Mohon tunggu...
Zuni Sukandar
Zuni Sukandar Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru SLB

Lahir di Magelang, 20 Mei 1971, SD-SMP di kota yang sama, S-1 di Jogjakarta, saat ini mengajar di SLB Maarif Muntilan sebagai guru tunanetra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jerawat Kutukan

31 Desember 2020   12:21 Diperbarui: 31 Desember 2020   12:48 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jamilah  gadis manis  berumur enam belas tahun, yang terkenal kecantikannya sampai ke desa tetangga. Postur tubuh yang semampai, kulit putih, hidung mancung, rambut  hitam panjang tergerai, dan senyuman yang tidak pernah hilang dari wajahnya, sungguh laksana bidadari yang turun dari surga. Setiap orang yang melihatnya berdecak kagum, karena  kecantikannya terlalu sempurna.

Setiap mata yang memandangnya tidak pernah jemu.  Sungguh Jamilah merupakan jelmaan dewi dari kayangan.  Kabar kecantikan Jamilah pun tersebar dari mulut ke mulut. Semua orang dibuat penasaran, siapa sebenarnya  si Jamilah.

Orang tua Jamilah hanyalah orang desa biasa. Bapaknya bertani dan ibunya  sebagai ibu rumah tangga. Tidak ada hal istimewa yang berkaitan  dengan orang tua  Jamilah. Semua terlihat biasa-biasa saja.

Menurut penuturan ibunya, ketika mengandung Jamilah, pernah ditemui orang tua yang belum dikenal. Ibu Jamilah saat itu sedang di rumah, dan menjemur gabah panen tahun itu. Pada saat matahari tepat di atas kepala, melintaslah di depan rumah Jamilah seorang perempuan tua dengan wajah agak menakutkan dan pakaian yang compang-camping.

Perempuan tua itu minta segelas air putih pada ibu Jamilah.  Rupanya dia sedang melakukan perjalanan yang cukup jauh. Dengan senang hati segera dipenuhi permintaan perempuan tua itu. Bukan hanya seteguk air yang disediakan, bahkan ketela dan kacang rebus juga disajikan.

Perempuan itu mengenalkan dirinya sebagai Nyi Arum. Nyi Arum begitu lahap  makan ketela dan kacang rebus itu.  Mukanya terlihat tersenyum menikmati hidangan yang disajikan. Ibu Jamilah merasa sangat berbahagia dapat menyenangkan hati tamunya.

Sebelum Nyi Arum pergi, dia berpesan agar ibu Jamilah  menjaga kandungan dengan baik,  karena anaknya akan menjadi putri yang cantik jelita. Namun satu yang tidak boleh dilupakan, jangan suka meremehkan makhluk lain. Sebab nanti akan mendapatkan suatu kutukan.

"Ingat itu, ya, Nduk, ... jangan meremehkan makhluk lain."

"Ya, Nyi, terima kasih wejangannya."

Ibu Jamilah mengantar kepergian Nyi Arum sampai halaman rumah. Kata-kata Nyi Arum masih terngiang di telinganya. Dalam hati dia pun berpikir, bahwa Nyi Arum bukanlah perempuan sembarangan. Dia datang juga pasti ada tujuan khusus.

Masa melahirkan tinggal menunggu  beberapa hari lagi. Ibu Jamilah terlihat makin kerepotan melakukan aktivitas sehari-hari karena perutnya makin membesar. Saat yang ditunggu pun tiba.

Tangisan seorang bayi perempuan terdengar begitu keras di rumah sederhana itu.  Jamilah telah lahir, dengan normal, dan berat tubuh hampir tiga kilo.  Persalinannya dibantu seorang dukun bayi terkenal. 

Dukun bayi itu juga meramalkan bahwa  bayi itu kelak akan menjadi seorang putri yang cantik luar biasa. Betapa senang kedua orang tuanya, kini memiliki anak yang didambakan, cantik dan penuh pesona.

Seiring berjalannya waktu, Jamilah kini tumbuh makin besar, terlihatlah pesona dan kecantikannya yang luar biasa. Senyumnya selalu terkembang. Desa Sumberarum tempat tinggal Jamilah pun kini kian  terkenal, bukan hanya karena sebagai penghasil palawija yang berkualitas, tetapi daya tarik Jamilah laksana magnet yang memaksa para pendatang ingin membuktikan kecantikannya.

Terbawa kecantikannya yang selalu mendapat pujian dari seluruh pelosok negeri, Jamilah pun kadang menyimpan sedikit rasa sombong. Senyum yang selalu terkembang, kini kadang berubah menjadi sebuah cacian atau kata kotor yang tidak layak diucapkan.

