Mohon tunggu...
Zuni Sukandar
Zuni Sukandar Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru SLB

Lahir di Magelang, 20 Mei 1971, SD-SMP di kota yang sama, S-1 di Jogjakarta, saat ini mengajar di SLB Maarif Muntilan sebagai guru tunanetra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Misi Penyelamatan Seekor Anak Kucing

7 Desember 2020   11:55 Diperbarui: 7 Desember 2020   12:13 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sengaja pagi ini aku bersama anak dan suami meluangkan waktu berolah raga di lapangan milik desa yang kini makin cantik.  Semenjak wabah covid melanda negeri ini, masyarakat makin giat berolah raga murah seperti lari pagi atau sekedar jalan santai mengitari lapangan itu. Beberapa sudut telah dibenahi, sehingga berolah raga pagi di lapangan itu menjadi lebih nyaman. Menjelang siang, pengunjung juga makin banyak.

Lapangan  desa  tersebut  bagian tepi diberi lintasan selebar kurang lebih tiga meter untuk pejalan kaki atau lari pagi. Lapangan masih basah oleh embun pagi. Tetes embun bersinar karena terkena cahaya matahari yang mulai menampakkan diri. Aku hanya berjalan santai saja bersama suami. Napas tuaku sudah tidak mau diajak kompromi bila harus berlari mengitari lapangan.

Di salah satu sudut lapangan, tiba-tiba kudengar suara anak kucing yang meronta-ronta.  Naluriku pun segera mengajak mendekati sumber suara. Kupanggil beberapa kali anak kucing tersebut, karena kasihan jika sampai kelaparan atau terlindas kendaraan.

"Pus ... pus ...."

Setiap kali kupanggil kudengar sahutannya. Kucari di dekat got  yang berair, di sekitar tepi lapangan, tidak kutemukan anak kucing itu. Hanya suaranya saja yang setia mengeong.  Aku terpaksa berjalan agak jauh untuk mendekati sumber suara anak kucing. Sekali lagi kupanggil anak kucing tersebut.

"Pus ... pus ...."

Kucing itu pun kembali menyahut seakan sudah kenal dengan suaraku.

Kali ini kuperhatikan lebih seksama. Kupasang telingaku, kupanggil sekali lagi.

Dia pun  tidak lelah menyahut.

Rasa penasaranku pun mengajak untuk segera mencari sumber suara. Aku yakin suara anak kucing itu tidak berada di dalam lapangan. Aku  segera keluar lapangan dan pada sisi luar lapangan terdapat  pohon besar. Sekali lagi kupanggil kucing tersebut. Di dekat pohon terdapat seekor kucing besar yang tampak agak ketakutan melihat kedatanganku. Mungkin dia adalah induknya. Di sekitar lapangan desa memang sering digunakan untuk membuang kucing serta induknya. Kasihan sebenarnya. Kucing-kucing itu pun berubah  menjadi kucing liar.

Induk kucing tersebut melarikan diri karena ketakutan. Namun aku belum menemukan anak kucing yang sedari tadi menjerit-jerit seakan minta pertolongan. Kuamati pohon besar tersebut, sambil kupanggil anak kucing itu. Dan ...  setelah kulihat bagian atas , ternyata anak kucing itu  memanjat tinggi di pohon besar tersebut.

Kubujuk anak kucing tersebut untuk segera turun. Suaranya makin keras, mungkin ada sedikit rasa takut. Kutarik dahan yang agak besar agar aku dapat meraihnya, tapi anak kucing tersebut malah makin tinggi.

Beberapa  anak laki-laki yang sedang lewat akhirnya mau membantuku mengambil anak kucing tersebut.  Dengan sedikit susah payah mereka berhasil menurunkan anak kucing itu. Kini anak kucing yang bulunya  berwarna abu-abu itu sudah ada di tanganku.

Kembali aku mencari induknya yang tadi lari karena ketakutan saat melihat kedatanganku.  Induk kucing ternyata bersembunyi di balik batu besar. Anak kucing kedekatkan padanya, tidak berapa lama kemudian induknya mendekati. Anak kucing itu pun berhenti mengeong, mungkin bergembira  karena bertemu lagi dengan induknya. Induk kucing akhirnya menjilati anaknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun