Mohon tunggu...
Zuni Sukandar
Zuni Sukandar Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru SLB

Lahir di Magelang, 20 Mei 1971, SD-SMP di kota yang sama, S-1 di Jogjakarta, saat ini mengajar di SLB Maarif Muntilan sebagai guru tunanetra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tali Cinta

19 Maret 2021   20:22 Diperbarui: 19 Maret 2021   20:30 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat kendaraan mulai merangkak melanjutkan perjalanan ke tujuan, para penumpang yang tidak kebagian tempat duduk pun dengan rela harus berjejer berpegangan besi antar jok bus. Panas yang menyengat cukup membuat dahi berkeringat. Meski bus berjalan pelan, dan penghuni berjubel, tapi awak bus tetap menaikkan penumpang. Entah berapa  jumlah penumpang bus tersebut, mungkin lebih dari enam puluh orang.

Wajah penumpang yang tampak lelah pun mudah terbaca. Sebagian terlena dalam mimpi, tidak peduli penuh sesaknya penumpang lain. Tiba-tiba dari arah belakang, ada seorang ibu yang berteriak-teriak saat bus itu menaikkan salah satu penumpang di halte.

"Copet ... copet ... copet!" teriak seorang ibu setengah tua sambil berlari mengejar copet yang memanfaatkan waktu ketika bus berhenti sebentar di halte.

Pencopet itu membawa sebuah tas warna cokelat tua dan berlari dengan gesitnya. Mendengar teriakan ibu tadi, beberapa orang yang kebetulan lewat di jalan itu mempunyai rasa peduli yang besar. Mereka pun berlarian mengejar pencopet itu. Aksi saling mengejar pun terjadi di antara ramai dan hiruk pikuknya suasana jalan raya.

Pencopet itu ternyata lebih gesit saat berlari. Namun, malang baginya. Saat melewati salah satu tikungan, dia terjatuh di depan toko roti. Belum sempat bangun, seseorang telah menghadang, menghampirinya,  dan mencoba merebut tas cokelat itu. Terjadi baku hantam cukup sengit antara pencopet dan seorang lelaki kekar yang terlihat agak emosi.

Beberapa kali pencopet mendapat bogem maut dari lelaki kekar itu. Kondisi pencopet seakan kehilangan keseimbangan. Postur tubuh yang tidak seimbang, menyebabkan pencopet itu sempoyongan. Tepat pada pukulan kesekian, dia terjatuh. Banyak pejalan kaki yang melihat adegan keras tersebut pun menjerit, terutama kaum hawa.

Tas itu pun berhasil direbut dari pencopet yang sudah terjatuh dengan luka-luka cukup serius. Wajah lebam serta mulutnya berdarah. Berita tentang pencopet yang berhasil tertangkap dan mendapat hadiah pukulan dari lelaki kekar itu, akhirnya sampai juga di telinga bapak Ratri.

Siang itu, seperti biasa Ratri mengantarkan makanan berupa gorengan di warung dan kebetulan melewati jalan yang saat itu banyak pejalan kaki berkumpul. Mereka menyaksikan pencopet yang tertangkap dan diamuk massa. Rasa penasaran Ratri pun muncul. Dia berhenti sebentar dan turun dari sepedanya, ingin mengetahui apa yang terjadi.

"Pak, ada apa ini, kok banyak orang berkumpul di sini?"

"Oh, itu ada pencopet tertangkap dan dihajar. Mungkin gemas ya pada pencopet itu."

Ratri mencoba mendekati TKP, dia mencari celah agar dapat mengamati lebih jelas wajah pencopet yang dihajar tersebut. Betapa terkejut dirinya. Matanya tertuju pada seraut  wajah yang sangat dikenalnya. Hati Ratri pun bergetar hebat. Sekali lagi diperhatikannya pencopet yang ada di depannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun