.

"Ya, sudah gantian nanti pada tiap pos. Setelah mengerjakan tugas, ganti posisi, ya. Pokoknya harus mau, agar tugas cepat selesai, dan segera dapat kartu anggota," jawab Sonya tegas.

Pada pos pertama senior memberikan tugas menulis beberapa nama guru yang ada di sekolah beserta mata pelajaran yang diampu. Waktu untuk mengerjakan juga dibatasi, agar tidak tumpang tindih dengan regu lain.

Tiap kelompok harus menunjukkan kerja sama dan kekompakan. Sonya ternyata merupakan sosok pemimpin yang dapat diandalkan. Pos pertama dapat dilalui dengan lancar dan sukses.

Namun di tengah perjalanan menuju pos kedua, anggota kelompok sudah mulai ribut karena semua diserang rasa takut. Maklum saja, suasana desa itu sepi dan begitu banyak pohon besar, sehingga menambah seramnya suasana malam itu. Tiba-tiba saja rintik hujan pun mulai  turun. Baju sedikit basah oleh guyuran tititik air itu.

Sonya segera mengambil keputusan untuk menenangkan semua anggota kelompok. Wati sudah mulai menangis karena beberapa kali merasa ada yang menyenggol  tangannya, padahal dia berada posisi paling belakang. Dia merasa tidak wajar, ada yang mencoba menyentuh dan menggandeng tangannya. Barisan pun diminta untuk berhenti sebentar. Sonya mendekati Wati, dan membisiki beberapa kalimat untuk meneguhkan semangatnya.

"Tenang saja, mereka tidak akan mengganggu perjalanan kita, ok? Kita harus segera sampai tujuan, tetap semangat, ya?"

Wati hanya mengangguk pelan karena merasa tidak yakin dengan apa yang dikatakan Sonya. Memang selama perjalanan menuju pos kedua yang kebetulan jalan cukup berliku, gelap dan banyak pohon besar, Sonya melihat beberapa makhluk astral seperti pocong dan kuntilanak yang sedang berada di pinggir jalan. Sebagian juga mencoba menggoda anggota kelompoknya, termasuk Wati.

Lima menit lagi, rombongan sampai ke pos kedua. Sonya kini mengatur strategi, mengambil posisi di barisan paling belakang. Sebenarnya maksud Sonya mengambil posisi itu hanya menjaga sahabat-sahabatnya agar terpantau dan tidak lagi merasa takut di sepanjang jalan yang dilewati.

Setelah hormat pada senior, rombongan pun mendapat tugas kedua. Waktu yang disediakan hanya sekitar lima menit, dan kerja sama semua anggota  kelompok sangat dibutuhkan. Tugas segera diberikan pada senior, dan tidak lupa memberikan hormat.

Senior memberikan penjelasan bahwa pada pos ketiga, semua peserta akan mendapatkan kartu anggota, namun harus memenuhi syarat tertentu, yaitu mencari kartu anggota masing-masing dengan mendoakan salah satu makam yang ada di depannya.

Ira seketika menjerit ketakutan saat mendengar dirinya harus masuk ke makam malam hari dalam kondisi gelap. Wajahnya berubah menjadi pucat. Sonya berusaha membujuk dan menenangkan sahabatnya.

"Tenang saja Ir, kita nanti kan bersama-sama masuk makamnya. Kita saling bantu untuk menemukan kartu anggota masing-masing."

Tangis Ira mulai pecah. Bayangan makam dan kegelapan sudah di depan mata. Ternyata tangis Ira pun disusul oleh Wati, Made dan Nia. Mereka berempat sesenggukan karena ketakutan.

"Sudah, aku menyerah saja, Nya. Nggak kuat hatiku, lagi pula takut masuk makam, nggak perlu kartu anggota-anggotaan," ujar Ira sesenggukan karena timbul rasa putus asa.

"He ... tenang saja. Kenapa sekarang jadi pada menyerah, sih. Jangan mudah putus asa, kita ini mampu, ayo tunjukkan kita dapat melalui semua rintangan, demi sebuah kartu anggota. Lagi pula senior itu hanya mengetes mental kita, seberapa kekuatan jiwa kita. Ayo jangan menyerah sebelum bertanding," kata Sonya berapi-api membangkitkan semangat sahabat-sahabatnya yang mulai kendor.