Suatu saat Jamilah bertemu dengan sahabatnya yang kebetulan sakit  wajahnya karena terkena letupan minyak goreng. Jamilah pun tersenyum dan sedikit menyindir.

"Hey,  kenapa mukamu? Udah cantik kok malah dipoles minyak. Apa nggak sayang, tuh?"

Tentu saja temannya merasa tersinggung mendengar ucapan Jamilah yang terlihat sangat sederhana dan biasa, tetapi  sangat menyinggung perasaan. Akhirnya adu mulut pun tak terelakkan, karena Jamilah sering mengolok-olok Ratna.

Ratna, teman Jamilah yang merasa sakit hati itu pun tiba-tiba mengucapkan sumpah serapah. Kemarahannya tidak terbendung lagi.

"Dasar perempuan  merasa sok paling cantik, kusumpahi kau jerawatan di sekujur tubuhmu!"

Setelah mengucapkan sumpah itu, Ratna yang bertubuh gendut pun berlalu entah ke mana. Langit  tiba-tiba mendung, padahal saat itu matahari begitu  panas memanggang tubuh. Halilintar bersahutan memekakkan telinga.

Jamilah merasakan dirinya seakan tersengat listrik dan di sekujur tubuhnya berubah. Mula-mula dari kakinya, kemudian makin ke atas, dan terakhir wajahnya berjerawat yang cukup besar. Bukan hanya jerawat, tapi nanah juga keluar dari tiap butir jerawat itu. Jerawat itu terasa gatal di seluruh tubuh. Setiap rasa gatal muncul, dan digaruk, maka nanah pun makin melebar mengenai bagian tubuh lain.

Perempuan yang dulu cantik jelita itu, kini berubah menjadi menakutkan dan berbau. Tiap hari Jamilah maratapi nasibnya yang sudah dijauhi teman-temannya. Ibu Jamilah juga ikut prihatin atas nasib yang menimpa anak gadisnya.

Berbagai upaya penyembuhan telah dilakukan. Setiap  informasi yang didapat tentang usaha penyembuhannya telah dilakukan, tetapi belum membawa hasil.

"Nduk, kamu harus tetap berusaha menyembuhkan penyakitmu. Ibu juga ikut berusaha untuk menyembuhkanmu."

Jamilah masih tergugu dalam tangisnya yang makin pilu. Kini tubuhnya makin kurus, terlihat lebih tua dan berbau.

Suatu malam, Ibu Jamilah bermimpi dalam tidurnya bertemu dengan seorang kakek tua berjenggot putih dan panjang. Kakek tua itu menemui Ibu Jamilah dan menyampaikan sesuatu untuk kesembuhan anak gadisnya. Kakek tua yang bijaksana itu bernama Ki Pamuji Slamet. Ki Pamuji memberikan saran untuk kesembuhan Jamilah.

"Nduk, anakmu itu bisa sembuh jika melakukan beberapa hal. Salah satunya ya mandi di kolam tujuh  sumber, dan bertapa tidak omong selama satu minggu."

Ki Pamuji Slamet akhirnya memberikan sebuah bungkusan kecil untuk diberikan pada Ibu Jamilah.

Ibu Jamilah menerima bungkusan kecil itu dengan kedua tangan.

"Benda ini digunakan sebagai sabun untuk anak gadismu ketika mandi di  tujuh sumber nanti. Jangan sampai hilang, jaga baik-baik, ya."

"Ya, Ki, terima kasih."

Ki Pamuji seketika itu pun menghilang.

Ibu Jamilah kaget dan terbangun dari mimpinya. Diraba-raba tempat tidurnya seakan mencari benda yang  diberikan Ki Pamuji. Seluruh sisi tempat tidur telah disisirnya, dan di bawah bantalnya ternyata terdapat sebuah benda bungkusan kecil sama persis dengan yang ada dalam mimpi.

Segera Ibu Jamilah menyampaikan kejadian yang ada dalam mimpi tersebut pada Jamilah. Jamilah tersenyum gembira  serasa mendapat harapan baru. Keesokan harinya anak dan ibu itu pun mulai melaksanakan apa yang disampaikan Ki Pamuji.

Benar saja, setiap habis mandi pada salah satu sumber air, jerawat Jamilah mulai berkurang. Dia pun mulai tersenyum gembira. Jamilah pun makin semangat menyembuhkan dirinya agar terbebas dari jerawat kutukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun