Jamilah  gadis manis  berumur enam belas tahun, yang terkenal kecantikannya sampai ke desa tetangga. Postur tubuh yang semampai, kulit putih, hidung mancung, rambut  hitam panjang tergerai, dan senyuman yang tidak pernah hilang dari wajahnya, sungguh laksana bidadari yang turun dari surga. Setiap orang yang melihatnya berdecak kagum, karena  kecantikannya terlalu sempurna.
Setiap mata yang memandangnya tidak pernah jemu.  Sungguh Jamilah merupakan jelmaan dewi dari kayangan.  Kabar kecantikan Jamilah pun tersebar dari mulut ke mulut. Semua orang dibuat penasaran, siapa sebenarnya  si Jamilah.
Orang tua Jamilah hanyalah orang desa biasa. Bapaknya bertani dan ibunya  sebagai ibu rumah tangga. Tidak ada hal istimewa yang berkaitan  dengan orang tua  Jamilah. Semua terlihat biasa-biasa saja.
Menurut penuturan ibunya, ketika mengandung Jamilah, pernah ditemui orang tua yang belum dikenal. Ibu Jamilah saat itu sedang di rumah, dan menjemur gabah panen tahun itu. Pada saat matahari tepat di atas kepala, melintaslah di depan rumah Jamilah seorang perempuan tua dengan wajah agak menakutkan dan pakaian yang compang-camping.
Perempuan tua itu minta segelas air putih pada ibu Jamilah. Â Rupanya dia sedang melakukan perjalanan yang cukup jauh. Dengan senang hati segera dipenuhi permintaan perempuan tua itu. Bukan hanya seteguk air yang disediakan, bahkan ketela dan kacang rebus juga disajikan.
Perempuan itu mengenalkan dirinya sebagai Nyi Arum. Nyi Arum begitu lahap  makan ketela dan kacang rebus itu.  Mukanya terlihat tersenyum menikmati hidangan yang disajikan. Ibu Jamilah merasa sangat berbahagia dapat menyenangkan hati tamunya.
Sebelum Nyi Arum pergi, dia berpesan agar ibu Jamilah  menjaga kandungan dengan baik,  karena anaknya akan menjadi putri yang cantik jelita. Namun satu yang tidak boleh dilupakan, jangan suka meremehkan makhluk lain. Sebab nanti akan mendapatkan suatu kutukan.
"Ingat itu, ya, Nduk, ... jangan meremehkan makhluk lain."
"Ya, Nyi, terima kasih wejangannya."
Ibu Jamilah mengantar kepergian Nyi Arum sampai halaman rumah. Kata-kata Nyi Arum masih terngiang di telinganya. Dalam hati dia pun berpikir, bahwa Nyi Arum bukanlah perempuan sembarangan. Dia datang juga pasti ada tujuan khusus.
Masa melahirkan tinggal menunggu  beberapa hari lagi. Ibu Jamilah terlihat makin kerepotan melakukan aktivitas sehari-hari karena perutnya makin membesar. Saat yang ditunggu pun tiba.