"Kita berdoa saja, Nya, memohon agar diberi keselamatan, duh pikiranku kok jadi galau banget, ya,"ucap Made yang sekarang jadi ikut-ikutan terpengaruh kondisi mental sahabatnya.

"Oke, sekarang kita pejamkan mata berdoa menurut keyakinan masing-masing dan mohon pertolongan-Nya, agar diberi keselamatan serta kelancaran dalam menjalankan tugas," ajak Sonya sambil merangkul keempat sabahatnya.

Setelah berdoa, kelima telapak tangan kanan mereka masing-masing disatukan dan membuat gerakan khusus untuk menyusun semangat baru.

Sonya kini berada di barisan  belakang, dan mengingatkan sahabatnya agar tetap tenang selama dalam perjalanan menuju pos ketiga.

"Ingat, nggak usah terpengaruh apa pun yang ada di sekitar kita, entah itu bayangan, suara, atau kejadian yang aneh, ya," kata Sonya mengingatkan sahabatnya.

Perjalanan menuju pos ketiga hampir usai, tapi di tengah jalan rombongan melihat seseorang yang melintang di jalan dalam kondisi tertidur. Nia yang pertama melihat pemandangan itu sontak menjerit keras, lupa dengan apa yang dikatakan Sonya.

Perempuan itu segera mendekap Sonya dengan erat. Ketiga sahabatnya pun ikut memeluk Sonya berharap mendapat perlindungannya.

"Duh, tenang ... tenang .... Itu bukan mayat, hanya permainan dari senior agar mental kita makin kuat. Dah, kita saling bergandengan saja ya, jalannya agar tidak terpisah," pinta Sonya mengambil inisiatif.

Sampai di pos ketiga, senior telah lama menunggu. Setelah memberi hormat, rombongan segera diminta untuk masuk ke makam, menggunakan satu buah lilin yang sudah dinyalakan dan mengambil kartu anggota masing-masing sambil mendoakan arwah yang ada di depannya.

Sonya segera menemui sahabatnya, dan menjelaskan tugas yang harus dilakukan. Keempat sahabatnya kini mulai terisak lagi.

"Nya, aku takut, takut sekali, kok rasanya ada hal yang ganjil," bisik Ira sembari memegang tangan Sonya dengan kuat.

"Gini, sebelum masuk makam, ucapkan salam. Jangan lupa, nanti mendoakan para arwah tepat di mana kartu anggota masing-masing berada, paham?"

"Nya, bergandengan ya, takut sekali, nih. Lagi pula gelap sekali, takut tiba-tiba ada hantu gentayangan," kata Nia yang masih terisak.

Sonya memperhatikan sekeliling makam. Memang di dalam makam tersebut tampak beberapa makhluk astral yang memperhatikannya. Pocong, kuntilanak di dekat pohon besar, serta potongan kepala tanpa tubuh.

"Maaf, kami datang tidak akan mengganggu kalian, kuharap kalian juga tidak mengganggu kami. Kami hanya ingin mendoakan para arwah yang dimakamkan di sini," ucap Sonya lirih seakan minta izin pada makhluk tidak kasat mata itu.

Ira, Nia, Made dan Wati  saling berpandangan memperhatikan apa yang dilakukan Sonya.

Kelima anak itu pun bergandengan tangan  masuk ke makam diterangi sebatang lilin. Betapa sulitnya menjaga agar nyala lilin tidak mati dan segera mendapatkan karta nama masing-masing, serta mendoakan para arwah. Angin saat itu juga cukup kencang, apalagi hujan rintik sejak tadi turun dan belum reda.

Sungguh sebuah perjuangan yang cukup melelahkan mencari kartu anggota tersebut. Sonya pun sekuat tenaga membantu sahabat-sahabatnya agar segera menemukan kartu anggota masing-masing. Pengalaman yang tidak mungkin dilupakan seumur hidup bagi keempat sahabat itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun